Authentication
176x Tipe PDF Ukuran file 0.31 MB Source: repository.uksw.edu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi regional Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) berdiri pada tanggal 8 Agustus tahun 1967 ketika situasi regional dan internasional mengalami perubahan. ASEAN terbentuk sebagai response dari negara–negara di Asia Tenggara terhadap dua kekuatan besar yang mendominasi politik dunia saat itu, yakni Uni Soviet (komunis) dan Amerika Serikat (liberal). Awal mula berdirinya ASEAN diprakarsai oleh lima negara, yakni: Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina. ASEAN terbentuk melalui berbagai upaya pembentukan organisasi regional yang terbatas dalam ruang lingkup pemilihan anggotanya. Sebagai tanda berdirinya ASEAN, kelima perwakilan negara tersebut menandatangani lima artikel yang saat ini kita kenal sebagai Deklarasi ASEAN. Bagi negara yg memprakarsainya ASEAN awalnya dibentuk dengan tujuan untuk meredam konflik yang terjadi diantara negara–negara baru merdeka di kawasan Asia Tenggara (peningkatan keamanan), lalu seiring dengan berjalannya waktu tujuan ASEAN semakin berkembang hingga merambah pada bidang politik dan ekonomi. Para anggota ASEAN bersepakat untuk menciptakan suatu wilayah yang damai dengan adanya kerja sama ekonomi, dengan harapan bahwa masing–masing negara dapat mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, aspek politik–keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang menjadi 3 (tiga) pilar ASEAN harus berjalan bersamaan (Alagappa, Muthiah, 1998). Melalui isi dari Deklarasi Bangkok, ASEAN memperkenalkan diri sebagai asosiasi yang terbuka untuk menerima partisipasi negara–negara Asia Tenggara selama negara tersebut memiliki komitmen yang sama untuk membangun kerja sama dalam ASEAN. Waktu terus berjalan, bermula dari 1 hanya beranggotakan 5 (lima) negara, pada tahun 2019 ini ASEAN sudah beranggotakan 10 negara; diantaranya Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Philipina, Laos, Kamboja, Myanmar, Vietnam, dan Brunei Darussalam. Dengan melihat kinerja organisasi kawasan di Asia Tenggara ini, posisi tawar ASEAN di mata dunia kemudian menjadi penting. Faktor utama yang menjadikan ASEAN penting adalah jika jumlah total populasinya digabungkan maka organisasi kawasan ASEAN sudah mewakili 10 persen dari total populasi secara global. Faktor pendorong berikutnya adalah demografi, dengan karakteristik demografi yang didukung oleh jumlah populasi produktif yang besar. Organisasi kawasan ASEAN memiliki potensi yang besar pula untuk mendapatkan keuntungan dari sektor ekonomi dan jasa. Dengan adanya kelebihan tersebut, ASEAN digadang–gadang akan menduduki peringkat ke-7 ekonomi terbesar di dunia. Pencapaian tersebut diproyeksikan akan naik ke peringkat 4 pada tahun 2050 (Kadarisman, S. Sayoga, 2016). Meski ASEAN memperkenalkan diri sebagai organisasi kawasan yang terbuka untuk menerima kehadiran negara baru dalam kerangka kerjasama, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu negara agar dapat diterima sebagai anggota dalam ASEAN. Sebagai mana diatur dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada tanggal 11 Oktober 2015, prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN wajib diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN. Syarat berikutnya adalah dipenuhinya kriteria– kriteria yang tercantum dalam ayat 2 (dua) pasal 6 (enam) piagam ASEAN. Adapun kriteria yang tercantum dalam ayat 2 pasal 6 tersebut adalah sebagai berikut: 1. Letak geografis negara yang mengajukan diri berada di kawasan Asia Tenggara. 2. Diakui oleh seluruh negara anggota ASEAN. 3. Bersepakat untuk terikut dan tunduk pada Piagam. 2 4. Sanggup dan berkeinginan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan. Langkah awal yang dapat ditempuh oleh suatu negara yang berkeinginan untuk bergabung dalam organisasi ASEAN adalah bertindak sebagai observer. Hal ini penting dan sifatnya wajib, dengan tujuan supaya negara tersebut dapat mengetahui mekanisme, prinsip, dan aturan main dalam ASEAN (Frost, Frank, 1997). Setelah melalui tahapan tersebut, putusan akan dilakukan secara konsensus melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN dengan disertai upacara peresmian secara khusus. Pada tahap akhir negara pemohon wajib diterima oleh seluruh anggota ASEAN pada saat penandatangan Instrumen Aksesi Piagam (ASEAN Charter, 2015). Timor Leste “benar–benar” muncul sebagai negara baru di kawasan Asia Tenggara pada tanggal 20 Mei tahun 2002. Layaknya negara baru merdeka, Timor Leste banyak melakukan upaya–upaya agar eksistensinya diakui secara de jure dan de facto oleh negara–negara di dunia. Secara umum Timor Leste adalah negara humanis dan demokratis. Tentu bukan hal yang sulit untuk melakukan diplomasi pada negara–negara anggota ASEAN yang berada dalam satu lingkup kawasan Asia Tenggara. Terhitung sejak tahun 2002 negara tersebut sudah melakukan berbagai macam upaya untuk melancarkan pendekatannya ke ASEAN dalam rangka beradaptasi sekaligus berpartisipasi dalam agenda dan kegiatan yang diadakan oleh ASEAN. Hal–hal yang coba ditawarkan oleh Timor Leste kepada ASEAN sangat beragam. Adapun upaya pertama yang dilakukan oleh Timor Leste adalah melakukan diplomasi terbuka. Tendensi diplomasi terbuka Timor Leste diwujudkan melalui pembentukan kerjasama dalam berbagai bidang. Wujud nyata yang sudah dilakukan adalah pembukaan kedutaan besar di 3 negara–negara anggota ASEAN, lengkap dengan kunjungan rutin yang dilakukan oleh pihak Timor Leste. Bentuk diplomasi lain adalah hadirnya Timor Leste dalam berbagai pertemuan umum dan konferensi khusus yang diadakan oleh ASEAN (Sukawarsini, Djelantik, 2008). Upaya lain yang dilakukan terjadi pada tahun 2005 ketika Timor Leste bergabung dalam ARF (ASEAN Regional Forum) dan ikut menandatangani TAC (Treaty of Amity and Cooperation). Puncaknya pada tahun 2011 Timor Leste mengajukan permohonan status keanggotaan penuh kepada ASEAN pada tanggal 4 Maret. Pada dasarnya permintaan Timor Leste untuk masuk ke dalam ASEAN sudah disetujui oleh Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Kamboja, Filipina, Myanmar, dan Indonesia; tetapi Singapura menentang agenda tersebut. Menurut kacamata Singapura, Timor Leste dinilai belum siap untuk menjadi negara anggota ASEAN yang ke-11. Hal tersebut didukung dengan pernyataan–pernyataan Singapura yang melihat berbagai macam keadaan domestik Timor Leste. Singapura mengatakan bahwa Timor Leste “belum siap untuk menyesuaikan diri dengan berbagai macam tantangan dan kompleksitas keanggotaan ASEAN”. Pernyataan tersebut adalah cara lain untuk menjelaskan dengan sopan bahwa Timor Leste tidak dapat bergabung dengan ASEAN karena “keadaan yang buruk dan rapuh” dapat mempengaruhi stabilitas dan keamanan organisasi regional (The Diplomat, 2011). Melalui pemaparan diatas, penulis tertarik meneliti dinamika masuknya Timor Leste untuk mendapatkan status keanggotaan penuh dalam ASEAN. Apakah kehadiran Timor Leste sebagai anggota ASEAN yang baru nanti akan mengancam regionalisme yang sudah tercipta dalam suatu organisasi kawasan? 4
no reviews yet
Please Login to review.