Authentication
354x Tipe DOCX Ukuran file 0.15 MB Source: hendraprijatna68.files.wordpress.com
MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS SEKOLAH
I. MANAJEMEN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
Pendahuluan
Kegiatan memberikan bimbingan, nasehat, dan petunjuk merupakan kegiatan yang biasa
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, guru kepada siswanya, atau pendidik kepada anak
didiknya, terutama dalam membantu memecahkan masalah atau membuat keputusan. Namun
manakala kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu program yang sistematis
serta dengan menggunakan metode dan teknik yang ilmiah, serta dilakukan oleh tenaga-
tenaga yang profesional, memang merupakan suatu hal yang baru.
Konsepsi Dasar Bimbingan dan Peyuluhan
Dewasa ini, istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) mengandung
pengertian yang luas dengan arah dan lapangan yang luas dalam pelaksanaannya. Pentingnya
“guidance and counseling” sudah semakin dirasakan dalam berbagai kehidupan di rumah, di
sekolah dan bahkan di lembaga-lembaga manapun yang di dalamnya terdapat interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan seringkali diartikan secara salah dan kadang-kadang juga dirumuskan secara
kurang tepat. Menurut Arthur Jones (dalam Kusmintardjo, 1992), salah satu sebabnya adalah
bimbingan ini dimulai dengan pekerjaan Frank Parson, dimana ia hanya menekankan pada
aspek vokasioanal saja. Oleh karena itu banyak beranggapan bahwa seolah-olah pekerjaan
bimbingan itu hanya berhubungan dengan hal yang berkenaan dengan usaha mencari
pekerjaan dan menempatkan orang -orang dalam pekerjaan yang cocok dengan bakat dan
kemampuannya. Sebab lain dari kekeliruan itu adalah adanya sementara pihak yang
mengidentifikasikan pengertian bimbingan dengan semua aspek pendidikan. Akibatnya
bimbingan itu sendiri kehilangan maknanya yang khusus, sehingga mereka berpendapat
bahwa istilah bimbingan sebaiknya dihapuskan.
Untuk memperoleh pengertian bimbingan secara lebih jelas, berikut dikutipkan beberapa
pengertian bimbingan (guidance). Year Book of Education (1955) menyatakan bahwa:
guidance is a process of helping individual through their own fort to discover d develop their
potentialities both for personal happiness and social usefulness. Definisi yang diungkapkan
oleh Miller (dalam Jones, 1987) nampaknya merupakan definisi yang lebih mengarah pada
pelaksanaan bimbingan di sekolah. Definisi tersebut menjelaskan bahwa:
“Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri
dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum
kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat”.
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang apa sebenarnya bimbingan
itu, sebagai berikut.
a. Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang
memerlukannya. Perkataan “membantu' berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan,
tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai
dengan potensinya. Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut
menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang
menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 1
b. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas
diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus
dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang.
c. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan
hanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang
terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan.
d. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya
semaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal
dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat
mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
e. Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan diri secara harmonis dengan
lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam penerapannya di sekolah, definisi-definisi tersebut di atas menuntut adanya hal-
hal sebagai berikut:
a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan
tanggung jawab yang tegas di antara para petugasnya;
b. Adanya program yang jelas dan sistematika untuk: (1) melaksanakan penelitian yang
mendalam tentang diri murid-murid, (2) melaksanakan penelitian tentang
kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan
pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human relations, dan
sebagainya, (3) kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan
konseling secara teratur.
c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di
atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;
d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik maupun non fisik (suasana, sikap, dan
sebagainya);
e. Adanya kerjasama yang sebaik-baiknya antara sekolah dan keluarga, lembaga-
lembaga di masyarakat, baik pemerintah dan non pemerintah.
2. Hubungan Bimbingan dengan Konseling
Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat
erat dan merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu
digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance and
counseling).
Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antar
bimbingan dengan konseling atau keduanya memiliki makna yang identik. Namun sementara
pihak ada yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan dua pengertian yang
berbeda, baik dasar maupun cara kerjanya. Konseling atau counseling dianggap identik
dengan psychotherapy, yaitu usaha menolong orang-orang yang mengalami gangguan psikis
yang serius, sedangkan bimbingan dianggap identik dengan pendidikan.
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu
teknik pemberian layanan dalam bimbingan dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan
bimbingan. Pandangan inilah yang nampaknya sekarang banyak dianut.
Rogers (dalam Kusmintardjo, 1992) memberikan pengertian konseling sebagai berikut:
Counseling is a series of direct contacts with the individual which aims to offer him
assistance in changing his attitude and behavior. Konseling adalah serangkaian kontak atau
hubungan bantuan langsung dengan individu dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya
dalam merubah sikap dan tingkah lakunya).
Selanjutnya Mortensen (dalam Jones, 1987) memberikan pengertian konseling sebagai
berikut: Counseling may, therefore, be defined as apeson to person process in which one
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 2
person is helped by another to increase in understanding and ability to meet his problems”.
Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di
mana yang seorang dibantu oleh yang lainya untuk menemukan masalahnya.
Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan
bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual
(face to face relationship). Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran
atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah
terletak pada tingkatannya.
3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah dapat efektif, maka prinsip-prinsip
berikut ini dapat dijadikan dasar atau pertimbangan.
a. Bimbingan hendaknya didasarkan pada suatu konsep yang benar tentang individu
dan didasarkan atas pengakuan akan kemuliaan (dignity), kehormatan, serta
keindividualanya
b. Bimbingan haru memperhitungkan tujuan murid, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjag.
c. Bimbingan berorientasi pada kooperasi dan bukan pada paksaan. Oleh karena itu
kesiapan psikologis dari murid-murid hendknya menentukan cara dan banyaknya
bantuan yang diberikan kepada murid.
d. Bimbingan sangat menaruh perhatian pada usaha murid, sikap-sikapnya, da
keinginannya untuk berhasil. Disamping itu data yang diperoleh dari hasil-hasil
penelitian dan pengukuran sangat perlu untuk dperhatikan.
e. Bimbingan adalah suat proses yang berkesinambungan. Oleh karena itu bimbingan
yang efektif dimulai sejak murid memasuki sekolah sampai ia berhenti atau lulus
dan mulai memasuki duania pekerjaan.
f. Bimbingan terdiri atas serangkaian pelayanan suplementer yag didasarkan atas
saling mempercayai dan pengertian bersama agar dapat memenuhi kebutuhan yang
nyata dari murid. Bimbingan harus diorganisir sebagai usaha-usaha yang integrasi.
g. Suatu program bimbingan yang efektif membutuhkan personil yang mendapatkan
latihan dan persiapan serta pendidikan secara khusus. Petugas bimbingan harus
mengembangkan kewenangan-kewenangan tertentu apabila ia ingin melakukan
bimbingan secara berhasil dan efektif.
Peranan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
Keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya
ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas penyuluh, namun juga sangat
ditentukan oleh ketrampilan seluruh staf sekolah dalam memberikan pelayanan tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya 'team work” yang terdiri atas kepala sekolah, konselor, guru
penyuluh, guru, psikolog/dokter, dan pekerja sosial (social worker). Diperlukan juga adanya
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
Untuk menelaah tugas dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di
atas, perlu ditelaah dulu beberapa pola organisasi bimbingan.
1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada umumnya ada 3 (tiga) pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf
sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan bagian dari tugas mengajar yang diterima guru.
Pada pola organisasi bimbingan semacam ini, tidak diperlukan seorang ahli bimbingan dan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 3
konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola
organisasi bimbingan ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus. Dalam hal ini
pelayanan bimbingan dikoordinir oleh seorang ahli yang bertugas khusus menyelenggarakan
bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari tugas mengajar. Biasanya
penyelenggaraan layanan bimbingan dengan pola ini memerlukan petugas-petugas lain yang
membantu pelaksanaan program. Dalam pola yang semacam ini sudah harus ada pembagian
tugas yang jelas di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya digunakan di Sekolah
Menengah (SMP/SMA/SMK/MA).
Pola yang ketiga adalah merupakan pola campuran antara pola yang pertama dan kedua.
Dalam pola ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang
dibebaskan dari tugas mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih
harus mendapatkan latihan jabatan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya.
2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan
Pada ketiga pola organisasi bimbingan di atas, tugas kepala sekolah adalah mengelola
dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-
programnya. Adapun bila dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi
bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah adalah sebagai
administrator dan supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran
pelaksanaan seluruh program sekolah umumnya, khususnya program layanan bimbingan dan
konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah
adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan Dpelayanan
bimbingan dan konseling di sekolahnya. Ia akan menyerahkan kewajiban-kewajiban khusus
kepada wakil kepala sekolah, penyuluh, guu-guru, dan orang lain. Ia hendaknya memberikan
dukungan umum dan kepemimpinan administratif kepada keseluruhan program pelayanan
murid. Ia mengorganisasikan program dan memberikan bantuan dalam seleksi para penyuluh
dan anggota staff, serta merumuskan deskripsi tugas masing-masing.
Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-
program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan. Ia membantu mengembangkan
kebijaksanaan dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan konseling di
sekolahnya.
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992)
menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah, sebagai berikut:
a. Memberikan support administratif, memberikan dorongan dan pimpinan untuk
seluruh program bimbingan;
b. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya menurut
keperluannya;
c. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota stafnya;
d. Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist” dalam hal
pengembangan program bimbingan,
e. Memperkenalkan peranan para penyuluh kepada guru-guru, murid-murid, orang tua
murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang tua murid atau
dalam bulletin-buletin bimbingan,
f. Berusaha membentuk dan menjalin hubungan kerja yang kooperatif dan saling
membantu antara para konselo, guru dan spesialis yang lain;
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 4
no reviews yet
Please Login to review.