Authentication
450x Tipe PDF Ukuran file 0.17 MB
1Oleh 2 3
T. Arsentina Panggabean , Inanusantri , Evi Mardiastuty
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya residu Neomycin dalam daging ayam yang
beredar di DKI Jakarta, mengingat preparat Neomycin banyak tersedia untuk pengobatan
unggas. Untuk mengukur residu Neomycin dalam daging ayam digunakan alat ELISA
(
) Reader. Sampel diperoleh dari pasar tradisional dan
pasar swalayan di 5 wilayah DKI Jakarta dari bulan Februari sampai dengan Juni 2009,
berjumlah 136 sampel daging ayam. Ditemukan residu Neomycin 0,1 ppm s/d >10 ppm
sebanyak 89 sampel (65%). Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan batas maksimum
[1]
residu (BMR) Neomycin dalam daging menurut SNI (Standard Nasional Indonesia) sebesar
0,05 ppm, dan batas maksimum residu Neomycin menurut Codex Alimentarius
[2] [3] [4]
Commission , WHO 2002 dan FAO 1995 sebesar 0,5 ppm.
Mengingat daging ayam adalah bahan pangan yang mengandung protein hewani
yang diperlukan oleh tubuh dan merupakan substitusi terhadap daging sapi karena harganya
yang lebih murah. Namun jika mengandung residu antibiotika akan menimbulkan masalah
kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya, demikian pula residu Neomycin.
Mengingat BMR SNI yang jauh berbeda dengan FAO, WHO dan Codex maka dari penelitian
ini diharapkan dapat dilakukan peninjauan kembali terhadap BMR Neomycin pada daging
dalam SNI 01?6366?2000. Di samping itu perlu penetapan SNI jenis hewan dan bagian atau
jaringan.
: antibiotika, neomycin, daging ayam
1 Kepala Laboratorium KESMAVET DKI JAKARTA
2 Staff Laboratorium KESMAVET DKI JAKARTA
3 Laboran Laboratorium KESMAVET DKI JAKARTA
1
Pesatnya pertambahan penduduk akan menyebabkan kebutuhan bahan pangan
yang terus meningkat pula, termasuk bahan pangan sumber protein asal ternak.
Daging ayam merupakan bahan pangan dengan kadar protein yang tinggi dan
merupakan substitusi terhadap daging sapi, karena harganya yang lebih murah
dibanding sapi. Beberapa cara dilakukan untuk meningkatkan produksi antara lain
pemilihan atau perbaikan mutu genetik, perbaikan sistem peternakan dan program
kesehatan ternak. Program kesehatan ternak ini dilakukan melalui pencegahan dan
pengobatan penyakit. Di sinilah antibiotika berperan dan masuk ke dalam tubuh
hewan. Untuk pencegahan penyakit infeksi, apabila dalam satu kelompok ada
beberapa hewan yang sakit, maka seluruh hewan dalam kandang tersebut diberi
antibiotika.
Dalam menjalankan salah satu tugas pokok dan fungsinya Laboratorium
Kesmavet DKI Jakarta mengadakan kegiatan pengujian terhadap adanya residu
antibiotika pada produk ternak, baik daging, telur maupun susu dengan maksud
untuk mengetahui apakah produk ternak yang dijual di DKI Jakarta mengandung
bahan yang berbahaya. Pengujian terhadap Neomycin pada daging ayam dilakukan
pada 136 sampel yang berasal dari pasar tradisional dan pasar swalayan dengan
menggunakan metoda ELISA (
) di mulai dari
bulan Februari s/d Juni 2009. Bulan Juni merupakan saat menjelang musim
pancaroba yang biasanya banyak kejadian penyakit pada ayam, sehingga
pemakaian obat?obatan akan meningkat. Namun saat ini musim tidak dapat
diperkirakan lagi, sehingga masa penggunaan obat?obatan pada ternak tidak dapat
diketahui dengan pasti.
Daging ayam yang mengandung residu Neomycin dapat menimbulkan
resistensi antibiotika pada manusia yang mengkonsumsinya. Di samping itu
konsumsi daging ayam yang mengandung residu antibiotika secara terus?menerus
akan menimbulkan gangguan fungsi tubuh.
Menurut SNI 01?6366?2000 BMR untuk antibiotika Neomycin dalam daging
adalah sebesar 0,05 ppm. Sementara FAO, WHO dan Codex menyatakan BMR
antibiotika Neomycin pada daging ayam adalah 0,5 ppm, jauh lebih besar daripada
BMR SNI. Perbedaan yang besar antara SNI dengan FAO, WHO dan Codex
tentunya dapat menimbulkan persepsi bahwa akan banyak daging ayam yang tidak
layak dikonsumsi, sementara daging ayam diarahkan sebagai substitusi daging sapi.
Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan pengujian terhadap residu
antibiotika pada daging ayam di Laboratorium Kesmavet adalah untuk mengetahui
adanya residu Neomycin pada daging ayam yang selanjutnya dibandingkan dengan
BMR Neomycin menurut SNI dengan BMR Neomycin menurut FAO, WHO dan
2
Codex. Dari standar BMR yang diketahui, diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam penetapan BMR Neomycin SNI.
Pengujian terhadap adanya residu antibiotika Neomycin pada daging ayam
dilaksanakan mulai dari bulan Februari s/d Juni 2009 pada 136 sampel daging ayam.
Daging ayam diperoleh dari kegiatan aktif yaitu dengan cara mengambil sampel ke
pasar tradisional dan swalayan. Metode pengambilan sampel ditentukan
menggunakan rumus sebagai berikut:
N : 4 PQ/L2
P : Prevalensi
Q : Tingkat Konfidensi
L : Error
N : Jumlah sampel dikalikan dengan tahapan pengambilan sampel
Deteksi kandungan antibiotika Neomycin digunakan alat ELISA (
) Reader. Sampel daging dipreparasi dengan cara
bagian lemak sampel dipisahkan kemudian dihomogenkan. Satu gram sampel yang
telah homogen tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian
ditambahkan 4 ml TCA ( ) 3% lalu dihomogenkan selama 1 menit.
Selanjutnya diekstraksi selama 30 menit dengan
. Sampel
didinginkan pada temperatur 4°C dalam refrigerator. Kemudian disentrifuse dengan
kecepatan 2000 gravitasi selama 10 menit pada temperatur 4°C lalu diambil 200 l
bagian supernatan yang jernih. Selanjutnya diencerkan dengan 200 l
atur pH 7.4 dengan 20 l 1 M NaOH. Standar, sampel dan
dimasukkan kedalam yang telah dilapisi dengan
dan di inkubasi pada suhu ruang. Selama inkubasi terjadi reaksi
antara Neomycin bebas dari standar atau sampel dan Neomycin dari
lalu mengikat yang diserap dalam bentuk padatan.
Dilanjutkan pada tahap pencucian untuk membuang semua ikatan molekul padatan
yang tidak diperlukan. Aktivitas ikatan di tentukan dengan penambahan
sejumlah larutan lalu diinkubasikan. Selama inkubasi
mengubah larutan yang tidak berwarna menjadi berwarna biru, lalu
ditambahkan stop reagen untuk menghentikan reaksi. Data diperoleh berdasarkan
pembacaan absorbansi sampel atau standar pada Elisa Reader dengan panjang
gelombang 450 nm.
3
Dari hasil uji terhadap 136 sampel daging ayam diperoleh residu Neomycin antara
0,1 ppm s/d >10 ppm sebanyak 89 sampel (65%) dan residu Neomycin tidak
terdeteksi (< 0,1ppm) sebanyak 47 sampel (35%). Data tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
!
"
!
#
$
%&'
($
))
'&
$
%%&
&*
%+
&
!
1. Residu Neomycin ttd (< 0.1 ppm) 47 sampel (35%)
2. Residu Neomycin ( 0.1 ppm s/d > 10 ppm) 89 sampel (65%)
3. Jumlah Sampel 136
4. Konsentrasi Max. > 10 ppm
5. Konsentrasi Min. < 0.1 ppm
6. Standar deviasi rata?rata dari deret standar 0.26 %
Neomycin
7. Limit deteksi kit Neomycin 100 ppb
8. Faktor pelarut sampel daging 10
Kit yang digunakan merupakan kit ( !" " #
) yang bersertifikat ISO 9001 dari SGS, standar deviasi dari standar Neomycin
yang digunakan ≤ 6% dengan kemurnian Neomycin dalam kit 100%. Validasi untuk
kit Neomycin berdasarkan metode validasi Eropa No 657/2002.
Hasil pembacaan absorbansi dari masing?masing standar (dilakukan duplo)
dihitung standar deviasinya untuk menentukan validitas dari kit yang digunakan.
Standar deviasi rata?rata yang diperoleh dari 6 konsentrasi standar adalah sebesar
0.26%, berarti masih dibawah standar deviasi yang ditentukan dari kit tersebut yaitu
≤ 6% (dapat dilihat pada Tabel 2.)
!
,
!
&
%
$
$
-)
$
*
$
"
,
.
/01
232
/01
0 (Blanko) 0.851 0.850 0.851 0.08
10 (ng/ml) 0.782 0.783 0.783 0.09 92.00
25 (ng/ml) 0.661 0.662 0.662 0.11 77.78
100 (ng/ml) 0.425 0.423 0.424 0.33 49.85
250 (ng/ml) 0.280 0.281 0.281 0.25 32.98
1000 (ng/ml) 0.105 0.104 0.105 0.68 12.29
4
no reviews yet
Please Login to review.