jagomart
digital resources
picture1_Manfaat Penulisan Makalah 221 | Makalah Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan


 493x       Tipe DOCX       Ukuran file 0.03 MB    


Manfaat Penulisan Makalah 221 | Makalah Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
makalah ketentuan umum dan tata cara perpajakan bab i pendahuluan latar belakang pajak adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita peranannyapun dalam pengembangan suatu negara juga sangat besar karena itu  ...

icon picture DOCX Word DOCX | Diposting 08 Dec 2021 | 4 thn lalu
Berikut sebagian tangkapan teks file ini.
Geser ke kiri pada layar.
        MAKALAH KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA 
        PERPAJAKAN
        BAB I
        PENDAHULUAN
        •    LATAR BELAKANG
        Pajak adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita, peranannyapun dalam pengembangan suatu 
        Negara juga sangat besar. Karena itu, di Indonesia banyak Undang-Undang maupun peraturan 
        perundang-undangan yang menjelaskan tentang pajak. Dari periode ke periode peraturan tentang 
        pajak selalu mengalami perubahan, begitupun di Indonesia. Sehingga muncullah istilah-istilah baru 
        tentang perpajakan yang harus diketahui oleh orang banyak. Selain itu perlu disadari juga bahwa 
        sebagian besar penduduk indonesia yang belum mempunyai NPWP, padahal NPWP tersebut sangat 
        penting bagi pembangunan Negara. Maka dari itu kami membuat makalah ini guna memberi tahu 
        pembaca tentang NPWP dan menumbuhkan kesadaran pembaca untuk membayar pajak.
        •    TUJUAN DAN MANFAAT
        Tujuan kami menulis makalah dan mengangkat Tema mengenai “KETENTUAN UMUM DAN TATA 
        CARA PERPAJAKAN” ini adalah guna memenuhi  tugas mata kuliah Perpajakan. Manfaat penulisan 
        makalah ini adalah untuk memperluas wawasan kami dan pembaca tentang masalah Perpajakan. 
        Selain itu supaya ada kesadaran pada diri kami dan pembaca untuk tertib membayar pajak.
        BAB II
        PEMBAHASAN
        A.    KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
        Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara
        Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 1994, 
        dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007. Undang-undang tentang 
        “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”  dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 
        28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban 
        aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.
        Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan 
        kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya, serta 
        melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat Jenderal pajak
        adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak 
        melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang 
        terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan 
        UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat 
        Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU 
        No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan 
        Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan 
        kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan 
        apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
        B.    NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
        1.    NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur jendral pajak 
        kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai 
        tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban 
        perpajakanya . Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib 
        Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam 
        pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan 
        dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 
        yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor 
        Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 
        perpajakan.  
        C.    SURAT PEMBERITAHUAN
        a.    Pengertian Surat Pemberitahuan 
        Surat Pemberitahuan yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan 
        dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban 
        sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. KUP:pasal 1, angka 11.
        b.    Fungsi SPT 
        1.    Fungsi SPT bagi wajib pajak PPh: 
        a.    Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak 
        yang sebenarnya terutang;
        b.    Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan sendiri dan/atau 
        melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
        c.    Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan sendiri dan/atau 
        melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak;
        2.    Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak : 
        a.    Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau 
        dipungut dan disetorkannya 
        3.    Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak 
        a.    Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan 
        PPn-BM yang seharusnya terutang;
        b.    Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha 
        Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang telah ditentukan oleh peraturan 
        perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
        c.    Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
        c.    Kewajiban terhadap SPT
        •    Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam 
        bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan 
        menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak 
        terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. KUP : Pasal 3
        ayat (1)
        •    Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
        •    Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak 
        ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah 
        saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
        •    Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling 
        lambat sebelum SPT disampaikan.
        •    Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di 
        daerah tertentu paling lama 2 bulan.
        d.    Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
        Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) 
        sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak 
        menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat 
        merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi 
        administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
        D.    TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
        Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai 
        dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan 
        pelaporan pajak terutang.
        a.    Kewajiban Membayar Pajak
        Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
        I.    Membayar sendiri pajak yang terutang:
            Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)
        Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini 
        dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu 
        tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun 
        dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
        Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan 
        bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu: 
            Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
        Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan 
        kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, 
        yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda 
        dengan tempat tinggal.
        Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan 
        dari masing-masing tempat usaha
            Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT).
        Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 
        ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
        Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
        Lapisan Penghasilan Kena Pajak    Tarif Pajak
        Sampai dengan Rp 50.000.000,-    5%
        di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-    15%
        di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-    25%
        di atas Rp 500.000.000,-    30%
        b.    Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari 
        penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang 
        Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
        Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- 
        mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat 
        (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 
        4.800.000.000,-
        c.    Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh 
        Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
        Pihak lain disini adalah:
            Pemberi penghasilan;
            Pemberi kerja; atau
            Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
        Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada 
        bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2). 
            Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk 
        pemerintah.
        Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
            Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
            Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
            Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan 
        cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara 
        lain seperti menggunakan mesin teraan.
            Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi) di atas Rp 
        250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.
        b.    Pemotongan / Pemungutan Pajak
        Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan
        mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi
        penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk 
        memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak 
        badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar 
        negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai 
        pemotong/pemungutan pajak.
        Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh 
        Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari 
        masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
        a.    PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada 
        oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang 
        dilakukan.
        Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. 
        Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas 
        penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. Wajib Pajak 
        perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya 
        dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak 
        perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.
        b.    PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh 
        Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan 
        barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di 
        bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
        Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
            Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
            Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
            Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, 
        dan otomotif;
            Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan 
        usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari 
        pedagang pengumpul;
            Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah
        Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sebagai pihak yang 
        dipungut PPh Pasal 22.
        c.    PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan 
        sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan 
        dalam negeri, dan BUT.
        Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa service 
        mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
        d.    PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan 
        sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya 
        kepada WP luar negeri.
        Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan tertentu (royalty) 
        yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
        e.    PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
        Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran
        untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas 
        tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
        Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau
        dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak 
        dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
        f.    PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi 
        penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus.
        g.    PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau 
        Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau 
        jasa kena pajak.
        b.    Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak
        Wajib Pajak wajib membayar atau menyetora pajak yang terhutang dengan mengguanakan Surat 
        Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan 
        Menteri Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
        Tempat pembayaran tersebut adalah:
        a.    Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;
        b.    Kantor pos.
        Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan 
        pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat 
        dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
Kata-kata yang terdapat di dalam file ini mungkin membantu anda melihat apakah file ini sesuai dengan yang dicari :

...Makalah ketentuan umum dan tata cara perpajakan bab i pendahuluan latar belakang pajak adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita peranannyapun dalam pengembangan suatu negara juga sangat besar karena itu di indonesia banyak undang maupun peraturan perundang undangan menjelaskan tentang dari periode ke selalu mengalami perubahan begitupun sehingga muncullah baru harus diketahui oleh orang selain perlu disadari bahwa sebagian penduduk belum mempunyai npwp padahal tersebut penting pembangunan maka kami membuat ini guna memberi tahu pembaca menumbuhkan kesadaran untuk membayar tujuan manfaat menulis mengangkat tema mengenai memenuhi tugas mata kuliah penulisan memperluas wawasan masalah supaya ada pada diri tertib ii pembahasan a mengatur uu no tahun sebagaimana telah diubah dengan terakhir dilandasi falsafah pancasila uud dasarnya hak kewajiban wajib wewenang aparat pemungut serta sanksi sistem dianut self assesment yaitu diberikan kepercayaan mendaftarkan menghitung terutang menyeto...

no reviews yet
Please Login to review.