Authentication
1871x Tipe DOC Ukuran file 0.04 MB
TUGAS KODE ETIK PSIKOLOGI
NAMA : Vallendiah A
NIM : 707102012
Kasus
Seorang wanita berinisial ZT berusia 30 tahun, bekerja sebagai karyawan di
sebuah bank terkemuka di Indonesia, datang kepada psikolog untuk meminta
bantuan psikologis. ZT mengeluhkan bahwa suaminya kerap bertindak kasar
secara verbal kepada dirinya. ZT dan suaminya sudah menikah selama lima
tahun dan belum dikaruniai seorang anak. ZT merasa suaminya berubah setelah
dokter memberikan vonis kepada ZT bahwa kandungannya bermasalah,
sehingga ZT akan sulit memiliki keturunan. Suami ZT seolah menjauh dengan
berbagai alasan. Suami ZT mulai malas untuk pulang ke rumah dan
menghabiskan sepanjang hari di untuk bekerja di kantor. Dengan kondisi seperti
ini, ZT cukup tertekan. ZT merasa dirinya sudah tidak berguna lagi sebagai
seorang istri.
Ketidak sanggupan ZT menghadapi suaminya, diutarakan kepada ibu
mertuanya. Diluar dugaan ZT, ibu mertuanya berbalik memarahi ZT dan
menganggap bahwa ZT tidak pantas menjadi menantunya lagi. Singkatnya, ibu
mertua ZT memintanya untuk bercerai dari suaminya. Setelah peristiwa itu, ZT
merasa dirinya tertekan luar biasa. ZT mulai enggan bertemu dengan orang lain,
dan mulai tidak bergairah untuk menjalani rutinitas sehari-hari. ZT seperti
kehilangan semangat hidup, pekerjaannya sebagai karyawannya pun perlahan ia
tinggalkan. Badannya tidak lagi segar seperti dahulu, dan pemikirannya tidak lagi
secemerlang dahulu sebelum vonis dokter “mampir” ke dalam kehidupan rumah
tangganya. Kondisi fisik ZT yang kian memburuk, membuat salah satu sahabat
ZT prihatin. Keprihatinannya diperkuat dengan seringnya ZT bercerita akan
melakukan bunuh diri.
Secara tidak sengaja, sahabat ZT menyaksikan acara talkshow rumah tangga
di sebuah stasiun TV swasta. Talkshow tersebut menghadirkan seorang psikolog
yang memberikan layanan psikologis dengan menggunakan cara “palm mistery”
atau membaca garis tangan. Menyaksikan acara tersebut, ia teringat ZT yang
sedang mengalami permasalahan rumah tangga yang cukup berat. Tanpa berfikir
panjang, ia membawa ZT kepada psikolog tersebut di tempat prakteknya.
ZT dan sahabatnya disambut ramah dengan psikolog RG. Psikolog yang
sering muncul di layar televisi ini berpenampilan menarik, dengan aksesoris yang
cukup menarik perhatian. ZT masuk ke dalam ruang praktik, dan sahabatnya
menunggu di luar ruangan. ZT mulai mengutarakan permasalahan yang dihadapi
olehnya. ZT menceritakan rasa marahnya kepada suami, dan ibu mertuanya
termasuk keenganan ZT untuk kembali bekerja dan bersosialisasi. RG
mendengarkan keluhan ZT dengan seksama dan sejurus kemudian RG
mengeluarkan bandul pendulum yang terletak di laci meja praktiknya. Pendulum
tersebut diletakkan menggantung diatas telapak tangan ZT, dan RG mulai
melakukan diagnosa “klinis” nya. RG mulai mencatat hasil temuannya dan
meminta ZT untuk kembali menemuinya minggu depan.
Pertemuan kedua dengan RG, ZT diminta untuk membuka telapak tangganya
dan memeberikan saran kepada ZT untuk bercerai saja karena suami ZT
bukanlah jodoh yang diberikan oleh Tuhan. ZT yang dirundung kegalauan seolah
mendapat dukungan dan mulai terpengaruh dengan kalimat yang diungkapkan
oleh RG. Selain itu, ZT disarankan untuk keluar dari pekerjaannya dan
membangun bisnis di luar kota, untuk melepaskan intervensi dari pihak keluarga.
Semua diagnosis dilakukan oleh RG tanpa memberikan kesempatan kepada ZT
untuk menceritakan runutan masalahnya. ZT merasa cocok dengan saran yang
diberikan oleh RG. Setelah menyelesaikan sesi konseling dengan RG, ZT
melakukan hal yang disarankan oleh RG, yaitu bercerai dari suaminya kemudian
pindah keluar kota untuk memulai usaha baru.
Keputusan yang ekstra cepat membuat suami ZT kaget. Suami ZT
menjelaskan alasan ia menghabiskan sepanjang hari di kantor karena
perusahaan tempatnya bekerja sedang dalam masalah. Bahkan, suami ZT
menerima dengan lapang dada jika mereka tidak memiliki anak. Suami ZT
dengan sengaja tidak menceritakan masalah yang dihadapinya di kantor untuk
menjaga perasaan istrinya. Penjelasan yang dilakukan suami ZT berbanding
terasa miris dengan bergulirnya kasus rumah tangga mereka di meja hijau.
Disaat yang bersamaan, ZT mendengar kabar dari media elektronik bahwa RG
adalah salah satu psikolog lulusan luar negeri yang tidak memiliki izin praktik di
Indonesia.
ANALISIS KASUS
Kemunculan RG di media cetak mampu menarik perhatian salah satu klien
yang sedang mengalami permasalahan psikologis. Gelar psikolog yang
tercantum di akhir namanya membuat masyarakat mengenalinya sebagai praktisi
psikolog yang dapat memberikan bantuan psikologis. Namun, saat RG menerima
klien di tempat praktek pribadinya, ia tidak menggunakan teknik psikoterapi yang
seharusnya digunakan oleh psikolog. RG menggunakan kemampuannya di
bidang ilmu lain, yaitu ilmu parapsikologi bukan ilmu psikologi. Meskipun
keduanya adalah bagian dari ilmu, namun parapsikologi belum dapat
dipertanggung jawabkan dengan pasti keilmiahannya. Hal tersebut dijelaskan
pada BAB I pasal 2 Kode Etik Psikologi Indonesia
Pasal 2
TANGGUNG JAWAB
2.1. Tanggung Jawab Etika:
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mempunyai tanggung jawab etika dalam
melaksanakan tugasnya. Mereka terikat pada Kode Etik Psikologi Indonesia.
2.2. Tanggung Jawab Hubungan Profesional dan Ilmiah
Tanggung jawab Ilmuwan Psikologi dalam memberi jasa psikologi dan
Psikolog dalam memberikan jasa dan praktik psikologi hanya dalam konteks
hubungan atau peran profesional maupun ilmiah.
Jika RG akan menggunakan palm mistery dalam menangani kliennya,
hendaknya tidak menggunakan gelar psikolog dalam melakukan assesment dan
menegakkan diagnosa klinis. RG dituntut untuk bertanggung jawab memberikan
jasa dan praktik psikolog kepada kliennya dalam konteks hubungan atau peran
profesional maupun ilmiah, bukan yang bersifat non ilmiah. Kalaupun RG tidak
mampu menangani kliennya secara profesional, RG disarankan untuk merujuk
klien tersebut kepada tenaga yang lebih berkompeten dan berpengalaman
dibandingkan dengan dirinya. Sesuai dengan BAB I pasal 3 Kode Etik Psikologi
Indonesia yang berbunyi,
Pasal 3
BATAS KEILMUAN
3.1. Menyadari Keterbatasan Keilmuan
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya atas keterbatasan
keilmuan psikologi, yang dinyatakan dalam sikap dan cara kerja berdasarkan
kaidah yang berlaku dalam ruang lingkup keilmuan psikologi. Ada tiga hal
Kode Etik Psikolog dan Ilmuwan Psikologi 12
yang menjadi landasan pentingnya kesadaran ini dimiliki oleh Ilmuwan
Psikologi dan Psikolog, yaitu:
a) Mencegah Ilmuwan Psikologi dan Psikolog untuk melakukan kegiatan
yang melampaui batas keilmuannya.
b) Mendorong kerja sama dengan profesi lain yang terkait dalam upaya
mengatasi permasalahannya dengan tetap memperhatikan usaha untuk
menghargai dan menghormati kompetensi dan kewenangan masingmasing
pihak.
c) Memberikan informasi kepada pengguna jasa tentang keterbatasan
keilmuan psikologi yang mendorong masyarakat untuk dapat
memanfaatkan jasa/praktik psikologi secara benar.
3.2. Konsultasi dan Rujukan
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengatur konsultasi dan rujukan yang
pantas, didasarkan pada prinsip kepentingan dan persetujuan klien dengan
mempertimbangkan berbagai hal, termasuk segi hukum dan kewajiban lain.
Berdasarkan keterbatasan kemampuan, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
bekerjasama dengan profesi lain untuk melayani klien. Dalam praktik
perujukan kasus kepada ahli lain, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus
konsisten dengan hukum yang berlaku.
Selain itu, RG memberikan saran kepada klien tanpa mendengar penjelasan
mengenai permasalahan yang dihadapi oleh klien. Klien RG yang memang
memerlukan bantuan dan dukungan secara psikologis percaya dengan saran
yang diberikan oleh RG, selaku psikolog. Tanpa mendengar penuturan klien,
seolah RG memahami betul yang dialami klien dengan menggunakan metode
palm mistery. Saran instan yang diberikan RG agar klien bercerai dari suaminya
dan meninggalkan pekerjaannya pun dilakukan oleh klien yang sudah terlanjur
trust dengan psikolognya. RG sudah melakukan tindakan diluar batas
profesional psikolog dengan meleading klien untuk mengikuti keputusannya,
padahal tugas tenaga psikolog adalah sebagai fasilitator agar klien mampu
mandiri menyelesaikan permasalahannya dan membuat kehidupan klien lebih
bermakna.
Pelanggaran selanjutnya yang dilakukan oleh psikolog RG adalah tidak
memiliki izin praktik di Indonesia namun berani melakukan assesment dan
diagnosa kepada kliennya. Hal tersebut jelas di paparkan pada BAB I pasal 1
Kode Etik Psikologi Indonesia.
Pasal 1
PENGERTIAN
a) ILMUWAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan
universitas di dalam maupun di luar negeri, yaitu mereka yang telah
no reviews yet
Please Login to review.