Authentication
224x Tipe PDF Ukuran file 0.28 MB Source: eprints.umm.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversible dalam waktu singkat berupa mukus kental, spasme, dan edema mukosa serta deskuamasi epitel bronkus atau bronkiolus, akibat inflamasi eosinofilik dengan kepekaan yang berlebih. Serangan asma sering dicetuskan oleh ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, obesitas dan rangsangan yang bersifat antigen atau allergen antara lain, inhalan yang masuk ke tubuh melalui pernapasan, ingestan yang masuk badan melalui mulut, kontaktan yang masuk kebadan melalui kontak kulit (Dr.Pungky Samhasto, 2013) Asma menjadi salah satu masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017 dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma. Prevelensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 235 juta penduduk dunia saat ini menderita penyakit asma dan kurang terdiagnosis dengan angka kematian lebih dari 80% di negara berkembang. Di Amerika Serikat menurut National Center Health Statistic (NCHS) tahun 2016 prevelensi asma berdasarkan umur, jenis kelamin, dan ras berturut-turut adalah 7,4% pada dewasa, 8,6% pada anak-anak, 6,3% laki-laki, 9,0% perempuan, 7,6% ras kulit putih, dan 9,9% ras kulit hitam (Nursalam, 2017). Angka kejadian asma di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun 2015 mencapai 4,5%. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2015 mencatat 225.000 orang meninggal karena asma, dan menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma diperkiran akan meningkat sebesar 20% pada 10 tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik. 1 2 Faktor yang mempengaruhi asma dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu faktor genetik dan non-genetik. Faktor genetik sering dikaitkan dengan terjadinya asma dalam keluarga, kerentanan genetik mempengaruhi asma pada anak-anak. Faktor non-genetik yang mempengaruhi timbulnya asma yaitu faktor lingkungan yang perubahan cuaca, debu, asap, jamur dan kelembapan yang tinggi, serbuk sari, partikel hewan peliharaan, asap rokok, adapun faktor selain lingkungan seperti infeksi virus pernapasan, pemakaian obat golongan aspirin, aktivitas fisik, alergi makanan, serta emosi yang dapat mempengaruhi asma dan beberapa gejala asma dihubungkan dengan penyakit menetap berupa obstruksi saluran pernapasan diperkuat oleh jurnal penelitian (Rai, 2016). Kejadian kekambuhan asma disebabkan karena faktor lingkungan, perubahan cuaca dingin, makanan, pendidikan orang tua, sikap ibu dalam mengatasi kekambuhan asma (Nurtiyastuti, 2016). Serangan asma jika penderita tidak segera ditolong dengan alat bantu pernapasan untuk membantu melancarkan saluran pernapasannya penderita tidak terselamatkan dari kematian. Umumnya kematian pada penderita asma yang terkena serangan yang diakibatkan oleh tidak cukupnya pasokan oksigen dalam tubuh (Mumpuni, 2013). Asma dapat diatasi dengan baik dan akan lebih sedikit mengalami gejala asma apabila kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat. Olahraga dan aktivitas merupakan hal penting untuk membuat seseorang segar bugar dan sehat. Melakukan olahraga merupakan bagian penanganan asma yang baik. Namun anjuran olahraga terhadap penderita asma masih menjadi kontroversi. Disatu pihak olahraga dapat memicu gejala asma, namun di lain pihak olahraga dapat meningkatkan kemampuan bernapas penderita asma sehingga sangat penting dilakukan dalam upaya pengendalian asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Olahraga yang dianjurkan untuk penderita asma merupakan olahraga yang ringan dan sederhana, artinya olahraga yang disesuaikan dengan kemampuan penderita asma, latihan fisik merupakan salah satunya. Olahraga ini telah dirancang untuk penderita asma dengan tujuan meningkatkan 3 kebugaran fisik, koordinasi neuromuscular dengan meningkatkan kekuatan pernapasan dan kepercayaan diri (Maryanto, 2008). Latihan fisik mempunyai banyak jenis, salah satunya adalah olahraga pernafasan (Yoga, senam asma), renang, jalan cepat, lari, futsal, voli, sepeda santai, dan juga bulu tangkis. Aktivitas olahraga tersebut akan mengurangi ketergantungan penderita asma tersebut pada obat-obatan. Olahraga pernafasan mempunyai banyak manfaat untuk meningkatkan kekuatan tubuh. Secara umum, memperkuat kekuatan otot pernapasan yaitu otot diafragma dan mengatur irama pernapasan sehingga dapat meningkatkan fungsi paru (Ram, Robinson, Black Picot, 2005). Melakukan olahraga secara teratur dan sering, dengan intensitas yang adekuat, mendatangkan manfaat fisiologis yang sama bagi penderita asma mendapat nilai tambah. Hal ini dapat disebabkan karena fungsi sistem respirasi menjadi lebih efisien yang ditandai oleh menurunnya ventilasi paru untuk beban kerja pada umumnya, meningkatnya kapasitas pernafasan maximal (maximal breathing capacity), berkurangnya volume udara residu (udara sisa) yang disebabkan oleh berkurangnya udara yang terperangkap dan adanya pola ventilasi paru yang lebih efisien. Hal ini berarti bahwa penderita asma yang terlatih secara teratur (mempunyai volume oksigen maximal yang baik) mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan yang tidak berlatih, dan memiliki obstruksi saluran nafas yang ringan atau sedang. Sehingga asma baru akan terjadi pada tingkat aktivitas olahraga yang lebih berat dan akan menurunkan kebutuhan akan obat-obatan. Meningkatkan kebugaran juga bermanfaat bagi aspek psikologis dan sosiologis dengan meningkatkan rasa percaya diri, penerimaan dan penghargaan yang lebih baik dari kelompok sebayanya dan orang tuanya, yang akan membantunya menghilangkan stigma buruk sebagai penderita asma. Beberapa olahraga memicu terjadinya bronchkonstruksi yang lebih besar dari pada olahraga lainnya. Lari adalah bentuk olahraga yang paling provokatif untuk asma, berenang dan berjalan adalah yang paling kurang menimbulkan serangan. Bersepeda dan berkayak (dayung) kurang asmagenik 4 dari pada lari, tetapi lebih asmagenik dari pada renang dan jalan. Durasi olahraga menunjukkan bahwa bila kecepatan lari konstan, durasi antara 2-32 menit, semuanya menyebabkan terjadinya asma yang signifikan. Intensitas olahraga dengan durasi konstan, bila intensitas olahraga ditingkatkan, akan terjadi peningkatan kejadian bronchkonstruksi pasca olahraga. Macam pembebanan olahraga berat yang berpola intermiten dengan masa istirahat singkat misalnya sepak bola, squash dan tenis lapangan lebih disukai daripada olahraga yang bersifat kontinu misalnya lari lintas alam atau maraton. Kondisi lingkungan inhalan udara dingin atau kering ternyata meningkatkan berat bronchkonstruksi. Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga, karena asma pada anak berpengaruh terhadap berbagai aspek khusus yang berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk proses tumbuh kembang baik pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2014). Bila terjadi serangan asma akut anak akan mengalami sesak nafas, mengalami gangguan aktivitas sehari-hari, berkurangnya kebugaran jasmani, dan kecemasan yang berulang serta dapat menurunkan kualitas hidup dan tumbuh anak (Anurogo, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada anak penderita asma adalah fungsi psikososial, fungsi paru, karakteristik gejala asma dan frekuensi kontrol penyakit. Gambaran anak yang menderita asma berkaitan dengan gambaran kualitas hidupnya, sebagian besar anak penderita asma menyadari keterbatasan mereka dalam bermain, berlari-lari dan belajar, namun sebagian besar anak terkadang merasa marah dan frustasi dengan keadaan ini (Akour & Khader, 2008). Pelayanan Kesehatan anak terpadu dan holistik adalah pendekatan yang paling tepat dalam penanganan penyakit asma. Pelayanan ini meliputi aspek promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitative (pemulihan) yang dilaksanakan secara holistik (paripurna) untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal. Agar asma terkontrol dengan baik maka kemandirian ibu dan anak dalam menghadapi asma perlu ditingkatkan, karena dengan kemandirian ini akan
no reviews yet
Please Login to review.