Authentication
483x Tipe PDF Ukuran file 0.56 MB Source: staff.ui.ac.id
TATALAKSANA KOMPREHENSIF ASMA EKSASERBASI AKUT
C. Martin Rumende
A. DEFINISI ASMA EKSASERBASI AKUT
Asma eksaserbasi akut (acute severe asma, flare up) merupakan suatu keadaan
klinis dimana didapatkan adanya peningkatan gejala asma yang progresif,
ditandai dengan sesak napas, batuk, mengi atau rasa terikat di dada yang
semakin berat disertai dengan adanya penurunan fungsi paru yang juga bersifat
progresif. Pada asma eksaserbasi akut seringkali pasien harus mengubah
pengobatan yang biasa digunakan sebelumnya. Asma eksaserbasi akut dapat
terjadi pada pasien yang sebelumnya telah diketahui menderita asma atau
1,2
kadang-kadang dapat juga terjadi untuk pertama kalinya.
Eksaserbasi biasanya terjadi akibat adanya respons terhadap paparan
dari luar (misalnya infeksi saluran napas atas akibat virus, paparan dengan
serbuk sari tanaman, polusi) atau akibat ketidakteraturan dalam menggunakan
obat pengontrol, dan pada sebagian kecil pasien datang dengan gejala
eksaserbasi akut tanpa adanya paparan dengan faktor risiko yang jelas). Asma
eksaserbasi akut dapat terjadi pada pada pasien asma yang sebelumnya
terkontrol baik. Faktor risiko yang berkaitan dengan kematian akibat asma
eksaserbasi akut adalah :
Riwayat serangan asma yang hampir fatal sebelumnya yang memerlukan
tindakan intubasi dan dukungan ventilator mekanik.
Riwayat perawatan atau kunjungan ke emergensi karena serangan asma
dalam tahun terakhir,
Menggunakan atau menghentikan obat kortikosteroid oral.
Menggunakan 2-agonis kerja singkat yang berlebihan, khususnya
salbutamol yang lebih dari satu canister dalam setiap bulannya.
Riwayat gangguan psikiatri atau gangguan psikosomatik.
Ketidaktaatan dalam menggunakan obat-obat asma sebelumnya.
1,2,3
Pasien asma dengan riwayat alergi makanan.
B. DIAGNOSIS ASMA EKSASERBASI AKUT
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut akan didapatkan adanya
perburukan gejala klinis asma disertai dengan penurunan fungsi paru, ditandai
dengan penurunan peak expiratory flow (PEF) atau penurunan forced expiratory
volume in 1 second (FEV1). Dalam keadaan eksaserbasi pengukuran kedua
parameter tersebut akan memberikan petunjuk yang lebih baik mengenai
beratnya eksaserbasi dibandingkan dengan gejala klinis saja. Namun demikian
adanya peningkatan frekwensi gejala asma merupakan parameter yang lebih
sensitif untuk menentukan onset eksaserbasi dibandingkan dengan pengukuran
PEF. Sebagian kecil pasien mengalami penurunan fungsi paru yang signifikan
tanpa adanya perubahan dari gejala asmanya. Keadaan ini umumnya dialami
oleh pasien dengan riwayat serangan asma yang hampir fatal sebelumnya dan
umumnya dialami oleh kaum pria. Asma eksaserbasi akut berpotensi
menyebabkan kegawatan dan dalam tatalaksananya memerlukan pengkajian
yang cermat dan pengawasan yang ketat. Pasien dengan eksaserbasi asma yang
berat disarankan untuk segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat untuk
1,2,3
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
C. TATALAKSANA ASMA EKSASERBASI AKUT DI PUSAT LAYANAN PRIMER
Tatalaksana asma eksaserbasi akut di layanan primer mencakup beberapa hal
penting yaitu melakukan pengkajian beratnya asma, melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, melakukan pengukuran fungsi paru secara obyektif dan
1
memberikan pengobatan untuk asma eksaserbasinya itu sendiri (Gambar 1).
1. Pengkajian beratnya eksaserbasi asma.
Anamnesis singkat dan terarah serta pemeriksaan fisis yang berkaitan harus
dilakukan secara bersamaan dengan pemberian terapi awal, dan semua data-
data penting kemudian dicatat. Jika pasien memperlihatkan gejala dan tanda
serangan asma yang berat atau mengancam nyawa, pengobatan dengan 2-
agonis kerja singkat, pemberian oksigen dan kortikosteroid sistemik harus
segera dimulai, sementara pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke rumah sakit
dengan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Sebaliknya pasien dengan
eksaserbasi yang ringan sampai sedang dapat ditangani di fasilitas kesehatan
primer yang memiliki peralatan dan tenaga medis yang memadai. 1,2
2. Melakukan anamsesis yang terarah.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui hal-hal penting berikut yaitu :
Menentukan onset dan penyebab dari eksaserbasi (bila memungkinkan).
Menentukan beratnya serangan asma.
Ada tidaknya gejala anafilaksis. Ada tidaknya faktor risiko kematian yang
berkaitan dengan eksaserbasi asma.
Obat-obat pelega dan pengontrol yang digunakan belakangan ini,
termasuk dosis dan devices yang digunakan, keteraturan penggunaan
obat, ada tidaknya perubahan dosis dan respons terhadap terapi yang
digunakan selama ini.
3. Pemeriksaan fisis.
Saat melakukan pemeriksaan fisis harus dikaji hal-hal berikut :
Tanda eksaserbasi akut yang berat, meliputi tanda-tanda vital, ada
tidaknya penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, mengi dan
kemampuan untuk mengucapkan suatu kalimat .
Ada tidaknya faktor pemberat (komplikasi) lain, misalnya reaksi
anafilaksis, pneumotoraks dan pneumonia.
Kemungkinan adanya penyebab sesak yang lain misalnya gagal jantung,
emboli paru dan aspirasi benda asing.
4. Pengukuran parameter obyektif
Pengukuran parameter obyektif untuk menilai beratnya eksaserbasi asma
dilakukan dengan :
Pengukuran pulse oximetry (saturasi O2 < 90 % memberikan petunjuk
perlunya terapi yang agresif).
Peak Expiratory Flow pada pasien > 5 tahun.
5. Terapi medika mentosa.
Terapi awal yang utama mencakup pemberian 2-agonis kerja singkat secara
berulang-ulang, pemberian kortikosteroid sistemik dini dan pemberian
oksigen secara terkontrol. Tujuan terapi adalah untuk dengan cepat
mengatasi obstruksi dan hipoksemia dengan mengacu pada reaksi inflamasi
1-4
yang mendasari patofisiologinya serta juga untuk mencegah kekambuhan.
Inhalasi beta2-agonis kerja singkat. Untuk eksaserbasi asma yang
ringan sampai sedang, inhalasi 2-agonis kerja singkat diberikan secara
berulang-ulang yaitu 4-10 semprot setiap 20 menit dalam 1 jam pertama.
Terapi inhalasi ini umumnya cukup efektif dan efisien untuk mengatasi
obstruksi saluran napas dengan cepat. Setelah 1 jam pertama dosis 2-agonis
kerja singkat berikutnya bervariasi antara 4-10 semprot yang diberikan tiap
3-4 jam, hingga 6-10 semprot yang diberikan tiap 1-2 jam. Tidak diperlukan
lagi penambahan 2-agonis kerja singkat jika didapatkan adanya respons
terhadap terapi awal, yang ditandai dengan peningkatan PEF > 60-80%
predicted untuk selama 3-4 jam. Pemberian 2-agonis kerja singkat melalui
pressurized Metered-Dose Inhaler (pMDI) yang dilengkapi spacer dengan
ukuran sesuai atau melalui Dry Powder Inhaler (DPI) akan memberikan
perbaikan yang sama pada fungsi paru seperti pada nebulisasi. Cara
pemberikan yang paling cost-effective adalah melalui pMDI yang dilengkapi
1,2,3
dengan spacer asalkan pasien dapat menggunakan alat-alat tersebut.
Terapi Oksigen terkontrol. Terapi oksigen harus dititrasi dengan
bantuan pulse oximetry (bila tersedia) untuk mempertahankan saturasi
oksigen 93-95%. Pemberian oksigen secara terkontrol atau secara titrasi
akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian
oksigen 100% (high-flow oxygen therapy). Walaupun tidak tersedia oximetry,
pemberian oksigen tidak boleh ditunda dan pasien harus dimonitor untuk
mengetahui adanya perburukan gejala, penurunan kesadaran dan adanya
1,2
kelelahan.
Kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid sistemik harus segera
diberikan khususnya bila didapatkan perburukan pasien atau bila pasien
telah meningkatkan dosis obat-obat pengontrol dan pelega sebelum
timbulnya perburukan gejala. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa
adalah 1 mg prednisolon/kgBB/hari atau ekuivalennya hingga maksimum 50
1
mg/hari. Kortikosteroid oral harus diberikan selama 5-7 hari.
Obat-obat pelega. Pasien yang sebelumnya telah menggunakan obat-
obat pelega disarankan untuk menaikan dosisnya untuk selama 2-4 minggu
berikutnya. Jika pasien sebelumnya tidak menggunakan obat-obat
pengontrol, harus selalu disarankan untuk menggunakan terapi steroid
inhalasi secara teratur, karena pasien berisiko untuk mengalami eksaserbasi
1,2
kembali berikutnya.
Antibiotik. Dari penelitian yang ada, tidak disarankan pemberian
antibiotik pada asma eksaserbasi akut bila tidak ada bukti adanya tanda-
tanda infeksi. Adanya infeksi pada asma eksaserbasi akut dapat diketahui
dari adanya demam, sputum purulen dan adanya infiltrat pada foto toraks
akibat adanya pneumonia. Terapi kortikosteroid agresif harus diberikan
1
sebelum mempertimbangkan pemberian antibiotik.
6. Evaluasi Pengobatan.
Selama pengobatan pasien harus dimonitor secara ketat dan terapi dititrasi
sesuai dengan responsnya. Pasien dengan gejala dan tanda eksaserbasi yang
berat atau yang mengancam nyawa dan tidak membaik dengan terapi yang
diberikan dan bahkan terus mengalami perburukan, harus dirujuk segera ke
unit emergensi rumah sakit yang lebih lengkap. Pasien yang menunjukkan
perbaikan yang minimal atau lambat dengan terapi 2-agonis kerja singkat,
harus dimonitor secara ketat. Pada sebagian besar pasien, monitoring fungsi
paru dapat dilakukan setelah terapi 2-agonis kerja singkat mulai diberikan.
Terapi tambahan lainnya harus dilanjutkan sampai nilai PEF atau FEV1
mencapai plateau atau idealnya sampai kembali ke nilai terbaik pasien
sebelumnya. Selanjutnya dibuat keputusan untuk menentukan apakah pasien
1-3
dapat dipulangkan atau harus dirujuk.
no reviews yet
Please Login to review.