Authentication
485x Tipe PDF Ukuran file 1.10 MB Source: hortikultura.pertanian.go.id
Penanganan OPT Pascapanen pada Komoditas Buah – Buahan
Komoditas buah – buahan tropis khas nusantara merupakan aset berharga bagi
negara Indonesia, dimana memerlukan pengelolaan serta pengembangan yang baik
menyangkut tata produksi, penanganan pascapanen, pengolahan serta pemasarannya.
Keberhasilan agribisnis komoditas buah – buahan mensyaratkan jumlah dan kontinuitas
pasokan dari buah yang terjamin kualitasnya. Panen merupakan kegiatan untuk
mengumpulkan buah secepat mungkin dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan
yang tepat dengan tingkat kerusakan, kehilangan hasil dan biaya minimum. Jaminan
akan kualitas mutu buah tersebut dapat diperoleh melalui penanganan pasca panen
yang baik dan memadai dengan memerhatikan faktor – faktor yang berpengaruh
terhadap mutu buah. Penanganan pascapanen buah dirancang dalam bentuk rangkaian
kegiatan dari panen hingga buah dikemas dan siap didistribusikan pemasarannya atau
untuk mendapatkan perlakuan seperti penyimpanan, pemeraman atau perlakuan khusus
lainnya yang dituntut konsumen.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan agribisnis buah pada saat fase
pascapanen buah – buahan adalah gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT) pada buah. Salah satu strategi keberhasilan yang wajib dilakukan adalah
kegiatan pengelolaan OPT pascapanen pada komoditas buah. Pengelolaan OPT
pascapanen pada komoditas buah dilakukan berdasarkan pertimbangan harga jenis
pestisida kimia dan biaya dalam aplikasinya, risiko polusi yang mungkin ditimbulkan,
risiko penolakan publik terhadap penggunaan pestisida, suhu, kelembaban, curah hujan,
populasi gulma, serangga dan penyakit serta populasi serangga predator atau parasit
yang kemungkinan ada di bangsal penanganan pascapanen buah.
Beberapa penyakit pasca panen yang menyerang komoditas buah tropika di
Indonesia, diantaranya : a). Jeruk (busuk pangkal, busuk aspergillus, busuk pangkal
buah / kapang penicillium); b). Mangga (lalat buah, antraknosa, dan busuk pangkal buah
(stem – end rot); c). Pisang (lalat buah, antraknosa, busuk buah (finger rot); d) Nanas
(busuk pangkal (butt rotm black rot); e). Pepaya (Antraknosa, busuk Rhizopus, bercak
buah Alternaria, busuk pangkal batangm busuk kering (dry rot), papaya ring spot virus;
f). Alpukat (antraknosa).
Jika terjadi gejala busuk pada buah di dalam tempat penyimpanan setelah
panen, buah yang busuk tersebut akan menghasilkan C H yang cukup banyak dan
2 4
akan mengakibatkan pematangan sebelum waktunya pada buah yang sama dalam
ruang penyimpanan tersebut. Proses penularan (infeksi) dimulai dari buah yang masih
terdapat dalam pohon yang dapat tertular dari penetrasi langsung jamur patogen yang
menembus kutikula yang masih utuh, melalui luka – luka atau melalui lubang – lubang
alami pada permukaan tubuh buah. Juga dapat terjadi gejala penyakit pasca panen
yang dimulai dari luka – luka pada komoditi buah selama dan sesudah pemanenan,
seperti batang dari pohon buah yang dipotong dan juga kerusakan mekanik pada sel –
sel permukaan selama penanganan dan pengangkutan.
Teknologi pengendalian OPT pascapanen buah diperlukan dalam menjaga mutu
selama rantai pemasaran komoditas buah. Pengendalian OPT berawal dari pencegahan
infestasi hama dan penyakit dari daerah sentra produksi, sehingga dapat membatasi
penyebarannya. Faktor keberhasilan lain dalam agribisnis buah, diantaranya pemilihan
tanaman dan kultivar buah yang dilakukan berdasarkan prediksi keuntungan yang akan
diperoleh, dukungan program pemerintah menyangkut pengembangan buah, kondisi
lahan dan agroklimat, kemampuan adaptasi tanaman buah dan ketahanan terhadap
OPT. Penetapan waktu dan cara panen berdasarkan suhu, kelembaban, curah hujan,
intensitas cahaya, harga pasar dan prakiraan harga, mutu yang diinginkan pasar, biaya
panen termasuk tenaga kerja dan peralatan yang digunakan, laju kematangan dan risiko
kehilangan akibat lewat matang atau rusak akibat OPT.
Pengendalian OPT, merupakan hal yang sangat penting untuk komoditas buah –
buahan tujuan ekspor, mengingat perdagangan dunia telah mensyaratkan ketentuan
tentang kesehatan tumbuhan. Penyakit pascapanen dapat menyerang buah ketika
masih berada di tanaman atau setelah dilakukan pemanenan. Serangan OPT yang
menyerang buah ketika masih berada di pohon,biasanya berupa infeksi laten yaitu
gejala penyakit baru terlihat setelah buah matang. Infeksi yang terjadi karena luka pada
saat penanganan pascapanen yang tidak sesuai antara lain dapat berupa tangkai buah
yang dipatahkan sewaktu dipanen, memar, lecet dan pecah karena terjatuh. Luka
tersebut merupakan gerbang masuknya patogen penyebab penyakit. Mikroba penyebab
infeksi laten penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporiodes Penz.). Gejala
penyakit berupa noda warna cokelat di permukaan kulit buah dengan intensitas warna
cokelat meningkat serta meluas, dan masuk ke dalam daging buah kemudian terjadi
pembusukan pada buah. Penyakit pascapanen lain yang mungkin timbul diantaranya
busuk pangkal buah yang ditimbulkan oleh Botryodiplodia theobromae atau Dithorella
dominica Petrack. B. theobromae masuk ke dalam buah melalui luka pada tangkai
ditandai dengan noda warna hitam pada kulit di sekitar pangkal buah. Bila buah dibelah
terlihat daging buah dan kulit biji yang menghitam dan membusuk.
Penularan penyakit pascapanen pada komoditas buah sebelum dilakukan
pemanenan, spora dari jamur patogen berkecambah di permukaan buah yang sedang
berkembang dan setelah beberapa jam ujung bukuh hifa jamur membengkak untuk
membentuk alat pelekat. Setelah 24 – 72 jam, bergantung pada suhu sekitar dan tingkat
kemasakan buah, terjadi infeksi laten. Pada saat buah matang beberapa minggu atau
bukan kemudian, hifa menjadi aktif kemudian membentuk luka – luka pembusukan yang
khas pada buah yang matang. Infeksi jamur dapat berlangsung kapan saja selama
perkembangan buah, bila air bebas pada permukaan buah memungkinkan
perkecambahan spora – spora dan penembusan kutikula. Alat – alat perkembangbiakan
jamur dan bakteri patogen memeroleh jalan masuk ke dalam buah – buah muda melalui
lubang – lubang alami seperti mulut kulit, lentisel dan retak – retak pertumbuhan.
Buah – buahan segar tidak dapat dipanen tanpa menimbulkan luka pada badan
buah, sehingga patogen memeroleh jalan untuk memasuki komoditas tersebut dan
akhirnya menyebabkan pembusukan pada buah. Selain pada batang tanaman yang
dipotong, juga tidak dapat dihindarkan terjadinya kerusakan pada jaringan – jaringan
permukaan tanaman selama masa pemungutan, pengemasan dan pengangkutan. Luka
– luka yang mungkin terjadi tersebut harus ditekan seminimal mungkin, baik jumlah luka
maupun tingkat keparahannya.
Untuk menilai tingkat mutu komoditas buah dapat dibedakan menjadi komponen
mutu eksternal dan mutu internal. Komponen eksternal yaitu tampilan buah yang dapat
terlihat langsung dan merupakan penilaian pertama yang dapat memberi gambaran
tingkat mutu buah yang merupakan refleksi mutu internal atau kondisi dalam buah.
Beberapa hal yang memengaruhi mutu eksternal terdiri dari bentuk, ukuran, warna,
kesegaran, kebersihan dan kerusakan fisik maupun mikrobiologis. Kerusakan atau cacat
pada komoditas buah yang dapat timbul seperti cacat fisik (keriput, layu, terpotong,
tergores dan memar); cacat fisiologis (pelukaan akibat pembekuan (chilling injury),
pendinginan, terik matahari, bengkak/lepuh dsb); cacat patologis (pembusukan akibat
jamur atau bakteri dan cacat atau kelainan / penyimpangan akibat virus.
Mutu internal merupakan kondisi di dalam buah, menyangkut mutu konsumsi
(eating quality) meliputi jumlah yang dapat dikonsumsi (tebal kulit, rendemen jus dan
jumlah kerusakan), tekstur, citarasa dan nilai gizi. Tekstur atau nilai kekerasan
merupakan faktor penting yang berkaitan erat dengan tingkat kesegaran buah saat
dinikmati, dan juga turut menentukan kemampuan dalam menahan tekanan pada saat
dikapalkan atau dalam perjalanan transport. Buah yang lunak bila dikirim hingga jarak
jauh akan mengalami kehilangan dan kerusakan cukup tinggi akibat pelukaan secara
fisik. Cita rasa merupakan tanggapan atas rasa dan aroma beberapa komponen dalam
suatu komoditas hortikultura, sedangkan komponen nilai gizi menjadi bahan
pertimbangan di tahap akhir.
Mutu pascapanen hasil hortikultura umumnya tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat
dipertahankan. Mutu yang baik merupakan kombinasi penyesuaian dari mutu komoditas
yang dihasilkan produsen dengan sesuatu yang disukai konsumen. Bagi produsen
harus memerhatikan komoditasnya, varietas yang bernilai harus berdaya hasil tinggi,
tahan terhadap penyakit pascapanen, mudah dipanen, dan tahan untuk dikirim jarak
jauh. Bagi penerima dan distributor pasar, mutu tampilan merupakan hal penting,
dengan tingkat kekerasan buah yang lebih tinggi dan daya simpan relatif lebih panjang.
Salah satu permasalahan dalam usaha tani tanaman buah adalah serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berupa hama dan penyakit. Serangan hama
pada pertanaman biasanya ditandai dengan adanya kerusakan – kerusakan mekanis
dan seringkali terlihat wujud fisik dari hama. Beberapa serangga dapat berfungsi
sebagai penular atau vektor penyakit – penyakit tanaman yang disebabkan virus dan
mikoplasma. Serangan penyakit pada buah dapat dibedakan berdasarkan waktu
terjadinya infeksi patogen, sedangkan penyakit pascapanen biasanya disebabkan oleh
patogen yang menginfeksi sejak buah masih di pohon, yang gejalanya kemudian
berkembang saat buah dalam penyimpanan.
Dalam upaya pengendalian penyakit pascapanen buah, usaha pengendalian
dapat dilakukan baik saat buah masih ada di kebun maupun setelah panen.
Pengendalian penyakit pada saat setelah panen dapat dilakukan dengan beberapa car,
seperti penggunaan suhu rendah dalam penyimpanan, pencelupan dalam air panas,
penggunaan fungisida, irradiasi dan berbagai kombinasui teknik pengendalian lain.
Sebagai contoh perkembangan penyakit antraknose dalam buah matang dapat
0
dihambat dengan penyimpanan pada suhu rendah antara 10 – 15 C, tetapi dalam hal ini
tidak dapat menghambat proses pembusukan.
Contoh kasus pada pengendalian penyakit antraknose pada buah mangga,
pengendalian penyakit pada saat di pertanaman dapat dilakukan dengan a). Memotong
dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang; b). Penyemprotan kombinasi 0,25%
mancozeb + 0,2% dichrotophos + 2 g pupuk daun / liter air dalam selang waktu 7 – 10
hari sekali dari saat pembentukan tunas bunga sampai fase penuaan buah. Sedangkan
pengendalian penyakit setelah buah dipanen dapat dilakukan dengan pencelupan buah
0
dalam air panas bersuhu 55 C selama 5 menit atau menggunakan fungisida seperti
Benomil dan Benzimidasol dengan konsentrasi 500-1.000 ppm dengan pencelupan
selama 30 detik (Pantastico, 1986). Kombinasi perlakuan tersebut dengan penyimpanan
suhu rendah memberikan hasil yang sangat baik, sehingga mutu buah tetap terpelihara
dan masa simpan buah dapat diperpanjang.
Mutu buah setelah dipanen tidak dapat diperbaiki atau ditingkatkan, tetapi dapat
dipertahankan. Mutu buah yang baik akan diperoleh bila pemanenan dilakukan pada
tingkat ketuaan yang tepat, dimana perkembangan fisik buah telah mencapai maksimum
serta komponen kimiawi penyusunannya telah terbentuk dengan jumlah yang sudah
stabil. Selama pemanenan, buah harus dijaga agar tidak mengalami kerusakan
mekanis, pemanenan yang tidak sesuai prosedur akan memengaruhi mutu pemasaran
secara langsung. Memar dan luka mekanis pada saat pemanenan akan tampak sebagai
bercak berwarna cokelat dan kehitaman selama dalam penyimpanan. Luka – luka pada
kulit buah akan menjadi pintu masuk bagi patogen penyebab busuk pada buah.
no reviews yet
Please Login to review.