Authentication
275x Tipe PDF Ukuran file 0.10 MB Source: repository.uma.ac.id
9
BAB II
2.1 Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat
kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam
implementasinya. Banyak variable yang dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi.
Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat kebijakan
untuk mempengaruhi perilaku birokrat sebagai pelaksana kebijakan.
Birokrasi sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan. Birokrasi melaksana tugas maupun fungsi pemerintah dari
hari ke hari tentunya membawa dampak pada warganegaranya. Peranan birokrasi
sangat menentukan keberhasilan dari program yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Sinergitas antara pembuat kebijakan dengan birokrasi atau dengan
kata lain dinas sebagai implementator sangat penting guna pencapaian tujuan
kebijakan.
Winarno dalam bukunya yang berjudul Teori dan proses kebijakan Publik
menjelaskan pengertian implementasi kebijakan,sebagai berikut : “Implementasi
merupakan alat administrasi hukum dimana sebagai actor,organisasi,produser, dan
teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih
dampak atau tujuan yang diinginkan” (Winarno,2005:101).
Selanjut Nugroho (2014:657) menjelaskan implementasi pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak
kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada 2 (dua) pilihan
UNIVERSITAS MEDAN AREA
10
langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-
program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan
publik tersebut.
Defenisi tersebut menjelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan
pelaksanaan kegiatan administrasif yang legitimasi hukumnya ada. Pelaksanaan
kebijakan melibatkan berbagai unsure dan diharapkan dapat bekerjasama guna
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Pendapat Winarno tersebut sejalan dengan pendapat Nugroho dalam
bukunya yang berjudul kebijakan Publik formulasi, Implementasi dan Evaluasi
yang mengemukakan bahwa:
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan public, maka ada dua pilihan langkah
yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program –
program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari
kebijakan tersebut.(Nugroho,2004 : 158)
Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan
dengan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuan kebijakan melalui bentuk
program – program serta melalui derivate. Derivate atau turunan dari kebijakan
publik yang dimaksud yaitu melalui proyek intervensi dan kegiatan intervensi.
Secara tegas Edward III (2002 : I) menyatakan without effective
implementation the decision of policymakers will not be carried out successfully.
Melalui implementasi yang efektif sebuah kebijakan dapat berhasil mencapai
tujuannya. Dikemukakan Nugroho (2004 : 625) bahwa implementasi
menyumbang 60% keberhasilan dari sebuah kebijakan, perencanaan 20% dan
20% lagi sisanya adalah pengendalian implementasi. Perencanaan atas sebuah
UNIVERSITAS MEDAN AREA
11
kebijakan yang baik akan berperan menentukan hasil yang baik , namun sebaik
apapun sebuah kebijakan jika implementasinya tidak konsisten dengan konsep
maka kebijakan yang baik tersebut tidak akan memiliki makna.
Banyak penelitian yang menemukan bahwa dari konsep-konsep
perencanaan,rata-rata konsistensi implementasi antara 10-20%. Dari sini dapat
dilihat bahwa konsistensi implementasi dari konsep memiliki arti yang penting
karena dapat menentukan keberhasilan perencanaan mencapai tujuannya. Jadi
semakin konsisten implementasi dengan perencanaannya maka implementasi
tersebut semakin efektif.
Berkaitan dengan keefektifan implementasi, maka sebelum melaksanakan
implementasi kebijakan kiranya perlu diketahui terlebih dahulu pendekatan-
pendekatan implementasinya. Sebagaimana dikemukakan Peter Deleon dan Linda
Deleon pendekatan-pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat
dikelompokkan menjadi tiga generasi. Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-
an, memahami implementasi kebijakan sebagai masalah-masalah yang terjadi
antara kebijakan dan eksekusinya. Peneliti yang mempergunakan pendekatan ini
antara lain Graham T Alison dengan studi kasus misil kuba.
Pada generasi ini implementasi kebijakan berhimpitan dengan studi
pengambilan keputusan di sector publik. Generasi kedua, tahun 1980-an, adalah
generasi yang mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat
“dari atas ke bawah” (top downer perspective). Perspektif ini lebih fokus pada
tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara
politik. Pada ilmuwan sosial yang mengembangkan pendekatan ini adalah Daniel
UNIVERSITAS MEDAN AREA
12
Mazmanian dan Paul Sabartier, Robert Nakamura dan Frank Smallwood, dan Paul
Berman. Pada saat yang sama, muncul pendekatan bottom-upper yang
dikembankan oleh Michael Lipsky, dan Benny Hjern. Generasi ketiga, 19901-an,
dikembangkan oleh ilmuwan social Malcolm L Goggin, memperkenalkan
pemikiran bahwa variable perilaku actor pelaksana implementasi kebijakan lebih
menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Pada saat yang sama, muncul
pendekatan kontijensi atau situasional dalam implementasi kebijakan banyak
didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut. Para ilmuwan yang
mengembangkan pendekatan ini antara lain Richard Mathland, Helen Ingram, dan
Denise Scheberle.
Ada beberapa variable penting yang dapat menetukankeberhasilan
implementasi kebijakan. Beberapa pakar mengklarifikasikan variable-variable
penting dalam implementasi kebijkan. Pandangan Edward III dalam bukunya
Implementing Public Polyce, implementasi kebijakan di pengaruhi oleh empat
variable, yaitu :
“ Four critical factors or variables in implementing public police :
communication, resources, disposisi or attitude, and bureaucratic
structure”.
(Empat factor atau variable kritis dalam melaksanakan kebijakan public:
Komunikasi, sumber-sumber, disposisi atau sikap dan struktur birokrasi ).
(Edward III,2002 : 9-10).
Berdasarkan pandangan Edward III Keberhasilan implemtasi kebijakan
ditentukan oleh empat factor penting , Yaitu:
Pertama komunikasi kebijakan, berarti merupakan proses penyampaian
informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana
kebijakan (policy implementers). Komunikasi kebijakan memiliki beberapa
UNIVERSITAS MEDAN AREA
no reviews yet
Please Login to review.