Authentication
389x Tipe PDF Ukuran file 0.27 MB Source: media.neliti.com
SASI
Volume 25 Nomor 1, Januari - Juni 2019: hal. 13 - 26
Fakultas Hukum Universitas Pattimura
p-ISSN: 1693-0061 | e-ISSN: 2614-2961
Tinjauan Juridis Perkembangan Tanah-Tanah Adat
(Dahulu, Kini dan Akan Datang)
1
Novyta Uktolseja
2
Pieter Radjawane
1 Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Ambon, Indonesia
E-mail: nuktolseja@yahoo.co.id
2 Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Ambon, Indonesia
E-mail: pietraradja@gmail.com
Abstract: Regarding land acquisition by humans (land tenure), Indonesia has its own
history of the occurrence of various complex land tenure categories. Each land tenure
category each has a characteristic setting regarding land ownership and ownership, and
management objectives. This can be seen in Indonesian society in each area of residence
other than the Indonesian people, the land also affects the government which in this case
the government has the authority to control the land in use and intended for the
community but the fact that the community is at a disadvantage by the government. thus
how is the development of customary land which in the past was not registered, then in
the present many customary land must be registered if registered so that the status of the
land that was originally customary land changed status to property rights, then how to
protect land adat which does not register what the impact of these lands will be in the
future.
Keywords: Land, Customary Law.
A. PENDAHULUAN. yang sangat signifikan bagi seluruh umat
Tanah merupakan sumber manusia yang ada di muka bumi ini.
kehidupan bagi manusia, dengan tanah Tanah juga merupakan faktor
manusia dapat berpijak dalam melakukan terpenting bukan saja di saat manusia
semua aktifitasnya sehari-hari, dan seperti masih hidup tetapi disaat manusia
kita ketahui bahwa pada kenyataannya meninggal dunia, membutuhkan tanah
tanah adalah benda mati akan tetapi sebagai tempat peristirahatan yang
mempunyai sumber nilai dan manfaat terakhir. Pentingnya arti tanah bagi
kehidupan manusia adalah bahwa
13 | S A S I Vol. 2 5 N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 1 9
kehidupan manusia sama sekali tidak bisa tempat tertentu selama menunggu
dipisahkan dari tanah. Mereka hidup di hasil tanaman. Ikatan terhadap
atas tanah dan memperoleh bahan pangan tanahpun semakin erat oleh karena
dengan cara mendayagunakan tanah.1 cara beternak yang dikenal manusia
Hal ini dapat di lihat dalam dan bersamaan dengan pengenalan
kehidupan masyarakt Indonesia pada cara bercocok tanam.
masing-masing wilayah tempat tinggal 3. Tahap ketiga, yaitu tahap di mana
dan selain pada masyarakat Indonesia, manusia mulai menetap di tempat
tanah juga berdampak pada pemerintah tertentu dan tidak ada lagi
yang dalam hal ini pemerintah mempunyai perpindahan peroidik. Manusia
kewenangan untuk menguasai tanah di sudah mulai terikat pada
pergunakan dan diperuntukan pada penggunaan ternak untuk membantu
masyarakat tapi kenyataan yang terjadi usaha-usaha pertanian, untuk
masyarakat banyak di rugikan oleh kelangsungan hidupnya sudah mulai
pemerintah. dari hasil pertanian dan peternakan.
Sebagaimana yang sudah di jelakan Juga, pada tahap ini manusia mulai
diatas, maka keberadaan kehidupan terjamin hidupnya dengan
masyarakat dengan tanah merupakan mengandalkan hasil - hasil
suatu hubungan antara tanah dan pertanaian dan peternakan daripada
penguasanya, dalam hal ini adalah hidup mengembara. Mulai juga
masyarakat hukum adat, dalam kehidupan merasakan adanya surplus hasil-
sehari-hari menjalankan aktifitas mereka hasil produksi, corak pertanian,
berdasarkan aturan dan norma yang mengelola sendiri, menunggu hasil
berbeda-beda sesuai dengan adat tradisi pertanian untuk jangka waktu yang
yang dianut oleh masing-masing lama, kemudian memungut hasilnya
masyarakt hukum adat yang terpencar yang kemudian mendorong ke arah
pencar di seluruh belahan jiwa bangsa pemilikan tanah (individual),
Indonesia. meskipun masih tunduk pada
Menurut J.B.A.F. Polak, bahwa kehidupan persekutuan. Pada saat ini
hubungan manusia dengan tanah manusia mulai menetap dan
sepanjang sejarah terjadi dalam 3 (tiga) mengenal pertukangan, terdapat
tahap berikut ini.2 Yaitu : surplus hasil pertanaian dan
1. Tahap pertama, yaitu tahap di mana kerajinan pada kelompok hidup
manusia memperoleh kehidupannya orang-orang yang telah menetap.
dengan cara memburu binatang, Keadaan ini mendorong lahirnya
mencari buah-buahan hasil hutan, kelompok orang-orang yang mulai
mecari ikan di sungai atau di danau. mengkhususkan dirinya sebagai
Mereka hidup tergantung dari penjaga keamanan dan melindungi
persediaan hutan, mereka hidup masyarakat dari gangguan
mengembara dari tempat yang satu keamanan dari perampok.
ke tempat yang lain.
2. Tahap kedua, yaitu bahwa pada Berdasarkan tahap-tahap hubungan
tahap ini manusia sudah mulai manusia dengan tanah yang dikemukakan
mengenal cara bercocok tanam. oleh J.B.A.F. Polak tersebut, dapat
Manusia mulai menetap di suatu dikemukan bahwa hubungan manusia
1 2
. Muhibbin, Moh. (2011). Penguasaan atas Soeprapto, R. (1966). Undang-Undang
tanah timbul ( aanslibbing ) oleh masyarakat Agraria Dalam Praktek, Jakarta, Mitra Sari, h.
dalam perspektif hukum Agraria Nasional, 36.
Ringkasan Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, h. 1.
14 | S A S I Vol. 2 5 N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 1 9
dengan tanah pada awalnya adalah Berdasarkan uraian-uraian yang
pendudukan sebagai dasar usaha untuk tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa
menjadi sumber Penghidupannya. tanah dan masyarakat hukum adat yang
Kemudian berkembang pengurusan yang berlaku sebelum kemerdekaan dan
berkaitan dengan pemanfaatannya, dan sebelum berlakunya Undang-undang
akhirnya berkembang kepada penguasaan Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
atas tanah. Dengan berkembangnya Dasar Pokok Agraria (selanjutnya disebut
penduduk, kebutuhan tanah semakin luas UUPA) adalah tanah adat yang dikuasai
yang dikuasai.3 berdasarkan pada adat-istiadat masyarakat
Selain mempunya arti yang sangat persekutuan hukum adat baik secara
penting bagi manusia, tanah juga mempunyai komunal maupun secara individualitis
kedudukan yang penting bagi kehidupan dengan cara membuka hutan, yang
masyarakat hukum adat secara komunal merupakan hak manusia sebagai mahkluk
maupun secara individu, Hukum adat sosial.
mengenal adanya 2 (dua) hal yang Persoalan tanah yang terjadi dalam
menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan kehidupan masyarakat hukum adat
yang sangat penting di dalam hukum adat selama mereka masih hidup dalam
yang disebabkan oleh:
1. Karena sifatnya, yang merupakan wilayah yang dihakinya tidak terlepas dari
satu-satunya benda kekayaan yang adat-istiadat, hukum adat, persekutuan
meskipun mengalami keadaan yang dan anggota persekutuan. Dalam sistim
bagaimanapun juga akan tetap masih hukum yang dianut oleh Indonesia yaitu
bersifat tetap dalam keadaannya hukum tertulis (statuta law), Indonesia
bahkan menjadi lebih juga menganut hukum yang tidak tertulis
menguntungkan (unstatuta law), yaitu hukum adat,
menurut Koesnoe. 4 Adat adalah
2. Karena faktanya, yaitu
kenyataannya bahwa tanah itu keseluruhan dari pada ajaran-ajaran dan
adalah: amalannya yang mengatur cara hidup
a. Merupakan tempat tinggal orang Indonesia didalam masyarakat,
persekutuan (masyarakat) ajaran dan amalan mana langsung
b. Memberikan penghidupan dilahirkan dari pada tanggapan rakyat,
kepada persekutuan tentang manusia dan dunia, dalam
(masyarakat) hubungan ini adat adalah tatanan hidup
c. Merupakan tempat dimana para rakyat Indonesia Indonesia yang
warga persekutuan (masyarakat) bersumber pada pada rasa susilanya.
yang meninggal dunia Selanjutnya pengertian hukum adat
menurut Ter Haar Bzn.5Adalah bahwa
dikuburkan
d. Merupakan tempat tinggal bagi hukum adat lahir dari dan dipelihara oleh
para danyang - danyang keputusan - keputusan, keputusan para
pelindung persekutuan warga masyarakat, terutama keputusan
(masyarakat) dan roh - roh para berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang
leluhur persekutuan membantu pelaksanaan perbuatan-
(masyarakat). perbuatan hukum, atau dalam
pertentangan kepentingan keputusan para
3 5
Samosir, Djamanat. (2013). Hukum Adat Vollenhoven, C.Van, dalam Rato,
Eksistensi Dalam Dinamika Perkembangan Dominikus. (2011). Hukum Adat (Suatu Pengantar
Hukum Di Indonesia, Cetakan I, Bandung: Nuansa Singkat Memahami Hukum Adat Di Indonesia),
Aulia, h. . 99-100. Yogjakarta: Laksbang Pressindo, h. 13.
4
Koesnoe, H.Moh. (2002). Kapita Selekta
Hukum Adat Suatu Pemikiran Baru, Varia
Peradilan, Jakarta: IKAHI, h.. 6.
15 | S A S I Vol. 2 5 N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 1 9
hakim yang bertugas mengadili sengketa, Kebiasaan ini dibuat untuk dijadikan
sepanjang keputusan-keputusan itu, pedoman bagi anggota masyarakat
karena kesewenangan atau kurang berperilaku, dengan harapan apa yang
pengertian, tidak bertentangan dengan menjadi tujuan hidup mereka tercapai,
keyakinan hukum rakyat, melainkan misalnya tujuan hidup mereka itu adalah
senapas seirama dengan kesadaran ketentraman, keteraturan, ketertiban,
tersebut, diterima/diakui setidak-tidaknya kesejahteraan, kebaikan, jika kebiasaan itu
ditoleransikan olehnya. demikian baik, mulia, sudah terwujud,
Dari pandangan yang dikemukan maka dibutuhkan sarana yang lebih
oleh para sarjana tersebut diatas dapat bersifat memaksa agar setiap anggota
dilihat bahwa adat, hukum adat dan masyarakat menaati, mempertahankan
masyarakat hukum adat yang diakui dan melaksanakan, menjaga
secara tidak tertulis tersebut mempunyai kelestariannya, yaitu hukum.7
konsep yang hanya dipahami dan diakui Namun demikian, konsep adat juga
oleh masyarakat-masyarakat hukum adat merupakan keseluruhan dari pada ajaran-
itu sendiri, berbeda pandangan dengan ajaran yang mengatur cara hidup orang
pemerintah selaku pemegang kekuasaan Indonesia didalam masyarakat, ajaran dan
tertinggi yang secara tertulis mengakui amalan mana langsung dilahirkan dari
adat dan masyarakat hukum adat yang pada tanggapan rakyat tentang manusia
termuat dalam sumber-sumber hukum dan dunia,8.
negara. Konsep kehidupan masyarakat di
Selanjutnya adat adalah kebiasaan Indonesia memiliki pandangan-
suatu masyarakat yang bersifat ajeng pandangan mengenai hubungan manusia
(dilakukan terus-menerus), dipertahankan dengan tanahnya, demikian pula yang
oleh para pendukungnya. Kebiasaan berkaitan dengan cara hidup pada
merupakan cermin kepribadian suatu manusia tersebut, hal demikian juga yang
bangsa, ia adalah penjelmaan jiwa terjadi dalam kehidupan masyarakat di
bangsa itu yang terus menerus Maluku. Masyarakat di Maluku
berkembang secara evolusi dari abad ke merupakan masyarakat adat yang
abad,6. Pengertian adat yang merupakan terdiri dari kepulauan-kepulauan yang
konsep dasar dari timbulnya suatu terbagi atas dua jazirah yaitu; Jazirah
kebiasaan, yang pada akhirnya Hitu yang di sebut dengan belahan
menimbulkan suatu norma yang bagian Timur dan Jazirah Leitimor yang di
menjadikan suatu batasan-batasan yang sebut belahan bagian Barat, konsep
harus di patuhi yaitu hukum, dengan kehidupan adat dalam masing-masing
konsep hukum maka dapat dikatakan jazirah, Sangatlah berbeda-beda, di dalam
bahwa adat-istiadat tidak terlepas dari masing-masing jazirah juga tergambar
namanya hukum. jelas bagaimana kehidupan masyarakat
6
Perkembangannya itu ada yang cepat dan Rato, Dominikus. (2011). Hukum adat (suatu
ada yang lamban. Secepat apapun pengantar singkat memahami hukum adat di
perkembangannya, namun tidak bersifat Indonesia), Yogyakarta: Laksbang pressindo, h. 1
revolusioner.karena perkembangan revolusioner 7 Hukum yang dibuat untuk memaksa
bersifat membongkar hingga ke akar-akarnya. agar setiap anggota masyarakat atau masyarakat itu
Perkembangan kebiasaan, walaupun cepat tetapi sendiri menaati, mempertahankan,melaksanakan,
tidak membongkar semua akar kebudayaan bangsa menjaga kelestarian nilai budaya itu, diharapkan
itu, sebab di dalamnya terdapat nilai-nilai yang bersumber dan berlandaskan kebudayaan itu
menjadi dasarnya. Perkembangan selalu dilandasi sendiri. Drngan demikian anggota masyarakat itu
oleh nilai dasar yang menjadi pedoman mereka merasa ikut memiliki dan dengan demikian mereka
untuk mengubah, memperbaharui, atau akan mentaatinya dengan penuh kesadaran. Ibid, h.
menghilangkan sesuatu bagian dari kebiasaan itu 2
jika kebiasaan itu sudah tidak berfungsi lagi. 8 Koesno, H.Moh. Op. Cit., h.6.
16 | S A S I Vol. 2 5 N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 1 9
no reviews yet
Please Login to review.