Authentication
412x Tipe PDF Ukuran file 0.07 MB Source: journal.unair.ac.id
Doddy S. Singgih, “Metode Analisis Fungsi Lahan,” Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 1-8.
METODE ANALISIS FUNGSI LAHAN
DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI PEDESAAN
Doddy S. Singgih
Pendahuluan kompleksnya fungsi lahan tampak dari
makin banyaknya kebutuhan lahan untuk
Dalam tata kehidupan manusia yang ber- media tanam suatu tanaman produktif,
masyarakat, fungsi lahan --baik dalam arti sementara daya dukungnya makin terbatas.
media tanam (soil) maupun ruang (space)-- Sedang sebagai ruang, makin kompleksnya
sangat kompleks. Misalnya ketika manusia fungsi lahan tampak dari meningkatnya
mengenal usaha-tani monokultur, fungsi kebutuhan lahan untuk pembangunan peru-
lahan tidak hanya untuk bercocok tanam mahan, pertokoan, pabrik atau infrastruktur
secara subsisten saja. Namun lebih jauh lagi lainnya.
untuk membentuk struktur sosial petani, Selama ini analisis mengenai lahan
kebudayaan petani dan sebagai media masih bersifat parsial, sehingga tidak bisa
transformasi energi antara sistem sosial diperoleh pemahaman yang komprehensif.
petani dengan ekosistem pertaniannya. Misalnya melalui perspektif sosiologi, hanya
Saat ini, fungsi lahan semakin bisa diketahui fungsi lahan untuk mem-
kompleks dan tumpang-tindih antara media bentuk struktur sosial petani dan kebudaya-
tanam dan ruang. Akibatnya, berbagai an petani. Sedangkan melalui perspektif
konflik kepentingan dalam memperlakukan ekonomi pertanian, hanya bisa diketahui
lahan tidak dapat dihindarkan lagi, baik fungsi lahan untuk usahatani. Dan melalui
konflik antar individu maupun antar perspektif ekologi manusia, hanya bisa
kelompok sosial, ekonomi dan politik. diketahui fungsi lahan untuk me-lakukan
Catatan YLBHI-LBH Surabaya, transformasi energi antara sistem sosial
konflik lahan --terutama pengambilalihan petani dengan ekosistem pertanian.
lahan rakyat-- terjadi di 14 propinsi, dengan Makin kompleks fungsi lahan,
jumlah kasus 556 buah. Luas lahan yang mestinya berbagai perspektif keilmuan tidak
disengketakan 827.351 ha dan jumlah lagi melakukan analisis fungsi lahan secara
korbannya, yaitu petani atau rakyat parsial, karena dalam perspektif keilmuan,
sebanyak 214.356 KK. Khusus wilayah saat ini sangat dimungkinkan mengintegrasi-
Surabaya, konflik lahan terjadi di Surabaya kan berbagai metode analisis, jika kenya-
sendiri, Lakarsantri, Wiyung, Lidah Kulon, taan memang membutuhkan.
Babatan, Kendang Sari dan Benowo. Di Artikel ini akan mengemukakan
Jawa Timur, konflik lahan terjadi di Raci metode analisis lahan dengan memakai
(Pasuruan), Banongan (Situbondo), Pandan- perspektif sosiologi pedesaan. Dalam per-
wangi (Lumajang), Ringin Kembar, Tegal kembangannya perspektif ini berhasil
Rejo, Harjokuncaran (Malang), Kalibakar mengintegrasikan perspektif sosiologi,
dan Tirtoyudo (Malang Selatan), NV ekonomi pertanian, dan ekologi manusia
Gambar (Blitar), Sumberpetung (Kediri) secara proporsional. Integrasi bisa dilihat,
(Surabaya Post, 1999). dalam laporan Rusli dkk. (1995); Rusli dkk.
Sebagai media tanam, makin (1996); Collier dkk. (1996), atau berbagai
1
Doddy S. Singgih, “Metode Analisis Fungsi Lahan,” Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 1-8.
perspektif sosiologi pedesaan yang sejak ekonomi politik yang dikembangkan Samuel
awal dikembangkan Sajogyo dkk., di IPB L. Popkin (1979), yang memandang lain
(Sitorus dkk., 1996). terhadap lahan. Dalam perspektif ini, lahan
dipandang sebagai akses produktif yang bisa
Berbagai Perspektif Mengenai Lahan dimainkan secara rasional untuk memper-
oleh keuntungan, baik secara ekonomi
Dalam perspektif sosiologi pedesa-an, maupun politis.
setidaknya ada dua arti mengenai lahan.
Pertama, lahan sering diartikan sebagai Perspektif Phisiokrat
media tanam bagi suatu tanaman produktif.
Dalam arti ini, biasanya persoalan lahan Dalam artikel Zimmerman (Kartasubrata,
akan berkisar pada ketimpangan rasio antara 1983:5-10) dikemukakan, menurut
manusia dengan lahan, meningkat-nya perspektif phisiokrat hanya sektor pertanian
kepadatan fisik dan kepadatan agraris pada yang dianggap produktif, karena para petani
suatu daerah, dan menyempitnya luas rata- menghasilkan lebih banyak daripada yang
rata pemilikan dan/atau penguasaan lahan ditanamnya (product net). Hasil lebih itu,
produktif dalam setiap rumah tangga tani. kemudian oleh kelas produktif (petani)
Kedua, lahan sering diartikan sebagai ruang didistribusikan ke seluruh masyarakat, yang
untuk mendukung kehidupan manusia. terdiri dari kelas pemilik (pemilik lahan) dan
Dalam arti ini, biasanya persoalan lahan kelas steril (pedagang dan industrialis).
akan berkisar pada mengecilnya daya Pola distribusi dijelaskan Francois
dukung lahan terhadap kehidupan manusia, Quesnay dalam teori distribusi Tableau
proses alih-fungsi lahan pertanian ke Economique, seperti diagram di bawah ini.
nonpertanian yang melebihi ambang-batas,
dan penggunaan lahan marjinal untuk
perumahan, pertokoan, pabrik atau infra- Kelas Produktif
struktur lainnya. Saat ini, kedua arti
mengenai lahan saling tumpang-tindih
sehingga menimbulkan persoalan tersendiri. Kelas Pemilik Kelas Steril
Berikut ini dikemukakan, sejarah
perubahan dan/atau perkembangan per- Kelas Produktif
spektif mengenai lahan, terutama sejak
lahirnya perspektif phisiokrat yang Kelas Pemilik Kelas Steril
dipelopori Francois Quesnay, hingga
perspektif klasik yang dipelopori David Kelas Produktif
Ricardo. Sebagaimana diketahui, kedua
perspektif itu menjadi landasan perkem-
bangan perspektif modern mengenai lahan, Diagram Tableau Economique
terutama saat lahan dipandang sebagai
komoditas strategis secara ekonomi politik. Quesnay berasumsi dari total produksi
Misalnya, perspektif ekonomi moral yang petani sebesar 5 MLD (milyar frank diukur
dikembangkan James C. Scott (1976), yang secara riil pada waktu itu), 2 MLD
memandang lahan sebagai sumber daya diantaranya dikonsumsi sendiri, 2 MLD
yang bisa digunakan untuk membentuk didistribusikan ke kelas pemilik, 1 MLD
hubungan patron-klien yang menguntung- didistribusikan ke kelas steril.
kan kedua pihak. Di pihak lain, perspektif
2
Doddy S. Singgih, “Metode Analisis Fungsi Lahan,” Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 1-8.
Meski perspektif phisiokrat ter- mintaan hasil pertanian dan makin banyak-
bilang kuno --karena dikemukakan tahun nya petani melakukan usahatani yang sama,
1759-- namun esensi yang dikandungnya akan menyebabkan sewa lahan menjadi
masih bisa merefleksikan situasi saat ini, naik. Akibat lebih lanjut, terjadi kelangkaan
terutama untuk negara berkembang yang lahan (scarcity rent).
struktur ekonominya menuju ke industri. Menurut Ricardo, faktor yang paling
Misalnya Indonesia, selama kurun waktu menonjol yang menyebabkan perbedaan
Pelita I-V masih memacu produktivitas sewa lahan dan kelangkaan lahan adalah
sektor pertanian. Namun ketika memasuki pertambahan jumlah penduduk. Dalam
Pelita VI di mana struktur ekonominya konteks ini, pertambahan jumlah penduduk
diarahkan ke sektor industri, ternyata justru tidak hanya secara otomatis juga makin
terjadi berbagai krisis yang berkepanjangan. membutuhkan banyak lahan sebagai faktor
Dalam perspektif ini, persoalan produksi saja. Namun juga membutuhkan
utamanya terletak pada bagaimana manusia lahan untuk perumahan, pembangunan
--baik dalam kapasitas sebagai mahkluk industri dan pembangunan infrastruktur
individu maupun sosial-- memanfaatkan lainnya.
lahan sebagai faktor produksi, yang hasilnya Persoalan perbedaan sewa lahan
kemudian didistribusikan ke seluruh kelas menjadi makin menarik, di saat Von Thunen
sosial untuk konsumsi dan produksi lagi. mengembangkan perspektif sewa lahan
Dalam konteks ini, fungsi lahan dimungkin- diferensial. Menurut Thunen, tinggi-
kan mengalami pergeseran jika struktur rendahnya sewa lahan disebabkan perbeda-
kelas dalam masyarakat juga bergeser. an lokasinya dari pasar. Makin dekat dengan
Dengan kata lain, posisi petani menjadi lokasi pasar akan makin kecil biaya
dilematis jika struktur ekonomi masyarakat angkutan, dan akibatnya akan makin tinggi
berubah dari sektor agraris. sewanya. Perspektif Thunen, tingginya sewa
lahan sebagai premi lokasi.
Perspektif Klasik
Sedikit berbeda dengan perspektif Perspektif Ekonomi Moral
phisiokrat, dalam perspektif klasik persoalan Di antara penganut perspektif ekonomi
lahan dilihat lebih luas dengan memasukkan moral, James C. Scott (1976:1-12) paling
variabel sewa lahan, upah kerja dan keun- terkenal dalam studinya di Asia Tenggara.
tungan. David Ricardo misalnya, mengemu- Dalam menjelaskan fungsi lahan, Scott
kakan sewa lahan (rent) harus diberikan berawal dari analogi kehidupan sosial
kepada pemiliknya sebagai imbalan atas ekonomi petani kecil. Menurutnya, kehi-
kesuburan lahannya. Tinggi-rendahnya sewa dupan sosial ekonomi petani kecil bagai
lahan, berkaitan dengan harga komoditas orang terendam ke dalam kolam samapai
yang diproduksinya. Karena itu makin sebatas leher, sehingga ombak sekecil apa
mahal harga beras misalnya, makin tinggi pun mampu menenggelamkannya.
sewa lahan dan bukan sebaliknya. Dalam Dari analogi ini, Scott menjelaskan
perkembangannya, perbedaan sewa lahan pentingnya fungsi lahan untuk menjalin hu-
(differential rent) tidak hanya dijelaskan bungan sosial yang berlandaskan moralitas.
melalui perbedaan kesuburan lahan, namun Dalam kehidupan petani, moralitas menjadi
juga dijelaskan melalui perbedaannya ukuran baik atau buruk dan benar atau salah
dengan letak pasar. Lebih jauh, Ricardo juga perilaku petani. Karena itu, adanya
menjelaskan, akibat dari besarnya per-
3
Doddy S. Singgih, “Metode Analisis Fungsi Lahan,” Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3, Juli 1999, 1-8.
komersialisasi pertanian menyebabkan untuk membantah --atau setidaknya mem-
perubahan hubungan sosial di kalangan beri nuansa lain-- perspektif ekonomi moral
petani. Akibatnya, posisi petani lapis atas mengenai lahan.
makin kuat sementara posisi petani lapis Sejak perspektif ekonomi moral di-
bawah makin lemah. gulirkan, sebenarnya Popkin tidak setuju
Ada enam proposisi dikemukakan jika rakyat pedesaan dianggap tidak rasional
Scoot (1976:66) untuk menjelaskan hubung- perlakuannya terhadap lahan. Perubahan hu-
an antara komersialisasi pertanian dengan bungan patron-klien, tidak diangap semata-
perubahan hubungan antarlapisan sosial. mata karena komersialisasi pertanian saja.
Pertama, ketidakmerataan yang makin besar Namun juga karena ketidakberanian petani
dalam pemilikan lahan, menyebabkan dalam memainkan lahan sebagai sumber
penguasaan atas lahan menjadi landasan daya produktif. Padahal sebenarnya, petani
utama bagi kekuasaan. Kedudukan pemilik bisa memainkan lahan dengan cara berani
lahan men-jadi lebih kuat dalam meng- menanggung resiko untuk melakukan
hadapi orang yang ingin menyewa lahan investasi, merubah kelembagaan sosial yang
yang dimiliki segelintir orang. Kedua, per- tidak menguntungkan, dan melakukan
tambahan penduduk menyebabkan kedu- perhitungan untung-rugi di tengah situasi
dukan pemilik lahan dalam menghadapi kolektif.
penyewa dan buruh tani menjadi lebih kuat. Dalam perspektif ini, permainan
Ketiga, fluktuasi harga produsen, konsumen petani untuk memperoleh keuntungan dipan-
dan penetapan harga pasar menyebabkan dang sah-sah saja. Popkin mengakui adanya
kedudukan pemilik lahan menjadi lebih kemungkinan petani menjadi pembonceng
kuat. Penyewa makin membutuhkan kredit gratis (free rider) di tengah tindakan ko-
untuk produksi dan konsumsi. Keempat, lektif. Petani demikian ini adalah petani
hilangnya sumber mata pencaharian di rasional, dan biasanya mempertimbangkan
waktu senggang, menyebabkan hilangnya empat hal. Pertama, seberapa besar sumber
alternatif yang memperlemah kedudukan daya yang telah dikeluarkannya? Kedua,
penyewa dalam menghadapi pemilik lahan. keuntungan apa yang akan diperolehnya
Kelima, memburuknya mekanisme redistri- nanti? Ketiga, ada tidaknya peluang
busi desa, menyebabkan hilangnya alter- melakukan tindakan dalam memperoleh ke-
natif yang memperlemah kedudukan untungan tersebut? Keempat, ada tidaknya
penyewa dalam menghadapi pemilik lahan. pimpinan yang mampu memobilisasi sumber
Keenam, negara kolonial yang melindungi daya yang tersedia. Persoalan kemampuan
hak milik pemilik lahan, menyebabkan petani memainkan trik itulah, yang
pemilik lahan kurang membutuhkan klien kemudian dipandang sebagai permainan
setempat yang setia, karena ia bebas untuk politik.
mengutamakan keuntungan ekonomi.
Perspektif Ekologi Manusia
Perspektif Ekonomi Politik
Awalnya perspektif ekologi manusia
Dibanding ketiga perspektif di atas, dikembangkan untuk mempelajari hubung-
perspektif ekonomi politik paling banyak an antara manusia dengan lingkungannya.
mengalami perkembangan. Pada awalnya, Namun kemudian A. Terry Rambo (1981:6-
Samuel L. Popkin (1979:17-27), perspektif 9), perspektif itu digunakan juga di dunia
ekonomi politik mengenai lahan sebenarnya pertanian. Menurut Rambo, hubungan antara
4
no reviews yet
Please Login to review.