Authentication
460x Tipe DOCX Ukuran file 0.08 MB Source: repository.radenfatah.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tingkat Penyesuaian Diri Manusia
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah
adjustment atau personal adjustment. Membahas tentang pengertian
penyesuaian diri, menurut Schneider (1984) dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang, yaitu:
1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
Dilihat dari latar belakang perkembangan, pada mulanya
penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation).
Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada
penyesuaian diri dalam arti fisik., fisiologis, atau biologis.
2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian
yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Dengan
memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan
bahwa di sana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk
harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan
perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional. Misalnya,
pola perilaku pada anak-anak berbakat atau anak-anak genius ada
22
yang tidak berlaku atau tidak dapat diterima oleh anak-anak
berkemampuan biasa.
3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri
dimaknai sebagi usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan
untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-
cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustasi tidak
terjadi.1
Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan sangat tergantung pada
sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga.
Penolakan orang tua kepada anaknya dapat di bagi menjadi dua macam.
Pertama, penolakan merupakan penolakan tetap sejak awal. Kedua, dari
penolakan keinginan anak. Hasil dari kedua macam penolakan tersebut
ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung untuk
menghabiskan waktunya di luar rumah.Dalam arti yang sangat luas,
penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada
diri sendiri dan pada lingkungannya.2
Bagi Freud, bagian yang sangat primitif dari jiwa adalah id (das
Es),bagian kedua adalah ego (das Ich), serta bagian ketiga superego (das
Uberich). Bagian-bagian ini tidak memiliki wilayah tertentu, tetapi hanya
1Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
hlm. 173-174.
2https://goo.Proses dan Aspek-aspek Penyesuaian diri . April 2014.
23
merupakan gagasan-gagasan hipotesis. Mereka berinteraksi dengan tiga
tingkat kehidupan mental sehingga ego melintasi semua tingkat topografis
dan memiliki komponen sadar, prasadar, dan tak sadar.
a. Id
Pada inti kepribadian – dan sama sekali tidak disadari – individu
terdapat wilayah psikis yang disebut id (istilah id diambil Freud dari
Georg Groddeck [1992], seorang dokter yang tertarik pada
psikoanalisis). Dilihat dari perkembangannya, id adalah bagian tertua
dari kepribadian. “Pada mulanya segala-galanya adalah id” (1940:163).
Karena id adalah bagian kepribadian yang sangat primitif yang sudah
beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar, maka ia
mengandung semua dorongan bawaan yang tidak dipelajari yang dalam
psikoanalisis disebut insting-insting. Freud memberi ciri kepada id
sebagai “lawah yang penuh dengan dorongan yang mendidih”, berisi
energi proses-proses organik dari insting-insting dan berhuang menuju
ke suatu tujuan: kepuasan segera hasrat-hasratnya.3
b. Ego
Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) dan
beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah
mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang
3Yustinus Semiun, Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud, (Surabaya: Kanisius,
2005), hlm. 61.
24
cocok untuk pemuasan kebutuhan. Untuk sementara waktu, prinsip
kenyataan menunda prinsip kenikmatan, meskipun prinsip kenikmatan
akhirnya terpenuhi ketika objek yang dibutuhkan ditemukan dan dengan
demikian tegangan direduksikan. Prinsip kenyataan sesungguhnya
menanyakan apakah pengalaman benar atau salah – yakni apakah
pengalaman itu ada dalam kenyataan dunia luar atau tidak – sedangkan
prinsip kenikmatan hanya tertarik pada apakah pengalaman itu
menyakitkan atau menyenangkan.
Proses sekunder adalah berpikir realistik. Dengan proses sekunder,
ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian
menguji rencana ini, biasanya melalui suatu tindakan untuk melihat
apakah rencana itu berhasil atau tidak. Orang yang lapar berpikir di
mana ia dapat menemukan makanan dan kemudian pergi ketempat itu.
Ini disebut pengujian terhadap kenyataan (reality testing).Untuk
melakukan perannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi
kognitif dan intelektual. Proses-proses jiwa yang lebih tinggi ini dipakai
untuk melayani proses sekunder.4
c. Superego
Komponen struktural ketiga kepribadian adalah superego dan
dalam pandangan Freud, superego adalahbagian moral atau etis dari
kepribadian. Superego mulai berkembang pada waktu ego
4Ibid, hlm. 64.
25
no reviews yet
Please Login to review.