Authentication
458x Tipe PDF Ukuran file 0.48 MB Source: library.uir.ac.id
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Tinjauan tentang Pembatalan Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Inpres
Nomor 1 Tahun 1991 adalah sebagai berikut: “Perkawinan menurut Hukum Islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat Kantor Urusan Agamat atau mitssaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.”1
Sementara menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan tentang Perkawinan, sebagai berikut : “Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk rumah tangga dan keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”2
Ikatan bathin adalah merupakan hubungan yang tidak formil, suatu ikatan
yang tidak dapat dilihat. Walaupun tidak secara nyata, tetapi ikatan itu ada. Hal ini
seharusnya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan. Dalam tahap permulaan
untuk mengadakan perkawinan, ikatan batin ini diawali oleh adanya kemauan
yang sungguh-sungguh untuk hidup bersama yang kemudian dilanjutkan dengan
kerukunan dan selanjutnya berkembang menjadi inti dari ikatan lahir.3
1 Pasal 2, Kompilasi Hukum Islam.
2 Pasal 1, Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
3 K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1976, hlm.15
Menurut Hukum Islam, yang dimaksud dengan perkawinan adalah akad
yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-
tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya
bukan muhrim. Apabila ditinjau secara perinci, pernikahan atau perkawinan
adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki laki dan perempuan yang
menjadi sebab sahnya suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan
tujuan mencapai keluarga yang penuh kasih sayang, kebajikan, dan saling
menyantuni.4
Perkawinan dilaksanakan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Dengan memahami kalimat dalam
perumusan Pasal 2 diatas, maka tampak bahwa perkawinan merupakan ibadah.
Ibadah yang umum dan ada yang khusus :5
a. Umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah
b. Khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkat dan cara-caranya yang tertentu.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 disebutkan perkawinan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Mengomentari substansi Kompilasi Hukum Islam ini Yahya Harahap menulis
bahwa Kompilasi Hukum Islam mempertegas landasan filosofis perkawinan
4 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm.2
5 Abd.Shomad, Hukum Islam Pernomaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Kencana,
Jakarta, hlm.275
Islam, tanpa mengurangi filosofis perkawinan tahun 1974. Landasan itu
dipertegas dan diperluas dalam Pasal 2 diatas Undang-undang berisi inti-inti :6
- Perkawinan semata-mata “menaati perintah Allah”
- Melaksanakan perkawinan adalah “ibadah”
- Ikatan perkawinan bersifat “mitssaqan ghalidzan”
Tujuan perkawinan dalam Islam bukan semata mata untuk kesenangan
lahiriah, melainkan juga untuk membentuk suatu lembaga di mana kaum pria dan
wanita dapat memelihara diri dari kesesatan dan perbuatan tak senonoh,
melahirkan dan merawat anak untuk melanjutkan keturunan manusia, serta
memenuhi kebutuhan seksual yang wajar dan diperlukan untuk menciptakan
kenyamanan dan kebahagiaan.7
Selain itu Allah telah menciptakan lelaki dan perempuan dengan tujuan
sehingga mereka dapat berhubungan secara halal antara satu sama lain, saling
mencintai, menghasilkan keturunan, serta hidup dalam kedamaian, kebaikan, dan
kesentosaan yang sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk dari Rasul-Nya. 8
Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki rukun dan syarat-
syarat sebagaimana ibadah lainnya. Rukun dan syarat menentukan suatu
perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan
tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam
hal bahwa keduanya merupakan suatu yang harus diadakan. Dalam suatu
perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti
perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada ataupun tidak lengkap. Keduanya
6Ibid,.hlm. 276-277
7 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hlm. 17
8 Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Rineka Cipta, Jakarta,1996, hlm. 8
mengandung arti yang berbeda dari segi, bahwa rukun itu adalah suatu yang
berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya,
sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan
unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang
berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Adapula syarat itu berdiri sendiri
9
dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.
Perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang sesuai dengan syariat agama
dan kepercayaan dan telah memenuhi rukun dan syarat-syarat yang ditentukan.10
Untuk dapat melangsungkan perkawinan yang sah maka harus dipenuhi rukun
perkawinan, antara lain: 11
1. Ada calon suami;
2. Ada calon isteri;
3. Ada wali nikah dari pihak calon isteri;
4. Terdapat dua orang saksi laki-laki;
5. Terdapat mahar;
6. Melaksanakan prosesi ijab dan kabul.
Tujuan dilaksanakan perkawinan menurut hukum nasional adalah untuk
membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan bila mendasarkan pada
Alqur’an dan hadist dapat diperoleh kesimpulan bahwa tujuan perkawinan dalam
Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan antara
9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-
Undang Perkawinan, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 59
10 Abd Thalib dan Admiral, Hukum Keluarga dan Perikatan, UIR Press, Pekanbaru, 2008, hlm.13
11Ibid., hlm.16
no reviews yet
Please Login to review.