Authentication
564x Tipe PDF Ukuran file 0.19 MB Source: scholar.unand.ac.id
I. PENDAHULUAN
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang
memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi
dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik,
infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglum, 2005). Berdasarkan
mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu obat
antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid. Mekanisme
kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja
menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera
(Gunawan, 2007). Obat-obat antiinflamasi yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat adalah non steroid anti inflammatory drug’s (NSAID). Obat-obat
golongan NSAID biasanya menyebabkan efek samping berupa iritasi lambung
(Kee & Hayes, 1996).
Ketoprofen merupakan salah satu obat golongan NSAID non selektif yang
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX) yakni COX-1 dan
COX-2. Enzim COX-1 bekerja sebagai katalisator prostaglandin untuk
melindungi mukosa lambung. Penghambatan pada COX-1 oleh NSAIDs
menginduksi terjadinya kerusakan pada lambung. COX-2 bekerja dengan
merangsang respon inflamasi dan mengkatalisis prostaglandin untuk
menghasilkan respon inflamasi (Lelo, 2001).
1
Efek anti-inflamasi pada ketoprofen berasal dari penghambatan COX-2.
Ketoprofen secara luas digunakan untuk rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan
anti-inflamasi. Disamping mempunyai beragam efek farmakologi, ketoprofen juga
memiliki kelemahan dari sifat fisikokimia yakni kelarutan yang rendah dalam air
(0,13 mg/mL pada 25ºC) sehingga menyebabkan keterbatasan dalam proses
absorpsi dan mempengaruhi bioavailabilitasnya didalam tubuh (Barbanoj, 2001).
Upaya untuk meningkatkan laju disolusi dan kelarutan suatu senyawa obat
yang sukar larut dalam air umumnya melibatkan interaksi antara dua senyawa
(sistem biner) atau lebih. Interaksi fisika sistem biner umumnya terjadi pada dua
materi yang bermiripan. Kemiripan tersebut umumnya berbasis pada rumus
molekul dan struktur internal atau tingkat kesimetrian kisi kristalinnya (Zaini, et
al., 2010). Interaksi yang sering ditemukan dalam teknologi farmasi berdasarkan
bentuk diagram fase campuran sistem biner digolongkan menjadi sistem interaksi
fisika eutektikum (konglomerat), larutan padat (kristal campuran), dan senyawa
molekuler (fase kokristal) (Davis, et al., 2004).
Salah satu metode yang dikembangkan dalam bidang ilmu rekayasa kristal
untuk mendapatkan senyawa dengan sifat fisikokimia yang lebih baik terutama
untuk meningkatkan laju kelarutan adalah kokristalisasi. Kokristal merupakan
material padat yang terdiri dari dua atau lebih molekul padat yang membentuk
satu kisi kristal yang berbeda dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul seperti
ikatan hydrogen (Trask, William, 2005).
2
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan
disolusi yang tertera dalam masing – masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah (Farmakope
Indonesia Edisi IV). Persyaratan disolusi ini tidak berlaku untuk kapsul gelatin
lunak, kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing monografi. Bila dalam
etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing –
masing monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus
dinyatakan untuk sediaan bersalut enteric, maka digunakan cara pengujian untuk
sediaan lepas lambat, seperti yang tertera pada Uji Pelepasan Obat, kecuali
dinyatakan lain dalam masing – masing monografi (Farmakope Indonesia Edisi
IV).
Pengujian aktivitas antiinflamasi dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu metode paw edema, metode pleurisy test, metode kantung granuloma,
metode permeabilitas vaskuler. Pada penelitian ini digunakan metode paw edema
karena metode ini merupakan metode yang paling sederhana, sering digunakan
oleh para peneliti (Vogel, 2002). Metode paw edema yaitu dengan cara
pengukuran radang pada telapak kaki tikus dengan induksi karagenan. Parameter
yang diamati adalah volume radang telapak kaki tikus yang di ukur dengan
pletismometer (Bucci, 2000). Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan
pembentukan kokristal ketoprofen dengan glisin melalui metoda solid state
grinding dan uji x-ray kemudian dilanjutkan dengan uji SEM, uji disolusi, dan uji
aktifitas anti-inflamasi terhadap kelompok kokristal ketoprofen, campuran fisik
dan ketoprofen murni sebagai pembanding.
3
no reviews yet
Please Login to review.