Authentication
492x Tipe PDF Ukuran file 0.54 MB Source: repository.ump.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Interaksi Obat
1. Definisi
Interaksi obat merupakan efek suatu obat yang disebabkan bila dua
obat atau lebih berinteraksi dan dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan. Hasilnya berupa peningkatan atau penurunan efek
yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien (Yasin et al.,
2005).Menurut Tatro (2006) interaksi obat dapat terjadi minimal
melibatkan 2 jenis obat, yaitu :
a. Obat obyek, yaitu obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau
diubah oleh obat lain.
b. Obat presipitan, yaitu obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi
atau efek obat lain.
2. Tipe Interaksi Obat
Menurut Hussar (2007) tipe interaksi obat-obat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Duplikasi yaitu ketika dua obat yang sama efeknya diberikan, efek
samping mungkin dapat meningkat.
b. Opposition yaitu ketika dua obat dengan aksi berlawanan diberikan
bersamaan dapat berinteraksi, akibatnya menurunkan efektivitas obat
salah satu atau keduanya.
c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi oleh obat lain.
3. Mekanisme interaksi obat
Berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi
interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang
mempengaruhi respon farmakodinamik obat.Beberapa interaksi obat
yang dikenal merupakan kombinasi lebih dari satu mekanisme (Fradgley,
2003).
4
Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016
a. Interaksi Farmakokinetik
Merupakan interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah
absorbsi, distribusi, biotransformasi atau eliminasi obat lain.
Absorpsi dapat diubah jika obat pengubah pH atau motilitas
diberikan secara bersamaan, seperti yang tampak pada pengobatan
antitukak atau antidiare tertentu (tetrasiklin dan kation divalen,
kolestiramin dan obat anion). Perubahan distribusi dapat disebabkan
oleh kompetisi untuk ikatan protein (ikatan obat sulfa dan bilirubin
pada albumin) atau pergeseran dari tempat ikatan-jaringan (digitalis
dan pemblok kanal kalsium atau kuinidin). Pada perubahan
biotransformasi atau metabolisme, sebagai contoh induksi
digambarkan dengan jelas oleh pengobatan antikonvulsan utama,
yaitu fenitoin, karbamazepin dan barbiturat, sedangkan inhibisi dapat
ditimbulkan oleh antimikroba kuinolon, makrolida, dan golongan
azol. Pada perubahan ekskresi dapat pula dimodifikasi oleh obat
pengubah pH urin, seperti pada inhibitor karbonat anhidrase, atau
mengubah jalur sekresi dan reabsorpsi, seperti yang disebabkan oleh
probenesid. Interaksi farmakokinetika secara umum menyebabkan
perubahan konsentrasi obat aktif atau metabolit dalam tubuh, yang
memodifikasi respon terapeutik yang diharapkan (Ashraf, 2012).
b. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat-obat yang
mempunyai efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini
disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang sama atau terjadi
antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologi yang sama.
Interaksi farmakodinamik dapat diekstrapolasi ke obat lain yang
segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan
obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya.
Disamping itu, kebanyakan efek farmakodinamik dapat diramalkan
kejadiannya, karena itu dapat dihindarkan bila dokter mengetahui
mekanisme keja obat yang bersangkutan (Ganiswara, 1995).
5
Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016
Menurut Stockley et al (2003) kemungkinan efek yang dapat
terjadi pada interaksi farmakodinamik antara lain :
1) Sirnegisme atau penambahan efek satu atau lebih obat.
2) Efek antagonisme satu atau lebih obat.
3) Penggantian efek satu atau lebih obat.
Interaksi obat yang umum terjadi adalah sirnegisme antara
dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama
dengan efek farmakologi yang sama. Sebaliknnya antagonisme
terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang
berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil yang
diinginkan dari satu atau lebih obat (Fradgley, 2003).
4. Clinical Significance
Clinical significance adalah derajat dimana obat yang berinteraksi
akan mengubah kondisi pasien. Clinical significance dikelompokan
berdasarkan keparahan dan dokumentasi interaksi yang terjadi. Level
signifikansi menurut Tatro (2006) terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Level Signifikansi Interaksi
Nilai Keparahan Dokumentasi
1 Mayor Suspected, Probable, Established
2 Moderat Suspected, Probable, Established
3 Minor Suspected, Probable, Established
4 Mayor atau Moderat Possible
5 Minor Possible
Mayor, Moderat, Minor Unlikely
Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi, yaitu established
(interaksi obat sangat mantap terjadi),probable(interaksi obat dapat
terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat
belum pasti terjadi), unlikely (kemungkinan besar interaksi obat tidak
terjadi). Derajat keparahan (severity) akibat interaksi diklasifikasikan
menjadi minor (dapat diatasi dengan baik), moderat (efek sedang, dapat
menyebabkan kerusakan organ), mayor (efek fatal, dapat menyebabkan
kematian) (Tatro, 2006).
6
Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016
Menurut Tatro (2006) level signifikansi diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Signifikansi 1 : kemungkinan besar terjadi interaksi yang berat dan
mengancam jiwa. Kejadian dapat diduga, telah terbukti atau sangat
mungkin (probable) dalam penelitian terkendali.
b. Signifikansi 2 : interaksi yang terjadi dapat memperburuk status
klinis pasien. Kejadiannya dapat diduga, telah terbukti dan sangat
mungkin dalam penelitian yang terkendali.
c. Signifikansi 3 : interaksi menimbulkan efek ringan, kejadiannya
dapat diduga, telah terbukti dan sangat mungkin dalam penelitian
yang terkendali.
d. Signifikansi 4 : interaksi dapat menimbulkan efek yang sedang
hingga berat, data yang ada sangat terbatas.
e. Signifikansi 5 : interaksi dapat menimbulkan efek ringan hingga
berat, data yang ada sangat terbatas.
5. Onset(kecepatan)
Merupakan alat ukur untuk melihat seberapa cepat efek klinis
interaksi obat yang dapat terjadi untuk menentukan urgensi interaksi
dengan tindakan pencegahan untuk dapat menghindari konsekuensi dari
interaksi obat (Tatro, 2006). Dua level onset yang digunakan adalah :
a. Rapid (cepat) : efek akan terlihat dalam waktu 24 jam dari
pemberian obat. Tindakan segera perlu dilakukan untuk menghindari
efek interaksi.
b. Delayed (lambat) : efek tidak akan terlihat sampai obat yang
berinteraksi selama beberapa hari atau minggu. Tidak memerlukan
tindakan segera.
6. Interaksi Obat
a. Ranitidine dengan Paracetamol
Aksi terapeutik dari paracetamol (NSAIDs) kemungkinan
dapat diubah oleh ranitidine (Histamine H Antagonist). Dalam
2
manajemennya tidak ada tindakan klinik khusus (Tatro, 2006 : 737)
7
Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016
no reviews yet
Please Login to review.