Authentication
336x Tipe DOC Ukuran file 0.42 MB Source: layanan.hukum.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik di mana pemerintahan berdasarkan azas
desentralisasi. Letak geografis NKRI yang terdiri dari jajaran pulau yang
membentang dari sabang sampai merauke, kondisi yang demikian menuntut
pemerintah untuk menyelesaikan masalah pemerataan pembangunan di segala
sektor. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana dibagi dalam
wilayah-wilayah provinsi, dan dalam wilayah provinsi itu tersusun dalam
beberapa daerah Kabupaten dan Kota yang dikepalai oleh Kepala
Pemerintahan Daerah sendiri dan memiliki suatu pemerintahan sendiri.
Oleh karena itu seperti yang telah tertuang dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 18 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Negara Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”.
Dengan adanya perkataan dibagi atas maka berarti Kabupaten/ Kota bersifat
hierarkis-vertikal sebagai salah satu ciri negara kesatuan. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
semua tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan dilakukan oleh
pemerintah pusat. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
terkenal sebagai negara archipilago terbesar di dunia dengan wilayah negara
yang begitu luas. Hal ini tidaklah memungkinkan jika suatu pemerintahan
hanya berkedudukan disatu wilayah saja seperti pemerintah pusat yang
terletak di Ibu Kota Negara. Oleh karena itu agar penyelenggaraan
pemerintah negara sampai ke pelosok daerah, maka perlu adanya suatu
pemerintahan yang berkedudukan di daerah. Pemerintah Daerah ini yang akan
bertanggung jawab menyelenggarakan pemerintah secara langsung dan
berhubungan kepada masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (2)
2
yang menyatakan “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan”.
Dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan lagi
bahwa “ Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat. Dasar-dasar penyelenggaraan otonomi daerah tersebut
diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota yang dikepalai oleh Bupati dan Walikota memiliki tanggung
jawab sendiri dalam mengurusi rumah tangga daerahnya tanpa campur tangan
dari pemerintah pusat, hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah yang menekankan pada otonomi daerah.
Masing-masing daerah mempunyai tugas, kewajiban, dan haknya
sendiri-sendiri. Pemerintah itu sendiri mencakup Kepala Daerah berserta
perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
Dengan adanya reformasi sejak tahun 1998 telah membawa
perubahan yang mendasar pada hampir semua aspek kehidupan, baik
dilingkungan masyarakat maupun didunia organisasi, khususnya dalam
pengelolaan oranisasi publik. Pergeseran paradigma dan sudut pandang
terhadap penyelenggaraan lembaga pemerintahan telah mendorong
masyarakat untuk semakin berani dan terbuka dalam terwujudnya transparansi
dan akuntabilitas menuju penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa dalam kerangka “good governance”. Berbagai kebijakan publik
terus mendapatkan sorotan masyarakat, bahkan implementasinya pun selalu
dicermati oleh berbagai elemen dalam masyarakat. Penciptaan good
governance juga membutuhkan keterlibatan seluruh elemen yang ada didalam
maupun diluar pemerintahan, baik sektor swasta maupun masyarakat sipil,
tujuan utamanya adalah mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh
pelaku pembangunan dalam suatu kerangka “good governance” dimana
ekonomi pasar dan demokrasi sebagai panglimanya.
3
Untuk dapat mewujudkan good governance dalam pemerintahan
Indonesia diperlukan adanya reformasi kelembagaan (Institutional reform),
reformasi managemen publik (publik managemen reform) Dan reformasi
kultural. Reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan seluruh alat-alat
pemerintahan daerah, baik struktur maupun infrastruktur. Sementara itu kunci
reformasi kelembagaan tersebut adalah pemberdayaan masing-masing elemen
daerah yaitu masyarakat umum sebagai stake holder, pemerintah daerah
sebagai ekskusif, DPRD sebagai share holder.
Dalam pelaksanaan prinsip good governance, negara merupakan pihak
yang paling berperan penting dalam meralisasikan hal tersebut. Dalam kaitan
nya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam praktiknya adalah
dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam
setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang
dilakukan oleh birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi
pelayanan publik. Dengan adanya hal ini di harapkan dapat terpenuhinya
sepuluh pilar good governance.
Kewenangan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan ”Kewenangan Daerah
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”.
Berdasarkan penjelasan tersebut, kewenangan suatu pemerintah daerah itu
adalah terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004. Sebagai realisasi atas undang-undang otonomi daerah, maka pemerintah
daerah meresponnya dengan cara membuat berbagai regulasi untuk
mendukung pelaksaanaan otonomi di daerahnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan
pemerintahan daerah untuk tercapainya daerah otonom. Kepala Pemerintah
Daerah Kota sebagai Eksekutif dan DPRD sebagai Legislatif harus mengerti
mengenai tugas, wewenang, peran dan tanggung jawab masing-masing,
4
dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, serta antara keduanya harus
memiliki suatu hubungan kerja yang harmonis agar suatu Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dirancang, disusun, ditetapkan,
disahkan serta dapat dilaksanakan sehubung dengan pembangunan daerah.
Oleh karena itu, untuk dapat terselenggaranya otonomi daerah
khususnya pada Daerah Kota perlu adanya peran aktif antara yang
berwenang. Dalam hal ini di mana antara Eksekutif dan Legislatif daerah kota
Surakarta mengatur masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah. Untuk itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama Kepala Daerah
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang otonomi daerah yang berkenaan dengan
pembangunan Daerah Kota Surakarta yang secara khusus menitikberatkan
pada pengeloaan keuangan daerah dan anggaran daerah, sehingga penulis
menyusun penulisan hukum dengan judul ” ANALISIS HUBUNGAN
KEWENANGAN WALIKOTA SURAKARTA DAN DPRD KOTA
SURAKARTA DALAM PENETAPAN APBD 2012”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dan pembatasan
masalah diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk hubungan kewenangan Walikota Surakarta dan DPRD
Kota Surakarta dalam penetapan APBD 2012 ?
2. Apakah struktur APBD Kota Surakarta 2012 sudah sesuai dengan prinsip
anggaran berbasis kinerja ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu memiliki tujuan tertentu. Agar
penelitian terarah dan mengenai permasalahan maka tujuan penelitian ini
adalah :
no reviews yet
Please Login to review.