Authentication
403x Tipe DOCX Ukuran file 0.03 MB
Pengaruh penerapan hukuman terhadap kemandirian belajar dan interaksi
sosial anak di sekolah dasar
A.Pengertian Hukuman, Disiplin dan Mandiri
Hukuman adalah vonis dari pengadilan terhadap seseorang yang terbukti
bersalah (Purwadarminta, kamus umum bahasa Indonesia:1991). Pembentukan
disiplin diri merupakan suatu proses yang harus dimulai sejak masa kanak-kanak.
Oleh karena itu pendidikan disiplin pertama-tama sudah dimulai dari keluarga
(orang tua). Dalam kehidupan masyarakat secara umum, metode yang paling
sering digunakan untuk mendisiplinkan warganya adalah dengan pemberian
hukuman.
Hal yang sama dilakukan juga oleh sebagian besar orang tua ataupun guru
dalam mendidik anak-anak atau muridnya. Kerugiannya adalah disiplin yang
tercipta merupakan disiplin jangka pendek, artinya anak hanya menurutinya
sebagai tuntutan sesaat, sehingga seringkali tidak tercipta disiplin diri pada
mereka. Hal tersebut disebabkan karena dengan hukuman anak lebih banyak
mengingat hal-hal negatif yang tidak boleh dilakukan, daripada hal-hal positif
yang seharusnya dilakukan.
Dampak lain dari penggunaan hukuman adalah perasaan tidak nyaman pada
anak karena harus menanggung hukuman yang diberikan orang tuanya jika ia
melanggar batasan yang ditetapkan. Tidak mengherankan jika banyak anak
memiliki persepsi bahwa disiplin itu adalah identik dengan penderitaan. Persepsi
tersebut bukan hanya terjadi pada anak-anak tetapi juga seringkali dialami oleh
orang tua mereka. Akibatnya tidak sedikit orang tua membiarkan anak-anak
“bahagia” tanpa disiplin. Tentu saja hal ini merupakan suatu kekeliruan besar,
karena di masa-masa perkembangan berikutnya maka individu tersebut akan
mengalami berbagai masalah dan kebingungan karena tidak mengenal aturan bagi
dirinya sendiri.
Disiplin adalah proses pelatihan pikiran dan karakter, yang meningkatkan
kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri, dan menumbuhkan ketaatan atau
kepatuhan terhadap tata tertib atau nilai tertentu (Andrias Harefa, menjadi
manusia pembelajar). Disiplin di sini dimaksudkan cara kita mengajarkan kepada
anak tentang perilaku moral yang dapat diterima kelompok. Tujuan utamanya
adalah memberitahu dan menanamkan pengertian dalam diri anak tentang perilaku
mana yang baik dan mana yang buruk, dan untuk mendorongnya memiliki
perilaku yang sesuai dengan standar ini. Dalam disiplin, ada tiga unsur yang
penting, yaitu hukum atau peraturan yang berfungsi sebagai pedoman penilaian,
sanksi atau hukuman bagi pelanggaran peraturan itu, dan hadiah untuk perilaku
atau usaha yang baik (Dr. Martin Leman, disiplin anak:2000).
Mandiri adalah suatu sikap dimana seseorang terbebas dari sifat
ketergantungan dari pihak luar. Berkenaan dengan sikap mandiri ini maka
motivasi adalah salah satu cara bagaimana membentuk seseorang bisa menjadai
mandiri. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang
yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan
aktivitas belajar.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik. Motivasi
Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada
paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Motivasi
Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga
dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
B. Hal-Hal Yang Melatar Belakangi Adanya Hukuman Dan Ganjaran
(Penghargaan)
Untuk anak yang masih dalam usia pra sekolah, yang harus ditekankan
adalah aspek pendidikan dan pengertian dalam disiplin. Seorang anak yang masih
usia pra sekolah ini, diberi hukuman hanya kalau memang terbukti bahwa ia
sebenarnya mengerti apa yang diharapkan dan terlebih bila ia memang sengaja
melanggarnya. Sebaliknya bila saat ia berperilaku sosial yang baik, ia diberikan
hadiah, biasanya ini akan meningkatkan keinginannya untuk lebih banyak belajar
berperilaku yang baik.
Ada berbagai cara yang umum digunakan oleh orang tua untuk
mendisiplinkan anak-anak, antara lain :
1. Disiplin Otoriter
Disiplin Otoriter adalah bentuk disiplin yang tradisional yang berdasar pada
ungkapan kuno “menghemat cambukan berarti memanjakan anak”. Pada model
disiplin ini, orang tua atau pengasuh memberikan anak peraturan-peraturan dan
anak harus mematuhinya. Tidak ada penjelasan pada anak mengapa ia harus
mematuhi, dan anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
tentang aturan itu. Anak harus mentaati peraturan itu, jika tidak mau dihukum.
Biasanya hukuman yang diberikan pun agak kejam dan keras, karena dianggap
merupakan cara terbaik agar anak tidak melakukan pelanggaran lagi di kemudian
hari. Seringkali anak dianggap sudah benar-benar mengerti aturannya, dan ia
dianggap sengaja melanggarnya, sehingga anak tidak perlu diberi kesempatan
mengemukakan pendapatnya lagi. Jika anak melakukan sesuatu yang baik, hal ini
juga dianggap tidak perlu diberi hadiah lagi, karena sudah merupakan
kewajibannya. Pemberian hadiah malahan dipandang dapat mendorong anak
untuk selalu mengharapkan adanya sogokan agar melakukan sesuatu yang
diwajibkan masyarakat.
2. Disiplin yang lemah
Disiplin model ini biasanya timbul dan berkembang sebagai kelanjutan dari
disiplin otoriter yang dialami orang dewasa saat ia anak-anak. Akibat dahulu ia
tidak suka diperlakukan dengan model disiplin yang otoriter, maka ketika ia
memiliki anak, di didiknya dengan cara yang sangat berlawanan. Menurut teknik
disiplin ini, anak akan belajar bagaimana berperilaku dari setiap akibat
perbuatannya itu sendiri. Dengan demikian anak tidak perlu diajarkan aturan-
aturan, ia tidak perlu dihukum bila salah, namun juga tidak diberi hadiah bila
berperilaku sosial yang baik. Saat ini bentuk disiplin ini mulai ditinggalkan karena
tidak mengandung 3 unsur penting disiplin.
3. Disiplin Demokratis
Disiplin jenis ini, menekankan hak anak untuk mengetahui mengapa aturan-
aturan dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri
bila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil. Walaupun anak masih sangat
muda, tetapi daripadanya tidak diharapkan kepatuhan yang buta. Diupayakan agar
anak memang mengerti alasan adanya aturan-aturan itu, dan mengapa ia
diharapkan mematuhinya. Hukuman atas pelanggaran yang dilakukan, disesuaikan
dengan tingkat kesalahan, dan tidak lagi dengan cara hukuman fisik. Sedangkan
perilaku sosial yang baik dan sesuai dengan harapan, dihargai terutama dengan
pemberian pengakuan sosial dan pujian.
Adapun penerapan tipe-tipe disiplin ini memberi dampak yang cukup nyata
bedanya. Pengaruh penerapan disiplin ini pada anak, meliputi beberapa aspek,
misalnya :
A. Pengaruh pada perilaku
Anak yang mengalami disiplin yang keras, otoriter, biasanya akan sangat
patuh bila dihadapan orang–orang dewasa, namun sangat agresif terhadap teman
sebayanya. Sedangkan anak yang orang tuanya lemah akan cenderung
mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak orang lain, agresif dan tidak
sosial. Anak yang dibesarkan dengan disiplin yang demokratis akan lebih mampu
belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang
lain.
no reviews yet
Please Login to review.