Authentication
473x Tipe PDF Ukuran file 0.09 MB Source: eprints.unmerbaya.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi buang air
besar. Diare atau penyakit diare (Diarreheal Disease) berasal dari bahasa yunani yaitu, Diarroi
yang artinya mengalir terus, adalah keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang frekuen. (Ayu
Putri Ariani, 2016). Diare dapat juga didefinisikan bila buang air besar tiga kali atau lebih dan
buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Ayu Putri Ariani, 2016).
Secara fakta dan teori diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut
adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. diare
kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih,
Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare tersebut lebih banyak
terdapat di negara berkembang dari pada negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak di dalam
kasus mortalitas. (Ayu Putri Ariani, 2016).
Perilaku hidup bersih dan sehat menjadi tolak ukur sehat atau sakit pada seseorang, karena
tingginya angka kesakitan dan kematian disebakan oleh pola hidup bersih dan sehat. Angka
kejadian diare pada balita di Puskesmas Menur pada bulan Januari sampai Desember 2017 yaitu
sebanyak 101 Balita, mengalami penyebab yang sama, dimana berkaitan dengan perilaku hidup
bersih dan sehat yang sangat minim dari ibu balita (data Puskesmas Menur 2017). Pada tingkat
global, diare merupakan penyebab kedua kematian balita setelah pneumonia. Beban global diare
pada balita tahun 2011 berdasarkan (WHO/UNICEF,2013) adalah 9,0% (760.000 balita
meninggal) dan 1,0% untuk kematian neonatus sedangkan berdasarkan Center ofDisease Control
and Prevention (CDC) tahun 2013, diare menyebabkan 801.000 kematian anak setiap tahunnya
atau membunuh 2.195 anak perharinya.Data WHO juga menyebutkan bahwa malnutrisi adalah
faktor yang mendukung sekitar 45,0% dari semua kematian anak. Diare juga terutama
disebabkan oleh sumber makanan dan minuman yang terkontaminasi. Diseluruh dunia, 780 juta
individu memiliki akses yang buruk terhadap air minum dan 2,5 miliar kekurangan sanitasi yang
baik, namun memperbaiki lingkungan dengan sanitasi buruk saja tidak akan cukup selama anak
tetap rentan terhadap penyakit, oleh karena itu intervensi peningkatan nutrisi harus diprioritaskan
(WHO, 2013).
Di Indonesia Penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
morbilitas dan mortalitasnya yang masih tinggi.survei morbilitas yang di lakukan yang dilakukan
oleh subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 hingga 2010 terlihat kecenderungan
insiden naik. Pada tahun 2000 immortalityRate (RI)Penyakit Diare 301/1.000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374/1.000 penduduk tahun 2006 naik menjadi 423/ 1.000 penduduk dan tahun
2010 naik menjadi 411/1000 penduduk. (Ayu Putri Ariani, 2016).
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 di pulau Jawa,
penderita diare di Jawa Timur 7,9% menduduki peringkat kedua terbanyak setelah Jawa barat.
Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB (STP KLB) tahun 2010,
diare menempati urutan ke-6 frekuensi KLB terbanyak setelah demam berdarah dengue (DBD),
chikungunya, keracunan makanan, difteri dan campak. Kejadian luar biasa diare masih sering
terjadi terutama di daerah yang pengendalian faktor risikonya masih rendah. Cakupan perilaku
higiene dan sanitasi yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya kejadian luar biasa
( KLB ) diare (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013, pada balita, diare
menyebabkan kematian sebesar 25,2%. Untuk penyakit diare yang di tangani di Kota Surabaya
pada tahun 2015 sebanyak 65,4457 kasus dari 60,960 berpikiran khasus yang ada atau sekitar
107,36%.
Data pada Puskesmas Menur, Diare sering menyerang pada balita Terhitung mulai bulan
Januari-Desember 2017, Diantaranya laki-laki sebanyak 71 balita dan perempuan sebanyak 30
balita. Dengan jumlah keseluruhan sebanyak 101 jiwa Balita yang berkunjung mengeluh sakit
perut.
Diare disebabkan oleh bakteri salmonella thypi yang menyerang sistem pencernaan
sehingga dapat menyebabkan usus tidak bekerja secara normal. Akibatnya, makanan yang di
cerna sebagian besar tidak diproduksi dengan baik oleh sistem pencernaan, akhirnya dibuang
bersama tinja. Bersamaan dengan tinja yang keluar dari tubuh, Elektrolit terutama natrium dan
kalium juga akan hilang. Bayi lebih rentan mengalami dehidrasi karena sulit untuk diberi cairan
melalui mulut dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, selain itu komposisi cairan tubuh
pada bayi relatif besar yaitu sekitar 80-85% , Berat badan pada anak usia >1 tahun mengandung
air sebanyak 70-75%. Kehilangan cairan tubuh sebanyak 10% pada bayi dapat mengakibatkan
kematian setelah sakit selama 2-3 hari.
Gangguan pertumbuhan yang diakibatkan oleh diare terjadi karena asupan makanan
terhenti, sementara pengeluaran zat gizi terus berjalan. Infeksi yang disebabkan oleh diare juga
mempunyai kontribusi terhadap kekurangan energi, protein dan zat gizi lain. Menurunnya nafsu
makan menyebabkan asupan makanan menjadi berkurang. Kebutuhan energi pada saat infeksi
bisa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme basal 20-60%.
Infeksi juga dapat meningkatkan kebutuhan glukosa. Infeksi berpengaruh terhadap absorspi dan
katabolisme serta mempengaruhi praktek pemberian makanan selama dan sesudah sakit. Asupan
makanan yang terhenti berlangsung lama akan menyebabkan berat badan bayi menurun,
akibatnya bayi akan kekurangan gizi yang menghambat pertumbuhan fisik dan jaringan otak
(Ayu Putri Ariani, 2016).
Pertumbuhan otak anak sebanyak 60% terjadi sejak anak masih berada di dalam
kandungan sampai berusia 2 tahun. Diare yang terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun akan
mengganggu pertumbuhan otaknya. Volume otak menjadi mengecil dan jaringan otaknya
menjadi lebih sedikit dibandingkan anak yang pertumbuhannya normal pertumbuhan dan
perkembangan pada saat bayi terjadi sangat pesat baik fisik maupun mental dibandingkan dengan
tahapan umur berikutnya, Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak di usia balita
didasarkan fakta bahwa kurang gizi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat pulih),
sedangkan kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak (Marimbi, 2010).
PHBS rumah tangga yaitu pada pemberian ASI eksklusi dan pemanfaatan air bersih.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tentang pemberian ASI eksklusif hanya mencapai 60%.
Indikator PHBS tatanan rumah tangga untuk cuci tangan dan penggunaan air bersih belum
banyak ibu rumah tangga yang memahami pentingnya mencucitangan sebelum menangani balita.
Fenomena dari kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) rumah tangga dan dampak
diare yang timbul lebih mendominasi pada bayi dibandingkan dengan tahapan umur lainnya.
Maka adanya fenomena ini peneliti tertarik untuk mengembangkan permasalahan dalam
penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Ibu dengan Kejadian Diare
pada Balita di Puskesmas Menur Kota Surabaya Jawa Timur.
1.2. Rumusan Masalah
no reviews yet
Please Login to review.