Authentication
447x Tipe PDF Ukuran file 0.70 MB Source: balittro.litbang.pertanian.go.id
PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH DAN INOVASI PUPUK UNTUK MENDUKUNG
PERTANIAN ORGANIK
Ali Jamil, Ladiyani R Widowati, dan Wiwik Hartatik
Balai Penelitian Tanah
Jalan Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor
ladiyaniwidowati@gmail.com
ABSTRAK
Sistem pertanian organik adalah pembangunan pertanian yang didekati dengan sustainable agricultural development
at low productivity, dimana input yang dipergunakan bersifat alami tidak mengijinkan penggunaan pupuk, pestisida
kimia sintetis, serta rekayasa genetika untuk bibitnya. Pengembangan sistem ini sesuai untuk tanah dengan tingkat
kesuburan sedang hingga tinggi, karena bila berkesuburan rendah untuk membangun dan mempertahankan pada
tingkat kesuburan tanah minimal sedang dibutuhkan input yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama. Mengingat
keberlangsungan sistem pertanian organik tergantung kepada keseimbangan hara, yang memperhatikan berapa input
yang masuk dan keluar agar produktivitas tanah dan tanaman dicapai pada produktivitas optimum dengan input
alami. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sejak 2003 telah melakukan penelitian berkaitan dengan
rekomendasi takaran pupuk organik yang optimum, bahan pengkaya sumber hara pelengkap, pengelolaan bahan
organik yang sustain, penggunaan pupuk hayati dan dekomposer, serta inovasi produk pupuk dan pembenah tanah
mendukung sistem pertanian organik. Keberlangsungan pertanian organik pada lahan sayuran dataran tinggi telah
pula dimonitor dengan mengukur aktivitas mikroba (C-mic, N-mic, respirasi), jumlah populasi mikroba, kadar enzym
dan juga fauna tanah sebagai indikator kesehatan tanah. Dapat dinyatakan bahwa sistem pertanian organik adalah
sistem yang memperhatikan pengelolaan secara holistik, dengan input yang termonitor, produk yang sehat serta
kelestarian sumberdaya lahan yang terjaga.
Kata kunci: Pertanian organik, keseimbangan hara, produk sehat, input, output
PENDAHULUAN
Sebagai negara agraris, Indonesia dikarunia lahan dan faktor pendukung berupa sinar matahari
secara terus menerus sepanjang tahun serta mempunyai curah hujan yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber air pertanian selain air sungai. Pembangunan pertanian dapat dilaksanakan melalui dua
pendekatan (1) Sustainable agricultual development at high productivity dan (2) sustainable agricultural
development at low productivity. Pendekatan pertama dilaksanakan pada budidaya pertanian modern yang
mengandalkan input tinggi dari luar (off farm) berupa pupuk dan pestisida yang diaplikasikan pada varietas-
varietas tanaman berpotensi hasil tinggi yang merupakan implementasi dari konsep revolusi hijau (green
revolution). Pendekatan ini telah diadopsi oleh petani Indonesia dengan baik sejalan dengan penerapan
program pemerintah Bimas/Inmas sejak tahun 1970-an yang secara langsung membimbing petani dan
menyediakan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan.
Sebaliknya pada pendekatan kedua, sustainable agricultural development at low productivity,
dalam prakteknya sangat mengandalkan input rendah dari alam dan in situ (on farm) yang dapat didaur
ulang dengan tujuan menghasilkan produk pangan yang sehat, aman dan berkualitas serta
mempertahankan produktivitas dan kesuburan lahan pertanian dalam jangka panjang. Sejalan dengan
pendekatan ini, konsep budidaya pertanian organik, menekankan pada upaya-upaya membangun dan
1
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik Bogor, 18 – 19 Juni 2014
mengelola kesuburan tanah secara alami dalam jangka panjang dengan menggunakan bahan-bahan alami
yang dapat didaur ulang sebagai bentuk dari konservasi energi untuk pelestarian lingkungan. Dalam sitem
produksinya, budidaya pertanian organik menganut sistem tertutup (closed systems) dan meminimalkan
penggunaan input luar dari bahan-bahan agrokimia sintetis seperti pupuk dan pestisida. Budidaya
pertanian organik (organic farming) ini sering pula dinamakan biological agriculture, biodynamic
agriculture.
Secara umum sistem pertanian organik dapat dilihat sebagai suatu pendekatan sistem pertanian
holistik/terpadu antara komponen usahatani tanaman pangan, hortikultura atau perkebunan, pengelolaan
hara tanah, ternak, konservasi tanah dan air, dan pengelolaan hama terpadu secara biologis. Komponen
teknologi yang diterapkan merupakan teknologi ramah lingkungan untuk mencapai sistem pertanian yang
lestari dan berkelanjutan dalam rangka pembangunan kesuburan tanah jangka panjang. Sistem pertanian
organik didefinisikan sebagai “kegiatan usahatani secara menyeluruh sejak proses produksi sampai proses
pengolahan hasil (pasca-panen) yang bersifat ramah lingkungan dan dikelola secara alami (tanpa
penggunaan bahan kimia sintetis dan rekayasa genetika), sehingga menghasilkan produk yang sehat dan
bergizi” (IFOAM, 2002).
Ketentuan yang diisyaratkan dalam sistem budidaya pertanian organik antara lain adalah memilih
lahan yang bebas bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), menyediakan pupuk organik dari bahan yang
aman, benih yang bukan merupakan hasil rekayasa genetika atau GMO, pengelolaan tanaman dengan
rotasi serta aplikasi pestisida nabati dan agensia hayati untuk perlindungan tanaman.
Standar tingkat kesuburan tanah tidak diuraikan di dalam Peraturan Menteri Pertanian : No.
64/Permentan/OT.140/5/2013 maupun lampirannya. Di dalam peraturan tersebut yang diatur adalah
investigasi sejarah penggunaan lahan bila akan alih fungsi dari sistem pertanian konvensional menjadi
sistem pertanian organik, jenis bahan penyubur, dekomposer dan penambah mineral tanah.
Sistem pertanian organik sangat mengandalkan kepada siklus karbon, dimana kadar C-organik
menjadi penting karena input yang diijinkan dalam sistem ini harus yang bersifat alami. Agar dihasilkan
produksi pangan organik yang optimum dan berkelanjutan tentunya membutuhkan tanah sebagai media
tanam yang mempunyai berkesuburan sedang hingga sangat subur, selanjutnya diikuti oleh pengelolaan
yang benar. Suatu tanah dikatakan subur bila mempunyai kadar C-organik, P-tersedia/P-potensial, KTK
(kapasitas tukar kation), dan kejenuhan basa dari sedang hingga tinggi.
Indonesia yang terletak di katulistiwa dikarunia sinar matahari yang cukup sepanjang tahun
sehingga suhu cukup tinggi dengan rata-rata 25°C, dan curah hujan yang cukup tinggi menghasilkan
kelembaban lebih dari 70%, kondisi ini mendukung proses dekomposisi secara fisik dan biologi sangat aktif.
Iklim tersebut mendukung pertumbuhan dan aktivitas fauna tanah dalam memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi. Selain itu pula curah hujan yang sedang hingga tinggi menyebabkan terjadinya
pencucian hara dari lapisan tanah olah ke lapisan yang lebih dalam ataupun terbawa ke badan air. Apabila
kecepatan dekomposisi ataupun mineralisasi bahan organik tanah sangat cepat dibandingkan dengan
asupannya, maka dengan waktu kadar bahan organik akan menurun. Serta apabila serapan hara dari dalam
tanah oleh tanaman lebih tinggi dari jumlah asupan, hal inipun menyebabkan terjadinya penambangan
hara. Perhitungan neraca hara diperlukan mengingat keberlangsungan sistem pertanian organik harus tetap
terjaga.
Dengan diketahuinya neraca hara dari sistem pertanian organik, maka dibutuhkan bahan input
alami berupa bahan mineral, pupuk hayati dan pupuk organik yang berkualitas. Peneliti Balai Penelitian
Tanah-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sejak 2003 telah melakukan penelitian dan
menghasilkan pupuk dan pembenah tanah alami yang bermanfaat dalam menjaga kesimbangan hara
2
Ali Jamil et al. : Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Inovasi Pupuk untuk Mendukung Pertanian Organik
seperti pupuk organik granul dan curah, tithoganik, organomineral fosfat, biochar, pugam, pupuk hayati
smart, nodulin, dan Bio-char.
Mengingat sistem pertanian organik mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kelestarian
lingkungan pertanian, kesehatan manusia, serta secara ekonomi tergolong menjanjikan maka dalam tulisan
ini akan menguraikan tentang pengelolaan hara dan neracanya, serta inovasi teknologi pupuk mendukung
sistem pertanian organik.
POTENSI DAN PERKEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA
Potensi lahan pertanian di Indonesia adalah 70 juta ha, tetapi yang efektif untuk produksi pertanian
seluas 45 juta ha. Dari luasan tersebut, luasan produk pangan utama dihasilkan dari lahan sawah seluas 8,1
juta ha dan di lahan kering 15,6 juta ha yang dominan dikelola secara konvensional. Pengembangan
budidaya pertanian organik masih terbuka luas, tetapi yang menjadi pembatas adalah syarat
pengelolaannya. Pengelolaan lahan untuk pertanian organik diatur dalam SNI 01-6729-2002 tentang Sistem
Pangan Organik dan Permentan No. 64/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Persyaratan Pertanian Organik.
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan
kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian
organik menekankan penggunaan praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan masukan
setempat, dengan kesadaran bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan sistem adaptasi
lokal. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan, bila memungkinkan, cara-cara kultural, biologis dan
mekanis, yang merupakan kebalikan dari penggunaan bahan-bahan sintetis, untuk memenuhi fungsi
spesifik dalam sistem. Suatu sistem produksi pangan organik dirancang untuk :
(a) mengembangkan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan;
(b) meningkatkan aktivitas biologis tanah;
(c) menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang;
(d) mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi ke lahan
sehingga meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui;
Di dalam SNI 01-6729-2002 diperbolehkan menggunakan bahan masukan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 2. Sebanyak 39 jenis dapat dikelompokkan menjadi (1) mineral alami; (2) bahan organik;
(3) pupuk hayati; (4) dekomposer; (5) pembenah tanah; dan (6) pestisida nabati.
Bila mengacu pada persyaratan budidaya pertanian organik, tidak semua lahan pertanian existing
tersebut dapat dipergunakan sebagai areal pertanaman pangan organik. Sistem pertanian pangan organik
mensyaratkan dalam pengelolaan pangan secara holistik, dengan memperhatikan semua input secara
termonitor, tanpa masukan pupuk dan pestisida buatan, dan tindak menggunakan bibit hasil rekayasa
genetika. Input utama yakni sumber air pengairan harus termonitor dan terjaga kualitasnya, harus
diketahui sejarah penggunaan lahan dalam penggunaan agrokimia dan pestisida sebelumnya, jenis dan
kualitas pupuk kandang/organik harus baik, serta memperhatikan pengelolaan lahan seperti rotasi tanaman
untuk pencegahan hama penyakit.
Pada tahun 2012 luas lahan pertanian 213.023,55 ha terdiri dari luas area pertanian organik yang
disertifikasi (organik dan konversi), dalam proses sertifikasi, dijamin PAMOR dan tanpa sertifikasi
(Ariesusanty et al., 2013). Sejak didata dari 2007, peningkatan luas areal pertanian organik dari 2007 karena
dimulainya pendokumentasian dan wawancara mendalam pada lembaga sertifikasi, dukungan oleh
pemerintah karena disahkannya lembaga-lembaga sertifikasi pertanian organik nasional. Tahun 2010
menjadi puncak dalam lima tahun terakhir ini, seiring dengan program Go-Organik 2010 oleh pemerintah.
3
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik Bogor, 18 – 19 Juni 2014
Gambar 1. Pertumbuhan luas lahan pertanian organik di Indonesia dengan tahun
Budidaya komoditas organik menyebar di seluruh Indonesia. Sebaran ini berkaitan dengan jenis
komoditasnya. Pada tahun 2012, lahan budidaya organik terluas didominasi di pulau Sulawesi dengan
luasan sekitar 125.000 ha dengan komoditas utama kopi dan mete. Untuk luasan di pulau lainnnya rata-rata
di bawah 3.000 ha. Sedangkan untuk tanaman pangan seperti padi dan palawija dan sayuran, luasan
proporsinya lebih sedikit. Dari luasan tersebut, sebagian besar didominasi produk perkebunan, kemudian
disusul oleh luas areal padi organik 1261,21 ha, buah-buahan 510,03 ha, sayuran 233,00 ha, dan
ikan+udang seluas 94 ha.
TINGKAT KESUBURAN YANG DAPAT DIPERGUNAKAN UNTUK PERTANAMAN ORGANIK
Kualitas tanah (soil quality atau soil health) didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk
menunjukkan fungsi kritikal sebagai medium utama untuk pertumbuhan tanaman, mempertahankan
produktivitas tanaman, mempertahankan kualitas lingkungan, dan menyediakan lingkungan yang sehat
bagi tanaman, hewan dan manusia (Mitchell et al., 2000).
Sistem pertanian organik adalah holistik dan terbaik adalah sistem tertutup. Bila mengacu pada
syarat ini, maka tanah-tanah yang sesuai untuk sistem pertanian organik adalah tanah yang mempunyai
tingkat kesuburan tanah yang sedang hingga sangat subur. Suatu tanah dinyatakan subur secara kimia bila
mempunyai kadar KTK, C-organik, P-tersedia, kejenuhan basa dari sedang hingga tinggi. Tanah yang subur
secara fisik adalah tanah dengan rasio komposisi kadar mineral tanah : bahan organik tanah : air : udara
yang ideal seperti tertera pada Gambar 2.
4
no reviews yet
Please Login to review.