Authentication
255x Tipe PDF Ukuran file 0.58 MB Source: repository.poltekkes-smg.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Nyeri a. Pengertian Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Uliyah, 2015; 122). Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual. Terlebih jika nyeri pada intensitas sedang sampai kuat dan disertai rasa cemas (Judha, 2012; 1-2). b. Sifat Nyeri Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Menurut Mahon (1994), menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu nyeri bersifat individual, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, bersifat tidak berkesudahan. 10 11 Sedangkan Caffery, menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja ketika seseorang mengatakan bahwa dia merasa nyeri. Apabila seseorang merasa nyeri, maka prilakunya akan berubah (Andarmoyo, 2013; 17 & Judha, 2012; 1). c. Respon terhadap nyeri Nyeri merupakan campuran dari berbagai respon, baik fisiologis maupun perilaku. Respon ini timbul ketika seseorang terpapar dengan stimulus nyeri, dan berbeda dalam merespon nyeri (Andarmoyo, 2015; 39) Beberapa respon psikologis seseorang ketika mengalami nyeri: 1) Sifat dalam merespon nyeri, dapat berupa menangis, merintih, menarik atau menghembuskan nafas 2) Ekspresi wajah ketika mengalami nyeri seperti meringis, menggigit lidah atau bibir, mengatupkan gigi, dahi berkerut, membuka atau menutup mata atau mulut 3) Menghindari interaksi social seperi percaapan, ontak social, disorientasi waktu, dan berfokus pada aktivitas untuk mengurangi nyeri 4) Melakukan pergerakan tubuh berupa otot tegang, menjadi gelisah, bergelak menggosok bagian yang nyeri, melindungi bagian tubuh yang nyeri, immobilisasi, maupun bergerak bolak-balik (Judha, 2012; 13). 12 d. Teori- Teori Nyeri 1) Teori Spesivitas ( Specivicity Theory) Teori spesivitas ini diperkenalkan oleh Descartes, teori ini menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari resepror-reseptor nyeri yang spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri diotak dan bahwa hubungan antara stimulus dan respon nyeri bersifat langsung dan invariable (Andarmoyo, 2015; 31) 2) Teori Pola (Pattern theory) Teori Pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989, teori ini menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi reseptor yang menghasilkan pola dari implus saraf (Andarmoyo, 2015; 32). Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom dan neuralgia, teori pola ini bertujuan untuk menimbulkan rangsangan yang kuat yang mengakibatkan berkembangnya gaung secara terus menerus pada spinal cord sehingga saraf trasamisi nyeri bersifat hypersensitif yang mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat mengahasilkan trasmisi nyeri (Lewis, 1983 dalam Andarmoyo, 2015; 32 dan Maryunani, 2010; 11). 3) Teori Pengontrol Nyeri (Theory Gate Control) Teori gate control dari Melzack dan Wall ( 1965) menyatakan bahwa dasar pemikiran gate control theory adalah bahwa 13 keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada transmisi tertentu pada impuls syaraf dan mekanisme gate atau pintu sepanjang system syaraf dalam mengontrol dan mengendalikan nyeri. Implus nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat, dimana implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri (Andarmoyo, 2015; 32 & Maryunani, 2010; 11) Gate control menjelaskan kapan stimulus nyeri di salurkan menuju otak dengan beberapa mekanisme: a) Ketika tidak ada input nyeri, saraf inhibito rmencegah saraf proyektor untuk menyalurkan sinyal menuju otak (gate menutup) b) Masuknya absensasi somatik normal ketika ada stimulasi pada serabut yang lebih besar atau hanya stimulasi pada serabut saraf besar maka saraf inhibitor dan saraf proyektor menyalurkan sinyal menuju otak (gate menutup) c) Nosiseptik (penerimaan nyeri) terjadi ketika serabut yang lebih kecil atau serabut yang kecil saja terstimulasi. Hal tersebut menyebabkan inaktifasi pada saraf inhibitor dan saraf proyektor menghantarkan sinyal nyeri menuju otak (gate membuka) (Yuliatun, 2008; 17).
no reviews yet
Please Login to review.