Authentication
579x Tipe DOCX Ukuran file 0.04 MB
]
Budidaya Belut
November 24, 2006 by trimudilah
Empat Bulan Panen Belut
Membesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu 7 bulan. Namun,
Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi 4
bulan. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan.
Belut yang dipanen Ruslan rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut
yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat 3
bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah.
Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak
ketersediaan pasokan, ujar Ruslan.
Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp8.000 untuk setiap
kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan
Rp14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media
campuran untuk pembesarannya.
Media campuran
Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan ayah dari 3
anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater.
Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami
disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah
lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg.
Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian
15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut.
Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam, ujar peraih gelar Master of Management dari
Philipine University itu.
Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama 2 minggu
agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami
seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit
dimasukkan.
Pakan hidup
Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak
terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut
tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab
itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. Dalam 1
kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit, katanya.
Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas,
cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00.
Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 g
temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam
pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi, ujar Ruslan.
2
Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya
ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera
menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang
ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg.
Hujan buatan
Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama
pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah
kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa
pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati,
ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri
penetralisir.
Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka
biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikit-
banyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan
dengan membuat kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan.
Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 29-
o
32 C, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan
suhu yang ideal. Son Son menggunakanshading net dan hujan buatan untuk bisa mendapat suhu
o
26 C. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut Teknologi
Indonesia itu.
Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang.
Selanjutnya 3 saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan
itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut.
Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son.
Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan
menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut
tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen. (Hermansyah)
Mari Rebut Pasar Belut
Siang itu Juli 2006 di Batutulis, Bogor. Pancaran matahari begitu terik membuat Ruslan Roy
berteduh. Ia tetap awas melihat kesibukan pekerja yang memilah belut ke dalam 100 boks
styrofoam. Itu baru 3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari, ujar Ruslan
Roy.
Alumnus Universitras Padjadjaran Bandung itu memang kelimpungan memenuhi permintaan
belut dari eksportir. Selama ini ia hanya mengandalkan pasokan belut dari alam yang terbatas.
Sampai kapan pun tidak bisa memenuhi permintaan, ujarnya. Sebab itu pula ia mulai merintis
budidaya belut dengan menebar 40 kg bibit pada Juli 1989.
3
Roy-panggilan akrab Ruslan Roy-memperkirakan seminggu setelah peringatan Hari
Kemerdekaan ke-61 RI semua Monopterus albus yang dibudidayakan di kolam seluas 25 m2 itu
siap panen. Ukuran yang diminta eksportir untuk belut konsumsi sekitar 400 g/ekor. Bila waktu
itu tiba, eksportir di Tangerang yang jauh-jauh hari menginden akan menampung seluruh hasil
panen.
Untuk mengejar ukuran konsumsi, peternak di Jakarta Selatan itu memberi pakan alami
berprotein tinggi seperti cacing tanah, potongan ikan laut, dan keong mas. Pakan itu dirajang dan
diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuh/hari.
Dengan asumsi tingkat kematian 5-10% hingga berumur 9 bulan, Roy menghitung 4-5 bulan
setelah menebar bibit, ia bakal memanen 400 kg belut. Dengan harga Rp40.000/kg, total
pendapatan yang diraup Rp16-juta. Setelah dikurangi biaya-biaya sekitar Rp2-juta, diperoleh
laba bersih Rp14-juta.
Keuntungan itu akan semakin melambung karena pada saat yang sama Roy membuat 75 kolam
di Rancamaya, Bogor, masing-masing berukuran sekitar 25 m2 berkedalaman 1 m. Pantas suami
Kastini itu berani melepas pekerjaannya sebagai konsultan keuangan di Jakarta Pusat.
Perluas areal
Nun di Bandung, Ir R. M. Son Son Sundoro, lebih dahulu menikmati keuntungan hasil
pembesaran belut. Itu setelah ia dan temannya sukses memasok ke beberapa negara. Sebut saja
Hongkong, Taiwan, Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand. Menurut Son Son pasar belut
mancanegara tidak terbatas. Oleh karena itu demi menjaga kontinuitas pasokan, ia dan eksportir
membuat perjanjian di atas kertas bermaterai. Maksudnya agar importir mendapat jaminan
pasokan.
Sejak 1998, alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Indonesia, itu rutin
menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam berukuran 5 m x 5 m di Majalengka,
Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa Barat. Ia mematok harga belut ke
eksportir US$4-US$5, setara Rp40.000-Rp60.000/kg isi 10-15 ekor. Sementara harga di tingkat
petani plasma Rp20.000/kg.
Permintaan ekspor belut
Negara Tujuan Kebutuhan (ton/minggu)
Jepang 1.000
Hongkong 350
Cina 300
Malaysia 80
Taiwan 20
Korea 10
Singapura 5
Sumber: Drs Ruslan Roy, MM, Ir R. M. Son Son Sundoro, www.eelstheband.com, dan telah
diolah dari berbagai sumber.
4
no reviews yet
Please Login to review.