Authentication
386x Tipe PDF Ukuran file 0.32 MB Source: sc.syekhnurjati.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Karakter
1. Karakter
a. Pengertian Karakter
Secara etimologis kata karakter berasal dari bahasa Yunani Charrassein yang
berarti membuat tajam, membuat dalam. Sedangkan dalam kamus Ingris-Indonesia
karakter berasal dari kata character yang berarti watak, karakter atau sifat (Echols
dan Shadily, 1995:5).
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain.
Menurut Samani & Hariyanto (2012:43) memaknai karakter sebagai nilai-nilai
dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa,
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang
baik sehingga peserta didik menjadi faham (kognitif) tentang mana yang benar dan
yang salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik bukan hanya
melibatkan aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga
merasakan yang baik (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action).
9
10
Sejalan dengan pendapat diatas Samani (2011:41) yakni Karakter dapat
dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan
estetika.
Menurut Coon (1983) mendefinisan karakter sebagai suatu penilaian subyektif
terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat
atau tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Sementara menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi Sembilan
pilar, yaitu cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, tanggung jawab, disiplin dan
mandiri, jujur, amanah, dan arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong, dan
gotong royong, percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, kepemimpinan dan adil, baik
dan rendah hati, toleran, cinta damai, dan kesatuan.
Berdasarkan pendapat di atas orang yang memiliki karakter baik adalah orang
yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut. Karakter seperti juga kualitas diri
yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada
setiap individu dipengaruhi oleh factor bawaan (nature) dan faktor lingkungan
(nuture).
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian
menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kaualitas moral dan
mental, sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif
terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter
hanya berkaitan dengan stimulus terhadap intelektual seseorang. Jika sosialisasi dan
11
pendidikan (faktor nuture) sangat penting dalam pendidikan karakter, maka sejak
kapan sebaiknya hal itu dilakukan? Menurut Thomas Lichona dalam Megawangi
(2003) pendidikan karakter perlu dilakukan sejak usia dini.
Erikson dalam Hurlock (1981) juga menyatakan hal yang sama, dalam hal ini
Erikson menyebutkan bahwa anak adalah gambaran awal manusia menjadi manusia,
yaitu di mana kebaikan berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan kata lain, bila
dasar-dasar kebaikan gagal ditanamkan pada anak usia dini, maka dia akan menjadi
orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebaikan. Dari paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang
pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah-nature) dan lingkungan
(sosialisasi atau pendidikan-nuture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia
sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui
sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
b. Komponen Karakter yang Baik
1) Pengetahuan Moral
Terdapat banyak jenis pengetahuan moral berbeda yang perlu kita ambil
seiring kita berhubungan dengan perubahan moral kehidupan. Keenam aspek
berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan karakter
yang diinginkan. Pertama, kesadaran moral. Kedua, mengetahui nilai moral.
Ketiga, penentuan perspektif. Keempat, pemikiran moral. Kelima, pengambilan
keputusan. Keenam, pengetahuan pribadi.
2) Perasaan moral
12
Seberapa jauh kita peduli tentang sikap jujur, adil, dan pantas terhadap
orang lain, sudah jelas mempengaruhi apakah pengetahuan moral kita mengarah
pada perilaku moral. Sisi emosional karakter ini seperti sisi intelektualnya,
terbuka terhadap pengembangan oleh keluarga dan sekolah. Aspek-aspek berikut
kehidupan emosional moral menjamin perhatian kita sebagaimana kita mencoba
mendidik karakter yang baik. Pertama, hati nurani. Kedua, harga diri. Ketiga,
empati. Keempat, mencintai hal yang baik. Kelima, kendali diri. Keenam,
kerendahan hati.
3) Tindakan moral
Tindakan moral untuk tindakan yang besar, merupakan hasil atau outcome
dari dua bagian karakter lainnya. Ada masa ketika kita mungkin mengetahui apa
yang harus kita lakukan, merasakan apa yang harus kita lakukan, namun masih
gagal untuk menerjemahkan pikiran dan perasaan kita kedalam tindakan. Untuk
benar-benar memahami apa yang menggerakkan seseorang untuk melakukannya,
kita perlu memperhatikan tiga aspek karakter lainnya yaitu: kompetisi, keinginan,
dan kebiasaan. (http://3101409018.pdf.com diakses pada tanggal 27 Juni 2016
pukul 21.00 WIB).
2. Pendidikan Karakter
a. Pengertian pendidikan karakter
Menurut Thomas Lichona dalam Marzuki (2012) secara terminologis karakter
adalah “A reliable inner dispotion to respond to situation in a morally good way”.
no reviews yet
Please Login to review.