Authentication
275x Tipe DOC Ukuran file 0.16 MB
BAB 8 STRES DAN COPING STRES A. Pengertian Stres Stres merupakan realitas kehidupan manusia setiap hari. Manusia tidak dapat menghindarinya. Sebagai bagian dari pengalaman hidup, stres merupakan hal yang rumit, kompleks. Oleh karena itu stres dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Stres adalah setiap perubahan yang memerlukan penyesuaian. Biasanya jika berpikir tentang kejadian yang menimbulkan stres dianggap sebagai kejadian yang negatif, seperti cedera, sakit atau kematian orang yang dicintai, dapat juga kejadian yang positif. Sebagai contoh, mempunyai rumah baru atau kenaikanjabatan menimbulkan stres karena perubahan status dan tanggung jawab baru. Jatuh cinta dapat menyebabkan stres sama dengan putus cinta. Dalam peristiwa stres sekurang-kurangnya ada tiga hal yang saling mengkait; hal, peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stressor); orang yang mengalami stres (the stressed); dan hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab stres (transaction) beserta segala yang tersangkut olehnya (Hardjana, 1994). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), stres diartikan sebagai tekanan atau gangguan atau kekacauan mental dan emosional. Pestonjee (1992) mengatakan bahwa dalam ilmu fisik, stres didefinisikan sebagai suatu kekuatan yang menyebabkan tubuh mengalami ketegangan, dalam ilmu biologi, stres diartikan sebagai perubahan dalam fungsi fisiologik, sedangkan dalam psikologi stres merupakan bagian dari hasil interaksi organisme dengan lingkungannya. Bila ditinjau dari psiko-fisiologi, pengertian stres mengacu pada stimulus yang memperdaya dan menimbulkan ketegangan sehingga tidak mudah diakomodasi oleh tubuh dan akan muncul dalam bentuk gangguan kesehatan. Sarafino (1994) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang muncul ketika individu berhubungan dengan lingkungannya, individu merasakan ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan situasional dengan sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang dimilikinya. Lebih lanjut Sarafino (1994) mengatakan bahwa stres dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon, dan stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan. Jika dipandang dari lingkungan dan hal-hal Psikologi Umum II | Mei 2011 1 yang menjadi sumber stres, stres dideskripsikan sebagai suatu rangsangan atau stimulus. Apabila dipandang dari individu yang mengalami stres, pusat perhatiannya adalah pada tanggapan atau respon individu terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Respon individu terhadap sumber stres dapat mempengaruhi aspek psikologis, yang meliputi: pola pikir, perilaku, emosi dan perasaan stres. Serta mempengaruhi aspek fisiologis, seperti jantung berdebar- debar, mulut menjadi kering, perut mulas, badan berkeringat. Respon-respon psikologis dan fisiologis ini disebut juga dengan strain atau ketegangan. Sutherland dan Cooper (Smeth, 1994) menambahkan bahwa stres sebagai suatu respon tidak selalu dapat dilihat, hanya akibatnya saja yang dapat dilihat. Selye (Hardjana, 1994) memberikan definisi tentang stress yaitu tanggapan yang menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang datang atasnya. Maksudnya adalah bahwa tanggapan tersebut tidak hanya terbatas pada satu bagian, seperti jari tangan, atau satu kesatuan tubuh, seperti tangan dari pangkal sampai ujungnya, tetapi menyangkut seluruh tubuh. Stres meliputi seluruh tubuh dari ujung kaki sampai ujung rambut. Selye (Miner, 1992) membedakan dua bentuk stres yaitu distress dan eustress. Distress adalah respon terhadap peristiwa-peristiwa negatif, sedangkan eustress adalah respon terhadap peristiwa-peristiwa yang bersifat positif. Baik distress maupun eustress dapat menimbulkan reaksi-reaksi stres berupa respon fisiologis maupun respon perilaku. Hawari (1997) menyatakan stres adalah tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban yang bersifat non spesifik. Namun disamping itu stres dapat juga merupakan faktor pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan atau penyakit. Manakala tuntutan pada diri seseorang itu melampaui kemampuannya, maka keadaan demikian disebut distress. Brown (Coleman, 2002) mengatakan bahwa secara teknis, suatu reaksi stres adalah respon mental dan fisik terhadap situasi menekan yang menggerakkan sumber-sumber daya tubuh menghadapi keadaan darurat, mekanisme “lawan atau lari”, yang membanjiri tubuh dengan hormon-hormon yang membangkitkannya untuk menghadapi tantangan. Canon (Smeth, 1994) berpendapat bahwa ketika organisme merasakan adanya suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan terangsang dan termotivasi melalui sistem syaraf simpatetik dan endokrin. Respon fisiologik ini mendorong organisme untuk menyerang ancaman tadi atau melarikan diri. Lebih lanjut dikatakan Canon Psikologi Umum II | Mei 2011 2 (Smeth,1994) bahwa dalam mekanisme lawan atau lari (fight or flight) tidak berarti bahwa seseorang adalah berani dan melawan, sedangkan orang lain adalah penakut dan melarikan diri. Ini merupakan reaksi yang terjadi saat seseorang yang mengalami stres harus memilih untuk melawan, yaitu menghancurkan stres yang menyerangnya atau melarikan diri dari penyebab stres. Kemudian Slamet dan Markam (2003) mendefinisikan stres sebagai suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu. Dalam menghadapi stres, seseorang dapat mengadakan penyesuaian diri secara efektif, yaitu mengarahkan tindakannya pada sasaran tertentu untuk mengatasi sebab-sebab stres. Sifat- sifat dan tindakan yang terarah pada sasaran ialah obyektif, rasional, dan efektif. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan fisik maupun psikologis yang dirasakan individu, sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan situasional dengan sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang dimilikinya serta ditandai dengan adanya reaksi fisiologis maupun psikologis. Ketika menghadapi stres, individu akan memberikan reaksi, apakah menjadi eustress atau distress. B. Sumber-Sumber Stres Berdasarkan sumbernya, stres dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: a. Sumber stres internal (dari dalam diri individu), meliputi: 1. Penyakit (Illness) Menderita penyakit membawa tuntutan fisik dan psikologi pada orang yang menderitanya. Tinggi rendah dan berat ringannya tuntutan tergantung dari macam penyakit. Penyakit ringan pada umumnya mendatangkan stres yang ringan, tetapi penyakit yang berat, seperti jantung, kanker, diabetes pada umumnya mengakibatkan kadar stres yang lebih berat. 2. Konflik Slamet dan Markam (2003) mengatakan bahwa konflik terjadi apabila suatu objek tujuan mempunyai nilai ganda bagi seseorang. Dalam proses memilih salah satu tujuan inilah terjadi konflik. Ada tiga jenis konflik, yaitu: mendekat-mendekat (approach- Psikologi Umum II | Mei 2011 3 approach), konflik menjauh-mendekat (avoidance-approach), dan konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance) 3. Frustrasi Frustrasi adalah suatu keadaan terhambat dalam mencapai tujuan (Slamet dan Markam, 2003). Definisi lain mengatakan bahwa frustrasi adalah kegagalan dalam usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhan atau dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frustrasi timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan (dari luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan lain-lain. Dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri, dan lain-lain) yang menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya 4. Krisis Krisis adalah perubahan atau peristiwa yang timbul mendadak dan menggoncangkan keseimbangan sesorang diluar jangkauan daya penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan keluarga dan lain-lain 5. Tekanan Stres dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. Contohnya, dari dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga dan lain-lain. Dan dari luar: istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya berprestasi dan lain-lain. b. Sumber stres eksternal (dari luar diri individu), meliputi: 1. Keluarga Stres di sini dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dan lain-lain. Kemudian stres yang dialami orang tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasangannya karena kematian (Sarafino, 1994). Hawari (1997) mengatakan bahwa kondisi keluarga yang tidak baik (sikap orang tua) juga dapat memicu timbulnya stres. Misalnya: hubungan kedua orangtua yang dingin, kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak-anak, perceraian, salah satu orangtua menderita gangguan jiwa, orangtua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter dan lain-lain. Psikologi Umum II | Mei 2011 4
no reviews yet
Please Login to review.