Authentication
223x Tipe DOC Ukuran file 0.11 MB Source: eprints.binadarma.ac.id
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGY COPING PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG AUTIS DI LEMBAGA TERAPI KOTA PALEMBANG ( THE CORELATION BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND COPING STRATEGY ON MOTHERS OF CHILDREN WITH AUTISM INSTITUTIONS THERAPY IN CITY PALEMBANG) Dwi Hurriyati Septi Wahyuningsih Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang dee.psy2009@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan strategy coping pada ibu yang memiliki anak autis di Lembaga Terapi Kota Palembang. Hipotesis yang digunakan yaitu ada hubungan antara dukungan sosial dengan strategy coping pada ibu yang memiliki anak penyandang autis di Lembaga Terapi Kota Palembang. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 100 ibu yang memiliki anak autis di Lembaga Terapi Kota Palembang dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 80 ibu yang didapat melalui teknik simpel random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial dan skala strategy coping. Teknik analisis menggunakan teknik analisis regresi sederhana.Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diperoleh koefisien korelasi r = 0,983 dengan nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara dukungan sosial dengan strategy coping pada ibu yang memiliki anak penyandang autis di Lembaga Terapi Kota Palembang. Kata Kunci : Dukungan Sosial dengan Strategy Coping ABSTRACT This research was purposed to know the corelation between social support and coping strategy on mothers of children with autism institutions therapy in city Palembang. Hypothesis used was the existency of relationship between social support and coping strategy on mothers of children with autism institution therapy in city Palembang. The Population of samples in this research was 100 subjects, with 80 subjects of them taken from simple random sampling technique.Measurement used in this research was social support scale and coping strategy scale. Data analysis used simple regression analysis Based on research’s data analysis, correlation coeficiency was r = 0,983 and p = 0,000. It showed that there was a corelation between social support and coping strategy on mothers of children with autism at the of therapy in city Palembang. Keywords : Social support and coping strategy 1. PENDAHULUAN perkembangan anak setiap saat. Tetapi Anak adalah anugerah yang bisa semua itu terkadang orang tua tidak meneruskan regenerasi dan semangat melihat kondisi anak. Kebanyakan orang hidup dalam suatu rumah tangga. Anak tua tidak bisa terima kenyataan, dengan yang sehat dan cerdas itu idaman semua anak yang pola perkembangannya orang tua. Orang tua ingin selalu berbeda dengan anak-anak yang lain. menjaga dan merawat dengan sebaik Anak-anak inilah yang disebut anak mungkin bahkan selalu memperhatikan berkebutuhan khusus atau anak mendidik anak autisme. Anak autisme penyandang autisme. sering kali mengamuk dengan tiba-tiba Autisme merupakan gangguan tanpa dapat dimengerti apa yang menjadi perkembangan yang mempengaruhi penyebabnya. Sementara sebagian anak beberapa aspek, bagaimana anak melihat yang lain bertingkah laku yang dunia dan belajar dari pengalamannya. membingungkan seperti tertawa tanpa Biasanya anak-anak ini kurang minat sebab, menangis tanpa sebab, suka untuk melakukan kontak sosial dan tidak menyendiri, diam dan sering melamun. ada kontak mata. Selain itu anak-anak Adanya hambatan dalam emosi autisme memiliki kesulitan dalam dan perilaku, menyebabkan anak berkomunikasi dan terlambat dalam autisme sulit untuk dirangkul secara perkembangan bicaranya. Menurut emosional, sulit berkomunikasi karena Hogan (Yuwono, 2009) autisme tidak adanya kontak mata, membuat ibu merupakan gabungan cacat berbicara pada anak, namun anak tidak perkembangan terlihat sepanjang tiga mengerti dan sebaliknya. Perilaku anak tahun pertama, ini dapat berakibat dalam autisme yang hiperaktif juga menjadi bentuk bahasa, komunikasi, emosi, salah satu sumber masalah bagi ibu, behavior, baik keahlian motorik kasar dimana ibu mengalami kesulitan untuk dan sosial interaksi. mengendalikan dan mengontrol perilaku Autisme berasal dari kata autos anak autisme tersebut (Nurhayati, 2003). yang berarti aku menurut Monsks dkk Beberapa keterlambatan (Yuwono, 2009). Dalam pengertian non perkembangan pada anak autisme bila di ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa bandingkan dengan anak lain yang semua anak yang mengarah pada dirinya sebaya, menuntut adanya penanganan sendiri disebut autisme. Berk (Yuwono, yang lebih intensif oleh ibu yang 2009) berpendapat juga bahwa autisme memiliki anak autisme. Munculnya berupa istilah keasyikan dalam dirinya tuntutan tersebut dapat berpotensi sendiri (absorbed in the self). Hal senada menimbulkan stress bagi ibu yang diperkuat juga oleh Tilton (Yuwono, memiliki anak autisme dan 2009) bahwa pemberian nama autisme membutuhkan adanya penanganan karena hal yang diyakini dari keasyikan strategy coping. yang berlebihan dalam dirinya sendiri, Menurut lazarus (Davinson dkk, jadi autisme dapat diartikan secara 2006) coping adalah: bagaimana orang sederhana sebagai anak yang suka berupaya mengatasi masalah atau menyendiri atau asyik dengan dunianya menangani emosi yang umumnya negatif sendiri. yang ditimbulkannya. Mu’tadin, (2002) Walaupun anak autisme hidup juga menambahkan bahwa strategy dunianya sendiri, tetapi mereka sangat coping adalah: segala upaya dan usaha membutuhkan peranan seorang ibu yang baik mental maupun perilaku untuk selalu ada, ibu yang memiliki anak menguasai, mentoleransi, mengurangi, autisme setiap hari dihadapkan pada meminimalis situasi atau kejadian yang hambatan dalam berinteraksi dan penuh tekanan. Mu’tadin, (2002) mengatakan yang sangat membutuhkan bantuan strategy coping dipengaruhi oleh orang lain. beberapa faktor antara lain, sebagai Sering mengeluh pada pihak– berikut: (a) kesehatan fisik, (b) pihak yang terkait yaitu suami, orang keyakinan dan pandangan positif, (c) tua, sahabat dan tetangga seperti sulitnya keterampilan memecahkan masalah, (d) punya anak autisme, lebih enak keterampilan sosial, (e) social support mengurusi anak yang normal. Bersikap dan materi. menerima, bersabar, dan bertawakal, Berdasarkan hasil observasi terkadang tanpa disadari ibu menangis dan wawancara yang dilakukan oleh sambil berdo’a saat tengah malam dalam penulis pada ibu yang memiliki anak hati, memohon kepada Allah Yang Maha autisme di tempat yang berbeda di Esa sehingga diberi kekuatan dalam Lembaga Terapi Kota Palembang, menghadapi anak autisme dan diberi tanggal 05 Januari 2010. Fenomena yang ketenangan dalam menghadapi hidup ini. terjadi di lapangan yaitu, banyak biaya Davison dkk, (2006) Penggunaan dan tenaga yang sudah dikeluarkan coping dengan penghindaran untuk tumbuh kembang anak, akan tetapi meningkatkan kemungkinan efek stress tidak ada kemajuan pada anak autisme, terhadap emosi dan fisik. Faktor penting hal ini banyak ibu yang memiliki anak lain yang dapat mengurangi efek stress autisme menjadi serba salah menghadapi adalah dukungan sosial. Mu’tadin, anak autisme terlihat dari perilaku ibu (2002) juga mendukung bahwa strategy seperti, kebanyakan ibu merasa putus coping dipengaruhi oleh beberapa faktor, asa, sehingga membuat ibu menjadi salah satunya yaitu dukungan sosial marah-marah pada anak autisme seperti yang meliputi dukungan kebutuhan mencubit, memukul, menjewer, serta informasi dan emosional. mengurung anak di dalam kamar atau Dukungan sosial adalah bahwa dirumah. Membiarkan, menelantarkan, suatu diantara fungsi pertalian atau sehingga ibu tidak peduli dengan anak ikatan sosial sebagai fungsionalnya autisme, dan memilih untuk jalan-jalan mencakup dukungan emosional (traveling ), berkumpul bersama teman- mendorong adanya ungkapan, perasaan, teman di mall, bercerita serta pergi memberi nasehat atau informasi, arisan bahkan sengaja menghabiskan pemberian bantuan material Smart waktu untuk perawatan diri seperti ke (Kurniawati, 2007). salon, refleksi, tanpa ada rasa bersalah. Sumber dukungan sosial bisa Pasrah dalam mendidik anak autisme, berasal dari suami atau istri, teman atau dan lebih memilih untuk menyerahkan sahabat. Adapun faktor-faktor dukungan anak kepada dokter, terapis, sosial menurut Marcer (Purwandari, pengasuhnya (baby sitter). Ibu merasa 2008) membagi empat faktor dukungan waktu banyak terbuang untuk mengurusi sosial yaitu: (a) dukungan emosional: anak autisme, dimana anak autisme tidak perasaan mencintai, penuh perhatian, dapat melakukan aktifitas sendiri seperti percaya diri dan mengerti, (b) dukungan makan, minum, mandi serta berpakaian informasi: membantu individu untuk menolong dirinya sendiri dengan berkompeten dibidangnya yaitu ahli memberi informasi yang berguna dan terapi, dokter, psikolog, membuat solusi berhubungan dengan masalah atau yang terbaik untuk anak autisme dan situasi,(c) dukungan fisik: pertolongan berdiskusi menanyakan masa depan anak yang langsung, seperti membantu autisme. merawat anak autisme (d) dukungan Mengajak ibu dan anak autisme penilaian informasi yang menjalankan berlibur, ke tempat rekreasi. Suami juga tentang peran pelaksanaan, bagaimana acuh dan tidak peduli pada ibu setelah menampilkan perannya, hal ini pulang kerja tidak menanyakan memungkinkan individu mampu perkembangan pada anak autisme mengevaluasi dirinya sendiri yang apakah ada perubahan atau tidak pada barhubungan dengan penampilan peran anak setelah diterapi, memijitkan ibu orang lain. saat sedang duduk santai, membawakan Berdasarkan hasil observasi dan minuman untuk ibu saat sedang duduk wawancara yang dilakukan oleh penulis sendiri. kepada tiga orang ibu yang memiliki Dukungan ini yang sangat anak autisme di tempat yang berbeda di diperlukan bagi seorang ibu yang Lembaga Terapi Kota Palembang, memiliki anak autisme dimana dukungan tanggal 05 Januari 2010. Fenomena yang sosial merupakan mediator yang penting terjadi, bahwa peran keluarga dalam menyelesaikan masalah ibu yang khususnya, seorang suami kurang memiliki anak autisme. Hal ini ibu memberikan dukungan sosial pada ibu sangat memerlukan bantuan dari yang memiliki anak autisme dimana, keluarga, teman, terutama suami yang suami tidak menggantikan peran ibu dapat berperan aktif dalam penanganan untuk memberikan pengajaran di rumah anak autisme baik secara langsung atau seperti mengajak anak berbicara, pun tidak, sehingga peran orang-orang berkomunikasi, menyediakan waktu terdekat dapat mempengaruhi ibu dalam untuk nonton bersama, meluangkan mengatasi permasalahan yang ada. waktu untuk bermain di rumah, dengan Berdasarkan penelitian Wardani, mengajak anak autisme untuk menyusun (2009) yang meneliti tentang strategy puzzle, menggambar, mewarnai, coping orang tua menghadapi anak melukis, mengajak bersama anak autisme. Adapun tujuan dari penelitian autisme untuk jalan–jalan sore, tersebut adalah untuk mengetahui mengajak bermain ditaman atau orientasi strategy coping yang digunakan kelapangan dan berenang. Keluarga juga oleh orang tua untuk menghadapi anak tidak memberikan atau mencarikan mereka yang mengalami gangguan artikel, buku, majalah tentang seputar autisme, bentuk perilaku coping yang pola asuh untuk ibu dalam menangani digunakan, dan dampak perilaku coping anak autisme, mengadakan pertemuaan tersebut bagi orang tua. Hasil penelitian rutin untuk berkonsultasi, membahas ini menunjukkan bahwa strategy coping program anak autisme seperti pada orang tua yang mempunyai anak memilihkan orang–orang yang autisme berorientasi pada penyelesaian
no reviews yet
Please Login to review.