Authentication
312x Tipe PDF Ukuran file 0.79 MB Source: repository.uksw.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kehidupan sehari-hari, memerlukan pengangkutan barang atau
disebut pengiriman barang dilakukan oleh orang per orang, ataupun orang
dengan menggunakan jasa layanan pengantar barang.
Kegiatan pengangkutan harus dijalankan dengan selamat. Apabila No
table of contents entries found. Pengangkutan berjalan dengan tidak selamat
maka itu menjadi tanggungjawab pengangkut.1 Keadaan tidak selamat memliki
dua artian yaitu barang tidak ada, atau musnah, atau barangnya ada tetapi rusak
sebagian atau keseluruhan diakibatkan oleh berbagai kemungkinan.2 Setiap
barang yang diangkut dengan menggunakan jasa pengangkutan haruslah
dijalankan dengan selamat. Seperti yang dimaksud dalam Pasal 499 dan 500
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“Pasal 499 benda (zaken) adalah setiap barang (geoderen)dan
tiap hak (rechten) yang dapat menjadi obyek hak milik. Pasal
500 segala sesuatu yang termasuk dalam suatu barang karena
hukum perlekatan, begitu pula segala hasilnya, baik hasil alam,
maupun hasil kerajinan, selama nelekat pada dahan dan
akarnya, atau terpaut pada tanah, adalah bagian dari barang
3
itu.”
Pengertian yang telah diuraikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu barang dalam wujud yang dapat menjadi obyek dari hak milik,
yang dimiliki karena hukum perlekatan. Jadi, suatu pengiriman barang objeknya
harus mempunyai wujud fisik, bukan dinamakan barang apabila berwujud non
fisik.
1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga (Bandung, 1998), hlm. 13
2 Ibid. 21
3 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 499 dan Pasal 500
1
Pengangkutan barang pada era teknologi informasi yang sudah sangat
canggih di masa sekarang, sudah sangat mudah hanya dengan menekan
smartphone, maka dengan itu seseorang dapat menggunakan jasa angkutan
barang.
Pengangkutan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat esensial
dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dlihat dari berbagai faktor seperti
keadaan geografis, menunjang pembangunan berbagai menunjang
pembangunan berbagai sektor, keselarasan antara kehidupan kota dan desa, dan
pengembangan ilmu dan teknologi. 4
Pengangkutan menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu
lintas.5
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum pengangkutan
adalah hukum yang mengatur perjanjian timbal balik antara pengangkut dan
pengirim, dimana pengangkut mengingatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengingatkan diri dengan membayar
ongkos pengiriman atau pengangkutan.
Adapun arti hukum pengangkutan ditinjau dari segi keperdataan, dapat
kita tunjuk sebagai keseluruhannya peraturan-peraturan, di dalam dan diluar
kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berdasarkan atas dan
tujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena
keperluan pemindahan barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu tempat
ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari segi
perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk
memberikan perantaan mendapatkan.6
4 Abdulkadir Muhammad, SH, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Dan Udara (Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 1991), hlm 1.
5 Undang-Undang No 22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
6 Sution Usman Adji,Djoko Prakoso,Hari Pramono. 1991. Hukum Pengangkutan Di Indonesia.
Jakarta. PT RINKA CIPTA. Hal. 5.
2
Hukum pengangkutan tidak lain ialah sebuah perjanjian timbal balik, pada
mana pihak pengangkut mengikat dirinya untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak
lainnya berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk
pengangkutan tersebut.7
Adapun sifat-sifat hukum pengangkutan menurut Pasal 1601 b
KUHPerdata dapat dikemukakan bahwa pada pemborongan itu pihak
pemborong harus menciptakan sesuatu tertentu bagi pihak yang
memborongkan, jadi sebuah benda baru yang tadinya belum ada, kenyataannya
sukar dapat digunakan pada pengangkutan, dalam mana sama sekali tidak
diperjanjikan perwujudan benda baru melainkan pengangkut yang baik akan
sekeras-kerasnya berusaha, supaya benda-benda yang dipercayakan kepadanya
secara utuh dan lengkap, tidak berubah sampai di tempat tujuan.
Pada umumnya hubungan hukum antara pengangkut dengan pihak yang
memakainya itu adalah bermacam-macam yaitu sama tinggi sama rendah atau
kedua belah pihak adalah gecoordineerd. Tidak ada imbangan majikan terhadap
buruh imbangan pada hubungan hukum pemakai pengangkutan dan
pengangkut. Karena itu sifat perjanjian pengangkutan adalah sebuah perjanjian
untuk melakukan pelayanan berkala Pasal 1601 KUHPerdata.8
Berhubungan dengan perjanjian pengangkutan mempunyai banyak sifat
hukumnya maka sebagai akibatnya pengangkut dapat mempunyai kewajiban-
kewajiban dan hak-hak sebagai berikut:
1. Sebagai pemegang kuasa, pengangkut melakukan perbuatan hukum atas
nama pengirim. Dengan ini maka dia tunduk pada ketentuan mengenai
pemberian kuasa Pasal 1792 – 1819 KUHPerdata.
2. Sebagai komisioner, jika pengangkut berbuat atas dasar namanya sendiri,
maka berlakulah ketentuan Pasal 76 KUHD.
3. Penyimpanan barang, sebelum pengangkut mendapat atau menemukan
pengangkut yang memenuhi syarat, maka sering pengangkut terpaksa harus
7 Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, Hari Pramono, Hukum Pengangkutan di Indonesia, (Jakarta :
PT. Rinka Cipta, 1991), hal. 5-6.
8 Ibid, hlm 8
3
menyimpan dulu barang-barang pengirim digudangnya berlaku Pasal 1694
KUHPerdata.
4. Sebagai penyelenggara urusan, untuk melaksanakan amanat pengirim,
pengangkut banyak sekali harus berurusan dengan pihak ketiga untuk
kepentingan barabg-barang tersebut ketentuan ini berlaku pada Pasal 1354
KUHPerdata.
5. Registrasi dan surat muatan, sebagai pengusaha seorang pengangkut harus
memelihara register harian tentang macam dan jumlah barang dagangannya
dan barang lainnya yang harus diangkut, begitu pula harganya, seperti pada
Pasal 86 ayat 2 KUHD.
6. Hak retensi, berdasarkan fungsinya atau sifatnya perjanjian pengangkutan
terjadi karena persialan apakah pengangkutan mempunyai hak retensi.
Sebagai yang telah diketahui, pemegang kuasa mempunyai hak retensi Pasal
85 KUHD, penyimpan barang Pasal 1729 KUHPerdata, penyelenggara
urusan maka pada hemat pengangk pun mempunyai hak retensi.
Tanggung jawab ekspeditur Pasal 87 KUHD menetapkan tanggung jawab
pengangkut terhadap barang-barang yang telah diserahkan pengirimnya kepada
untuk:
a. Menyelenggarakan pengiriman selekas-lekasnya dengan rapi pada barang-
barang yang telah diterimanya pada pengirim.
b. Mengindahkan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang tersebut.
c. Pengambilan barang-barang dari gudang pengirim
d. Bila perlu penyimpanan digudang pengangkutan
e. Pengambilan barang muatan dari tempat tujuan untuk diserahkan pada
penerima yang berhak atau kepada pengangkut selanjutnya.
Mengenai peraturan-peraturan tentang pengangkutan dengan kendaraan
bermotor, tidak ada dalam KUHD yang ada hanya KUHPerdata Pasal 1338 –
1339. Karena ada baiknya kita memulai dengan sekedar uraian mengenai
hukum pengangkutan orang pada umumnya. Tercantum didalamnya dapat
ditemukan kembali dalam peraturan khusus termasuk diatas atau ada
pentimpangan.
a. Perbedaan angkutan barang dan angkutan orang
4
no reviews yet
Please Login to review.