Authentication
562x Tipe PDF Ukuran file 1.73 MB Source: pa-slemankab.go.id
http://www.asia-pacific-action.org/southeastasia/indonesia/resources/indonlaw/umum/kitab%20undang-
undang%20hukum%20perdata.htm
1
Kitab UndangKitab Undang--Undang Hukum Perdata Undang Hukum Perdata
Buku Pertama Buku Pertama –– Orang Orang
Daftar isi Daftar isi
• Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
• Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil
• Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
• Bab IV - Tentang perkawinan
• Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
• Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
• Bab VII - Tentang perjanjian kawin
• Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
• Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
• Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
• Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
• Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
• Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
• Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
• Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
• Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
• Bab XVI - Tentang pendewasaan
• Bab XVII - Tentang pengampuan
• Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran
Bab I Bab I -- Menikmati dan kehilangan hak Menikmati dan kehilangan hak--hak kewargaanhak kewargaan
1. Penikmatan hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
2. Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah mati
waktu dilahirkan, anak tersebut dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348, 489, 758, 836, 899, 1679)
3. Tiada suatu hukuman apapun dapat mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya seluruh hak-hak kewargaan (ISR.
144.)
Catatan: Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.
Bagian 1Bagian 1
Daftar catatan sipil pada umumnyaDaftar catatan sipil pada umumnya
4. (s.d.u. dg. S. 1916-38 jo. S. 1917-18; S. 1907-205 pasal 3 jo. S. 1919-816; S. 1937-595.) Tanpa mengurangi ketentuan pasal 10
Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di Indonesia, maka untuk golongan Eropa di seluruh Indonesia ada daftar
kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd. 5; BS. 1.)
Pegawai yang ditugaskan menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan sipil.
5. Pemerintah (Gouverneur-Generaal), setelah mendengar Mahkamah Agung (Hooggerechtshof), dengan peraturan
tersendiri, menentukan tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian pula cara menyusun akta-
aktanya dan syarat-syarat yang harus diindahkan. Dalam peraturan itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap
http://www.asia-pacific-action.org/southeastasia/indonesia/resources/indonlaw/umum/kitab%20undang-
undang%20hukum%20perdata.htm
2
pelanggaran-pelanggaran oleh pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum atau tidak akan diatur dengan ketentuan
undang-undang hukum pidana. (KURP 436, 556 dst. lihat peraturan BS. golongan Eropa, Indonesia dan Indonesia-Kristen dan
catatan di bawah judul BS.)
Bagian 2Bagian 2
Nama, perubahan nama, dan perubahanNama, perubahan nama, dan perubahan nama depan nama depan
5a. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Anak sah, dan juga anak tak sah tetapi yang diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan
ayahnya; anak yang tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ibunya. (KUHperd. 250 dst., 255, 256 dst., 261,
272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.).
6. Siapa pun tidak diperkenankan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain pada namanya tanpa izin
pemerintah. (BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S. 1867-168 s V; S. 1917-12.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa tidak
dikenal nama-keturunannya atau nama depannya, boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan izin
pemerintah.
7. (s.d.u. dg. S. 1937-595 dan S. 1941-370.) Permohonan untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat
bulan, terhitung mulai dari hari pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal 3.)
8. (s.d.u. dg. S. 1883-190.) Selama jangka waktu tersebut dalam pasal yang lalu, pihak-pihak yang berkepentingan boleh
mengemukakan kepada pemerintah, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap menjadi keberatan untuk
menentang permohonan tersebut di atas. (S. 1883-192 pasal 3.)
9. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Bila dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama pasal 6 permohonan dikabulkan, maka surat
penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus
menuliskannya dalam buku daftar yang paling akhir, dan membuat catatan tentang hal itu pada tepi akta kelahiran si
pemohon. (BS. 26.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat penetapan yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya permohonan
termaksud dalam pasal 6 alinea kedua, dibukukan dalam daftar kelahiran yang paling akhir di tempat tinggal yang
bersangkutan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43 alinea pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan
Eropa, dicatat pula pada tepi akta kelahiran. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang
dimaksud pada alinea yang lalu, pemerintah dapat memberikan nama-keturunan atau nama-depan kepada yang
berkepentingan. Surat penetapan ini harus diperlakukan sesuai dengan pasal yang lalu.
10. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam keempat pasal yang lalu,
sekali-kali tidak boleh diajukan sebagai bukti adanya hubungan sanak-saudara. (KUHPerd. 262; S. 1883-192 pasal 3.)
11. Tiada seorang pun boleh mengubah nama-depannya atau menambahkan nama-depan pada namanya, tanpa izin
pengadilan negeri (raad van justitie) tempat tinggalnya atas permohonan untuk itu, setelah mendengar jawatan kejaksaan
(openbaar ministrie). (BS. 40.)
12. Bila pengadilan negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama-depan, maka surat penetapannya harus
disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus membukukannya dalam daftar
yang paling akhir, dan mencatatnya pula pada tepi akta kelahiran. (BS. 26.)
Bagian 3Bagian 3
Pembetulan akta catatan sipil, dan penambahannya. (S. 183Pembetulan akta catatan sipil, dan penambahannya. (S. 18366--16.)16.)
13. Bila daftar tidak pernah ada, atau telah hilang, dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada
akta yang tidak terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan atau
kesalahan lain, maka hal-hal itu dapat menjadi dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu. (BS.
26 dst., 36; KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, lihat BS. 67.)
14. Permohonan untuk itu hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu
diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan, dan untuk itu pengadilan negeri akan mengambil keputusan setelah
mendengar jawatan kejaksaan dan pihak-pihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi
kesempatan banding. (Rv. 844 dst.)
15. Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon, atau yang pernah dipanggil. (KUHPerd. 1917.)
http://www.asia-pacific-action.org/southeastasia/indonesia/resources/indonlaw/umum/kitab%20undang-
undang%20hukum%20perdata.htm
3
16. Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap, harus
dibukukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar-daftar yang paling akhir segera setelah diperlihatkan dan bila ada
perbaikan, hal itu harus diberitakan pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen
tentang Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
Bab III Bab III -- Tempat tinggal atau domisili Tempat tinggal atau domisili
17. Setiap orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat tinggal
yang demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya. (Rv. 6-7?, 99.)
18. Perubahan tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai niat untuk menempatkan
pusat kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)
19. Niat itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada kepala pemerintahan, baik di tempat yang ditinggalkan,
maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S. 1919-573 jis. 1931-373, 423.) Bila tidak ada pernyataan,
maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan sebenarnya.
20. Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat mereka bertugas. (RO.
21; Rv. 99.)
21. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai
tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dari
kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang
dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu mereka. (KUHPerd. 106, 207, 211, 242, 298,
301, 383, 452.)
22. (s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh
mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya. (KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
23. Yang dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang
terakhir. (KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
24. Dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak bebas untuk memilih tempat tinggal
yang lain daripada tempat tinggal yang sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi
pelaksanaan keputusan hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki oleh kedua pihak atau salah
satu pihak. Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud dalam
akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393,
1405, 1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106 dst., 411, 443, 461, 477, 504, 533, 550, 561, 594, 597, 601, 606, 655, 662, 666, 729, 816, 860
dst.)
25. Bila hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih untuk dirinya,
asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal jauhnya dari tempat tinggal yang lama dan perubahan itu
diberitahukan kepada pihak yang lain.
Bab IV Bab IV -- Perkawi Perkawinannan
Catatan: Ketentuan-ketentuan perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan
tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum.Ketentuan Umum.
26. Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd. 81.)
Bagian 1Bagian 1
SyaratSyarat--syarat dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perkawinansyarat dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perkawinan
http://www.asia-pacific-action.org/southeastasia/indonesia/resources/indonlaw/umum/kitab%20undang-
undang%20hukum%20perdata.htm
4
Lihat Peraturan Peralihan mengenai diberlakukannya perundang-undangan anak-anak S. 1927-31 jis. 390, 421 sebelum Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
27. Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja; seorang
perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-41?, 62, 63-2?, 65, 70-4?, 83, 86, 93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279
dst.)
28. Asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon istri. (KUHPerd. 61-3?, 4?, 62, 63-
2?, 65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
29. Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas
tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa
menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi. (ISR. 43; KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B
II-283.)
30. Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun
garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam
garis ke samping, antara kakak-beradik laki-perempuan, sah atau tidak sah. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95
dst., 98, 290, 295, 297.)
31. Perkawinan juga dilarang karena alasan-alasan berikut: 1?. (s.d.u. dg. S. 1941-370.) antara ipar laki-laki dan ipar
perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau
bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk
melakukan perkawinan lain; 2?. antara paman atau paman orang tua dan kemenakan perempuan atau anak perempuan
kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dan kemenakan laki-laki atau anak laki-laki kemenakan, yang sah
atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah dengan memberi dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan
yang tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43; KUHPerd. 29, 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 295, 297.)
32. Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali tidak diperkenankan kawin
dengan pasangan zinahnya itu. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63- 2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 209.)
33. (s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan pasal 199
nomor 3? atau 4?, tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak
pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar catatan sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang
yang sama dilarang. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268, 493.)
34. Seorang wanita tidak boleh melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak
pembubaran perkawinan yang terakhir. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 64 dst., 71-4?, 93, 99, 252, 494 dst.)
35. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua
orang tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dari mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat dari kekuasaan
orang tua atau perwalian atas anak itu, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,
berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya
menjadi syarat beserta keluarga-keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah
meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua
yang lain. (KUHPerd. 37, 40 dst., 49, 61-1?, 71-2?, 5?, 83, 91, 151, 299 dst., 330, 424, 458, 901; BS. 61-4?.)
36. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa
memerlukan juga izin dari wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah orang lain daripada ayah atau ibu mereka;
bila izin itu diperlukan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis lurus,
diperlukan izin dari wali pengawas. Bila wali atau wali pengawas atau ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang
tua atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea kedua
pasal yang lalu, asal orang tua yang tidak dipecat dari kekuasaan orang tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah
memberikan izin itu. (KUHPerd. 42, 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91, 151, 424, 901; BS. 61-4?.)
37. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh tua mereka, sejauh mereka masih hidup
dan tidak dalam keadaan yang sama. Bila orang lain daripada orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-
anak dibawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari
wali atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua pasal 35
berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat
atau bila salah satu atau lebih tidak menyatakan pendiriannya (KUHPerd. 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91 151, 424, 497, 901; BS.
61-4?.)
no reviews yet
Please Login to review.