Authentication
619x Tipe DOCX Ukuran file 0.05 MB
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kajian terhadap Hukum Agraria sudah banyak dilakukan oleh berbagai
kalangan, baik dalam bentuk buku-buku referensi, jurnal ilmiah dan di dalam
seminar-seminar serta simposium yang bertajuk Agraria.
Tetapi kajian-kajian tersebut tidak begitu fokus mengkaji tentang sejarah
hukum agraria, bagaimana lahirnya hukum agraria di Indonesia sampai
terbentuknya Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960.
Bahkan wacana untuk mengamandemen Undang-undang Pokok Agraria,
yang selanjutnya dalam makalah ini disebut UUPA, terus dilakukan guna
menyesuaikan peraturan-peraturan di bidang ke-agraria-an yang sudah dianggap
tidak mengakomodir perkembangan masyarakat. Ini membuktikan bahwa hukum –
khususnya hukum agararia – terus berkembang seiring dengan perkembangan dan
kebutuhan masayarakat, untuk itu diperlukan suatu kajian ilmiah tentang bagaimana
rangkaian sejarah (hukum) hukum agraria Indonesia guna mengetahui setiap
perkembangan yang terjadi di bidang agraria. Dengan demikian setidaknya dari
kajian itu dapat diperoleh bahan untuk dijadikan pegangan dalam melakukan
pembaharuan (hukum) terhadap hukum agraria.
Substansi yang akan dibahas di dalam makalah singkat ini terfokus kepada
sejarah hukum agraria sebagai salah satu bagian yang integral dari sistem hukum
Indonesia yang memanikan peranan penting dalam upaya pembangunan masyarakat
guna mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara. Dalam kajian terhadap hukum
agraria ini penulis melakukan kajian dari pendekatan sejarah. Hal ini penulis
anggap penting karena perkembangan hukum agararia kedepan tidak akan terlepas
dari proses dan pergelutan yang melatarbelakangi lahirnya hukum agraria ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka msalah yang dikaji dalam makalah ini
adalah :
1. Bagaimana proses sejarah hukum agraria sampai dengan UUPA 1960 ?
2. Bagaimana perkembangan hukum agrarian di Indonesia ?
1
C. TUJUAN
Dari kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulisan makalah
bertujuan untuk :
1. Mengertahui proses sejarah hukum agraria di indonesia
2. Mengetahui dan memahami perkembangan hukum agraria diindonesia
sampai sekarang ini
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan (1945)
Pada masa penjajahan Belanda, terdapat dualisme hukum yang berlaku di
Indonesia yaitu berlakunya hukum agraria barat di satu pihak dan hukum agraria
menurut hukum adat di pihak lain. Hukum agraria barat berlaku bagi warga negara
Belanda dan orang-orang asing lainnya yang tunduk pada hukum barat, termasuk
bagi mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Barat seperti Jepang.
Sedangkan hukum agraria menurut hukum adat berlaku bagi warga negara asli
(pribumi). Hukum barat dikodifikasikan dalam Burgerlijk Wetboek (B.W)
sedangkan hukum adat merupakan hukum rakyat asli yang tidak tertulis.
1. Peraturan-peraturan Agraria yang Berlaku di Daerah Pemerintahan
Langsung
Agrarische Wet
Agrarische Wet merupakan dasar bagi hukum agraria pemerintah Belanda
yang dibuat di negri Belanda pada tahun 1870 (Stb.tahun 1870 no.55). Agrarische
Wet lahir atas desakan modal besar swasta pada waktu dijalankan stelsel tanam
paksa pada pertengahan abad 19.
Tujuan Agrarische Wet adalah:
Membuka kemungkinan kepada pemodal besar asing untuk berkembang di
Indonesia membuka kemungkinan bagi pegusaha untuk menyewa tanah dari
rakyat.terutama untuk tebu dan tembakau melindungi hak-hak rakyat Indonesia asli,
karena tanpa perlindungan itu dikhawatirkan rakyat akan menghilangkan tanahnya
sama sekali yang dapat menimbulkan akibat berbahaya bagi pemerintah.
Sedangkan prinsip yang diemban dalam Agrarische Wet antara lain :
Memberi kesempatan pihak swasta agar mendapatkan tanah luas dengan
sewa murah Hak pakai (menyewa tanah) Pemerintah boleh mengambil tanah rakyat
untuk kepentingan umum Golongan bumi putera diberi kesempatan mengkonvensi
HAT untuk menjadi egendom.
Agrarische Besluit Pelaksanaan daripada ketentuan-ketentuan Agrarische
Wet ini diatur dalam berbagai peraturan dan keputusan. Salah satu yang terpenting
ialah Koningklijke Besluit yang terkenal dengan nama Agrarische Besluit dan
3
dimuat dalam Stb no.118. Di dalam Agrarische Besluit pasal 1 termuat pernyataan
penting yang terkenal dengan sebutan “Domein Verkaling“, yang berisi ketentuan
bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan eigendomnya maka tanah tersebut
domeinnya, adalah domein negara.
Disamping domein verkaling yang bersifat umum di dalam perundang
undangan agraria Barat masih terdapat lagi pernyataan domein yang khusus berlaku
bagi daerah-daerah tertentu yang disebut Speciale Domein Verkaling.
Pernyataan ini terdapat di dalam pasal 1dari beberapa Ordonansi Erfpacht sebagai
berikut:
- untuk Sumatra (Stb tahun 1874 no 94f)
- untuk kresidenan menado (Stb.tahun 1877 no 55)
- untuk keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur (Stb tahun 1888 no 58)
Domein Verkaling mempunyai beberapa fungsi sebagai landasan negara
untuk memberi hak-hak barat seperti:hak eigondom,hak opstal, hak erfpacht dan
lain-lain. Menurut pemerintah Hindia Belanda hanya satu eigenaar (pemilik) saja
yang dapat memberikan tanah dengan hak barat,oleh sebab itu perlu negara yang
menyatakan dirinya sebagai eigenar untuk keperluan pembuktian sehingga negara
tidak perlu membuktikan hak eigondomnya dalam suatu perkara. Pihak lainlah
yang harus membuktikan haknya itu
2. Peraturan Agraria di Daerah Swapraja
Dalam tahun 1918 dikeluarkan ordonansi yang mula-mula diberi nama
Grondhur Reglementvoor de Residentie Soerakarta en Yogyakarta yang
diundangkan dalam Staatsblad Tahun 1918 No. 20 dan pada tahu 1928 diubah
namanya menjadi Vorstenlands Grondhur Reglement (V.G.R). Dengan peraturan ini
pengusaha asing dapat memperoleh hak atas tanah dengan cara Konversi.
Maksudnya ialah pergantian/perubahan hak atas tanah,yaitu memperkenankan
kepada pengusaha asing untuk memakai dan mengusahakan tanah tertentu melalui
Beschikking dari Raja.
B. Setelah Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945) Sampai 24 September
1960
4
no reviews yet
Please Login to review.