Authentication
175x Tipe PDF Ukuran file 0.45 MB
ANIMAL PRODUCTION, Mei 2008, hlm. 122 - 128 ' Vol. 10 0 No.2 0 ISSN 1411 -2027 Terakreditasi NoS6/DIKTI/Kep/2005 Kajian Deteksi Produksi Telur Itik Tegal Melalui Pslimorfisme Protein Darah (Detection of Egg Production of Tegal Duck by Blood Protein Polymorphism) Ismoyowati Fakulfas Pelernahan Urtiversitas Je~tderal Soedirmoa Puwokerfo ABSTRACT: The aim of this research was to study the effect of transfferine, albumine, and haemoglobine loci to egg production characteristic of Tegal duck. 100 lying of Tegal ducks keeping by batteray-pen were used in this study. Individual egg production was recorded until period of 120 days. Blood protein polymorphism analysed by electrophoresis method, and blood sample taken from each ducks.. Egg production and transfferine albumine, and haemoglobine phenotipe on electrophoresis gel were observed in this study. Genotipe and gene frequencies and genetic variant were a lied in data analysis. The result showed that (I) in the transferine locus were identified 3 aleles forming 4 genotipes (T8[TfgB, TP, and ~fe'), (2) in albumine were identified 3 aleles forming 5 genotipes (AlbAA, AlbAB, AlbAC, AlbBB and AlbBC) and (3) haemoglobine locus were identified 6 aleles forming 4 genotipes ((HbAA, ~b*~, ~b~', HbBB, ~b~~ dan ~b"). This study demostrated that B gene frequenci in transfferine, albumine and haemoglonine loci was highest than A and C gene frequency. Tegal Duck with AA genotipe on all loci had higher egg production than BB and CC homozigote. This research revealed that the most efective of selection method by haemoglobine protein polymorphism. Key Words: Tegal duck, egg production, selection, blood protein polymorphism Pendahuluan ada sat ini masih sangat hadisional dan tanpa kontrol terhadap kualitas bibit yang dihasilkan. Salah satu pendekatan genetis untuk peningkatan Itik lokal merupakan salahsatu plasma nutfah mutn genetik itik yaitu melalui seleksi dan sistem ternak Indonesia. Upaya pelestarian dan perkawinan. Seleksi bibit yang berkualitas dan pengembangan itik lokal harus diupayakan guna sistem perkawinan yang tepat &an menghasilkan mempertahankan keberadaan plasma nutfah ternak keturunan yang dapat ditingkatkan pioduktivitasnya. Indonesia yang telah beradaptasi dengan lingkungan Program seleksi berdasarkan genetik kuantitatif telah setempat. Itik merupakan penghasil daging, telur dan banyak dilakukan, namun masalah yang belum jnga bulu, itik dapat hidup dan berkembang biak terpecahkan adalah memperpendek waktu yang dengan pakan yang sederhana sesuai dengan potensi relatif lama mengingat untuk mernperoleh tetua yang wilayah. Li et al. (2006). Perkembangbiakan itik berproduksi tinggi dibutuhkan generasi keturunan. tergantung pada kemampuan reproduksinya. Untuk itu, diperlukan metode seleksi dengan Upaya untuk meningkatkan produksi telur, mutu pendekatan biomolekuler yaitu melalui deteksi bibit merupakan salah satu komponen yang sangat berdasarkan pola protein darah yang polimorfik dan menentukan bagi keberhasilan usaha peternakan itik. fisiologi yaitu melalui hematologis darah. Hal ini Ketersediaan bibit itik berkualitas sampai saat ini dapat dilakukan karena protein yang terdapat dalam masih merupakan kendala utama dalam darah merupakan protein fungsional produk ekspresi peugembangan itik petelur di Indonesia. Pendekatan gen-gen yang tersusun dari DNA (Kimbal, 1994). genetis merupakan salah satu alternatif yang dapat Suyadi et al. (2006) menyatakan bahwa untuk dilakukan dalam memperbaiki mutu bibit itik petelur peningkatan beberapa sifat dapat dilakukan yang ada di lapangan, karena perbaikau secara berdasarkan genetik kuantitatif atau molekuler. genetis cenderung memberikan dampak yang lebih Seleksi secara konvensional berdasarkan data permanen. Sistem pembibitan, terutama di daerah- fenotipik kuaatitatif membutuhkan catatan individu daerah sentra produksi perlu dikembangkan untuk dalam jumlah yang besar dari generasi ke generasi. pengadaan bibit yang berkualitas. Berbagai Disamping itu, program ini sering tidak menghitung pengamatan menunjukkan bahwa pembibitan yang keragaman genetik dalam populasi. Tekuologi Kajian Deteksi Produksi (Ismoyowati) Hb CC AC BC CC AC BB CC M Individu 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 2. Ragam genotipe lokus hemoglobin hasil elektroforesis protein darab itik Tegal produksi telur paling rendah. Genotip heterosigot menunjukkan bahwa frekuensi gen C paling rendah HbBC, dengan ale1 atau gen HbC dominan terhadap dibanding gen A dan gen B. Brodacki dan Woljcik ale1 HbB, sehingga kombinasi antara keduanya (2001) melaporkan bahwa polimorfisme protein menyebabkan potensi produksi telur yang lebih preaktin pada otot paha burung puyuh berhubungan tinggi dibanding genotip HbBB, sedangkan homosigot dengan konsentrasi protein preaktin, genotipe HbCC yang memiliki potensi produksi telur diantara homosigot BB memiliki konsentrasi preaktin yang homosigot Hb" dan HbBB. Genotip heterosigot lebih tinggi dibanding homosigot AA dan level ~lb~' memiliki produksi telur paling tinggi preaktin tertinggi terdapat pada genotipe heterosigot dibandingkan dengan genotip lainnya, padahal dibandingkan homosigot. genotipe homosigot ~lb~~ paling tinggi dm ~lb~~ Hasil penghitungan efek atau pengarub rata-rata paling rendah, keadaan ini dapat dijelaskan karena gen diperoleh gen A (al) dan gen C (a3) yang efek gen C (a3) lebih tinggi dibanding dengan efek berpengaruh secara genetik meningkatkan produksi gen A (al) sehingga memunculkan sifat produksi telur, sedangkan gen B (a2) berpengaruh terhadap telur yang lebih tinggi. Satu sifat yang dipengaruhi pennrunan produksi telur, apabila dalam populasi oleh lebih dari satu gen dapat menyebabkan terjadi peningkatan atau bertambahnya gen A dan terjadinya epistasis (Smalec and Brodacki, 1995). gen C maka nilai tengah genotip populasi akan Pirchner (1981) menyatakan sifat kuantitatif berubah sebesar a1 dan a3, sedangkan bila terjadi dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik), interaksi penambahan gen B maka nilai tengah genotip gen satu dengan yang lainnya ada yang bersifat over populasi akan berubah sebesar a2. dominan sehingga pemunculannya menekan Pichner (1981) dan Christensen (2002), pengaruh gen yang lain. menyatakan bahwa fenotip dapat dilihat atau diukur Hasilpenelitian diperoleh empat macam genotip akan tetapi genotipe tidak dapat diukur. Pada sifat berdasarkan lokus protein transferin, lima macam kuantitatif secara normal dipengaruhi oleh beberapa genotip berdasarkan lokus albumin dan enam macam pasangan gen dan juga faktor lingkungan, dan genotip berdasarkan lokus hemoglobin. Tabel 1 mempunyai distribusi normal pada populasi. Nilai menunjukkan bahwa itik dengan genotip homosigot fenotip (P) dapat diukur dan dievaluasi sebagai AA pada lokus protein transferin, albumin dan deviasi dari nilai tengah populasi. Nilai genotip (G) hemoglobin mempunyai produksi telur yang lebih adalah sama dengan nilai tengah fenotip dari individu tinggi dibanding itik dengan genotip homosigot BB dengan genotip yang sama. dan CC. Ketiga lokns protein yang diamati
no reviews yet
Please Login to review.