Authentication
460x Tipe DOC Ukuran file 0.25 MB
PENDAHULUAN
Akar wangi merupakan salah satu dari minyak atsiri yang sudah dikomersikan di
Indonesia. Akar wangi (Vetiveria zizaniodea stapf) telah bayak dikenal sejak dulu karena
aromanya yang wangi, sehingga banyak digunakan sebagai wewangian untuk pakaian,
ruangan dan sebagainya. Minyak atsiri dari akar wangi terdapat pada komponen akarnya.
Pada awalnya akar wangi diekspor keluar negeri dalam bentuk akar kering,
kemudian berubah menjadi menjualnya dalam bentuk minyak akar wangi karena lebih
praktis dan lebih ekonomis. Aromanya yang khas dan tahan lama membuat akar wangi
cepat mendapatkan pasar baik didalam negeri mupun diluar negeri. Hingga saat ini akar
wangi merupakan komoditas ekspor Indoesia yang banyak diminati oleh konsumen di
luar negeri.
Minyak akar wangi terdiri atas beberapa komponen penyusun, yaitu-vetiveron,
-vetiveron, vetiverol, vetivenil, asam palmitat dan asam benzoat. Komponen paling
penting dan dijadikan standar harga jual minyak akar wangi adalah vetiverol, karena
vetiverol memiliki aroma yang khas dan lunak disamping daya fiksasinya yang kuat.
Teknik Penyulingan minyak akar wangi yang umum digunakan di masyarakat
adalah distilasi uap-air pada tekanan 5-6 bar dengan mutu hasil penyulingan yang kurang
g
baik, seperti bau gosong. Selain itu rendemen yang dihasilkan masih cukup rendah, hanya
sekitar 0,3 % dari potensi minyak 2-3% menurut literatur. Waktu operasi penyulingan
yang dilakukan masyarakat adalah 12 jam. Pada awalnya penyulingan di masyarakat
dilakukan pada tekanan rendah 2-4 bar dan waktu penyulingan 24 jam, tetapi karena
g
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) terutama minyak tanah, masyarakat memotong
waktu operasi penyulingan dengan cara menaikkan tekanan padahal dengan menaikkan
tekanan, kualitas minyak yang dihasilkan kurang baik.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dilakukan penyulingan minyak akar
wangi dengan metoda yang sedikit berbeda, yaitu dengan menggunakan sistem distilasi
uap, yaitu dengan menggunakan pembangkit uap (boiler) yang berbeda dengan tangki
penyulingan. Optimasi dilakukan dengan memvariasikan dua variabel yaitu tekanan dan
waktu penyulingan, dan setiap variabel ada tiga level. Tekanan divariasikan dari tekanan
1, 2, 3 bar sedangkan waktu penyulingan bervariasi dari 12, 20 dan 24 jam. Diharapkan
g
mendapatkan kondisi operasi penyulingan yang optimum dimana mendapatkan rendemen
yang tinggi dan kualitasnya memenuhi kebutuhan ekspor untuk direkomendasikan
kepada masyarakat.
METODOLOGI
Percobaan ini dilakukan di laboratorium unit produksi ITB, Bandung
menggunakan bahan baku akar wangi yng berasal dari desak legok pulus kecamatan
Leles Garut dengan umur panen 12 bulan. Peralatan peyulingan menggunakan
serangkaian alat (boiler, ketel suling, kondensor dan separator) kapasitas 5 kg/batch.
Metoda penyulingan adalah metoda penyulingan uap dengan variasi tekanan 1, 2
dan 3 bar serta variasi waktu penyulingan 12, 20 dan 24 jam. Laju alir kondensat
g
ditetapkan sebesar 17 ml/menit dengan cara mengatur keran sebelum ke kondensor.
Sedangkan kandungan vetiverol di dalam minyak akar wangi dianalisis menggunakan
metoda romatografi gas yng ada di UPI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Percobaan
Pengamatan proses penyulingan minyak akar wangi menggunakan bahan baku
akar masing-masing sebanyak 5 kg pada tekanan 1 bar disajikan dalam tabel dan grafik
g
berikut.
t (jam) volume minyak(ml)
0 0
2 10
6 28
10 39
12 45
16 50
20 55
24 59
Tabel 1 tabel pengamatan operasi penyulingan pada tekanan 1 bar
Grafik 1
Hasil pengamatan untuk tekanan 2 bar
t (jam) volume minyak(ml)
0 0
6 48
12 74
18 98
24 103
Hasil pengamatan untuk tekanan 3 barg
t (jam) volume minyak(ml)
0 0
5 42
12 75
18 99
24 105
Pembahasan
Pengaruh waktu
Dari tabel dan grafik dapat dilihat bahwa semakin lama operasi penyulingan,
maka rendemen yang dihasilkan semakin meningkat. Peningkatan paling cepat terjadi
pada waktu 0-8 jam pertama, lalu setelah itu kenaikannya cenderung sedikit. Waktu
paling optimum untuk penyulingan akar wangi adalah 20 jam, karena setelah 20 jam
sampai ke 24 jam, kenaikan rendemen yang dihasilkan sedikit, sehingga ketika
diapikasikan di lapangan tidak ekonomis.
Pengaruh Tekanan
Semakin tinggi tekanan, maka rendemen yang dihasilkan memiliki
kecenderungan meningkat. Ini terlihat pada tekanan 1 dan 2 bar yang memiliki
g
perbedaan rendemen yang mencolok untuk waktu operasi penyulingan yang sama. Pada
tekanan 2 dan 3 bar , kenaikan cenderung sedikit untuk waktu yang sama. Perbedaan
g
rendemen dari kenaikan tekanan disebabkan oleh banyaknya minyak akar wangi dengan
komponen bertitik didih tinggi yang ikut menguap. Ini bisa dibuktikan dengan hasil
analisis GC. Sebaiknya tekanan yang digunakan di masyarakat adalah 2 bar , karena pada
g
tekanan 3 bar hasilnya tidak jauh berbeda dengan tekanan 2 bar baik dari rendemen
g g
ataupun kualitasnya. Sedangkan dengan kenaikan tekanan, maka membutuhkan energi
yang cukup tinggi. Sehingga tekanan paling optimum adalah pada tekanan 2 bar .
g
Naiknya tekanan menjadi 4 barg ada kemungkinan sudah merusak minyak karena
dengan tekanan 4 barg, maka temperatur jenuh uap sudah mencapai 150 0C, sehingga ada
kemungkinan minyak yang teroksidasi. Ini perlu dibuktikan, tetapi karena keterbatasan
alat sehingga percobaan dengan 4 bar tidak dilakukan. Alat yng digunakan tebalnya
g
hanya 2mm, sehingga dikhawatirkan alat tersebut tidak kuat untuk tekanan 4 bar .
g
no reviews yet
Please Login to review.