Authentication
262x Tipe PDF Ukuran file 0.26 MB Source: sc.syekhnurjati.ac.id
BAB III
ETIKA JAWA
A. Makna Etika Jawa
1. Pengertian Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti : tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang habitat; kebiasaan,
adat ; akhlak, watak ; perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha)
artinya adalah adat kebiasaan.1
Franz Magnis Suseno menggunakan etika dalam artian lebih luas, yakni sebagai
keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalani kehidupan.
Disisi lain Franz mengungkapkan etika adalah usaha manusia untuk memaknai akal
budi dan daya pikirannya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalu ia
mau menjadi baik.2
Franz Magnis Suseno memaparkan empat kegunaan etika pada zaman sekarang
dalam buku Etika Dasar (Masalah-masalah Pokok Flsafat Moral), antara lain :
a. Bahwasanya kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam
bidang moralitas. Setiap hari kita bertemu orang-orang dari suku, daerah dan agama
yang berbeda-beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi. Belum lagi
berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan
dan semua mengajukan klaim. Mana yang akan kita ikuti? yang kita peroleh dari
orang tua kita dulu? Moralitas tradisional desa? moralitas yang ditawarkan melalui
media masa?, secara historis etika sebagai usaha filsagfat lahir dari keambrukan
tatanan dilingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu karena pandangan-
pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof
mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia. situasi itu
berlaku pada zaman sekarang juga, bahkan kita masing-masing. Disini yang
dipersoalkan bukan hanya apakah yang merupakan kewajiban saya dan apa yang
tidak, melainkan manakah norma-norma untuk menentukan apa yang harus dianggap
sebagai kewajiban. Norma-norma moral sendiri dipersoalkan, misalnya dalam
bidang etika seksual, hubungan anak dan orang tua, kewajiban terhadap negara, etika
sopan santun dan pergaulan dan penilaian terhadap harga nyawa manusia terdapat
1 K Berten, Etika,Op, Cit,h. 4
2 Franz Magnis Suseno, Etika Dasar : Masalah-masalah pokok filsafat moral (Yogyakarta, Kanisius, 1987) h. 17
pandangan yang sangat berbeda satu sama lain. Untuk mencapai suatu pendirian
dalam pergolakan pandangan-pandangan moral ini refleksi etika sangar diperlukan.
b. Karena saat ini kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding.
Perubahan itu terjadi dibawah hantaman kekuatan yang menegenai semua segi
kehidupan kita, yaitu gelombang moderenisasi. Tidak perlu mencoba untuk
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan moderenisasi. Jelaslah bahwa
moderenisasi terasa sampai kesegala penjuru tanah air, sampai kepelosok-pelosoik
yang palin terpencil tak ada dimensi kehidupan yang tidak terkena. Kehidupan
dalam kotakota kita sekarang lebih berbeda dari kota-kita seratus tahun yang lalu
daripada kota-kota seratus tahun lalu iotu dari kota-kota seribu tahun sebelumnya.
Bukan hanya seratus tahun lalu belum ada kendaraan bermotor, pelastik, alat
elektronika dan mendia masa melaikan cara berfikir pun berubah secara amat
radikal. Rasionalisme, individualism, nasionalisme, sekulairsme, materialism,
kepercayaan akan kemajuan, konsumerisme prularisme religious serta sistem,
pendidikan modern secara hakiki mengubah lingkungan budaya dan rohani di
Indonesia dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya itu nilai-nilai
budaya yang tradisional ditantang semuanya. Dalam situasi ini etika mau membantu
agar jangan kehilangan orientasi dapat membedakan anatara apa yang hakiki dan apa
yang boleh saja berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil
sikap-sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.
c. Tidak mengherankan bahwa perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini
dipergunakan oleh berbagai pihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka
menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat
membuat kita sanggup dalam menghadapi ideologi-ideologi itu dengan keritis dan
objektif dan untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah
terpancing. Etika juga membantu agar jangan naif atau ekstrim. Agar jangan cepat-
cepat segala bentuk pandangan yang baru tetapi jangan menolak nilai-nilai hanya
karena baru dan belum biasa.
d. Etika juga diperukan oleh kaum agama yang disatu pihak menemukan dasar
kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, di lain pihak sekaligus mau
berpartisipasi tanpa takut-takutr dan dengan tidak menutup diri dalam semua
dimensi kehidupan dimensi masyarakat yang sedang berubah itu.3
3Franz Magnis Suseno, Etika Dasar, Op Cit, h. 15-1
Etika Jawa ini merupakan bantuan untuk memahamai salah satu setelan sikap dan
nilai yang merupakan titik-acuan moral bagi masyarakat Jawa, walaupun disini tidak
dapat dipastikan sejauh mana setelan ini secara nyata masih menentukan pola kelakuan
4
masyarakat.
2. Masyarakat jawa dan etika Jawa
Masyarakat Jawa hanya 7 % dari luas seluruh wilayah Indonesia, tetapi penduduk
juga hampir dua pertiga (60%) dari jumlah penduduk Indonesia. Keadaan pulau Jawa
bersifat agraris, kebanyakan penduduknya hidup sebagai petani, mereka tinggal di desa-
desa. Orang Jawa atau masyarakat Jawa merupakan penduduk asli bagian tengah dan
timur pulau ini meski demikian orang Jawa telah tersebar luas mendiami hampir di
seluruh kepulauan Indonesia. 5
Dalam hal ini yang disebut orang Jawa bukan merujuk pada batas-batas geografis,
melainkan suatu kawasan kebudayaan. Dengan demikian, yang disebut orang Jawa
bukan sekedar mereka yang tinggal dipulau Jawa, atau lebih spesifik lagi di Jawa
tengan DIY, dan Jawa timur. Apalagi setelah moderenisasasi dan pembangunan di
tanah air meningkat dan perpindahan penduduk makin terbuka, telah mendorong
terjadinya percampuran pemukiman dan pembauran kehidupan, nilai dan kepercayaan
antar suku bangsa dari seluruh Indonesia dari berbagai daerah termasuk di Jawa.6
Ada satu cerita yang beredar tentang para pedagang pertama dari India, yang
menemukan biji-bijian baru yang diberi namaJawawut, yang telah dikenal oleh
penduduk pada awal priode itu. Nama lain dari pulau ini sebelumnya adalah Nusa
Hara-hara, atau Nusa Kendang berarti pulau yang masih liar atau yang bertepian
bukitan.
Selanjutnya pada bab ke sepuluh dari kitab kejadian kita dberi penjelasan bahwa
orang-orang selain Yahudi terpisah dari tanah mereka ; setiap orang mencari kehdupan,
membentuk keluarga ditiap Negara. Pada bad ke-27 dari Ezekiel, kita mendapat
penjelasan dari kalangan pedagang kaya tentang Jawa. Mereka yang berdagang adalah
kaum laki-laki, dengan menggunakan perahu-perahu berisi kuningan, yang dating dan
pergi menuju pasar Tyre dengan mebawa uatan besi, cassia dan calamus. Namun kita
meninggalkan penyelidikan tentang Jawa masa lampau untuk meninjau tentang Jawa
4Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, Op,Cit, h. 5
5Suwarno Iman, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatianan Jawa (Jakarta : PT Raja Grapindo
Persada, 2005) h. 52
6Imam Bud Santoso, Laku Prihatin Investasi menuju sukses…., (Yogyakarta : Memayung Publishing), 2011, h.
7
pada bagian yang lain. Tampaknya orang-orang Arab yang berlayar ke Tanjung
Harapan, sangat mempengaruhi bangsa Jawa, seperti yang tergambar dalam trakta
agama berikut ini:” orang-orang Jawi tampaknya tidak mempedulikan aturan berpuasa
secara benar, karena mereka telah berbuka sebelum mataharai terbenam, sdangkan
orang Arab tetap berpuasa sampa terbenamnya matahari”. Jawa atau Jawi berarti juga
nama wilayah dmana Borneo, Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya dan berbagai pulau
diantaranya, dikenal dengan nama pulau Celebes. Sementara yang dimaksud Bugis
adalah Jawa kecil, termasuk diantrana Maluku, Ambon, Banda, Timor dan Ende.
Kpulauan Jabadios yang berasal dari kata Jaba, dan dib, Div atau Dio merupakan nama
yang dikenal bangsa Eropa, dan kemungkunan dikenal wilayah Asia dengan nama
Jawa, Jawi, atau Jaba, dimana menurut orang-orang yang bermukim diluar pulau itu,
kata jau mempunyai arti jarak atau melalpaui.7
Disebutkan bahwa masyarakat Jawa dibedakan menjadi dua golongan, pertama
orang kecil yakni sebagaian dari mereka adalah petani, kedua, kaum priyai yakni
mereka yang terdiri dari kaum pegawai dan kaum intelektual. Disamping lapisan
menurut sosial ekonomi, masyarakat Jawa menurut Kodiran dalam buku Imam S.
Suwaro dalam buku Konsep Tuhan dalam berbagai kebatinan Jawa dibedakan antara
dua kelompok atau dasar kesatria penganut agama yakni santri dan abangan. kaum
santri adalah mereka yang menyadari diri sebagai orang Islam dan berusaha untuk
hidup menuut ajaran Islam. Sedangan kaum abangan adalah orang yang percaya kepada
ajaran Islam tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun agama Islam, yang dalam
praktiknya cara hidup mereka lebih ditentukan oleh tradisi-tradisi Jawa pra-Islam.8
Orang Jawa selalu menyatakan bahwa dirinya adalah keturunan leluhur Jawa.
Leluhur Jawa adalah orag yang bebadra (mendirikan) tanah Jawa. Meskipun sampa
saat ini tidak jelas siapa yang memberikan nama (pulau) Jawa, tetapi sebagaian besar
orang Jawa menyakni bahwa dirinya juga keturunn nabi Adam dan ibu Hawa. Hanya
saja yang menjad perantara nab sampai ke dunia Jawa dipercaya masih ada bebberapa
pendapat. Pertama, melalui orang Timur Tengah yang mengembara sampa ke Jawa.
Kedua, melalui para dewa dar wilayah Hindustan. Ketiga, dari seorang pengembara
yang gemar mengelilingi dunia seperti halnya Marcoplo. Ketiga asal-usul tersebut
sama-sama logis dan menduduki peran penting dalam kehidupan orang Jawa. In
menunjukan bahwa ada nenek moyang Jawapun terjadi singkretis antara Hindu Jawa
7Thomas Stamford Raffles, The Story Of Java (Jakarta : Narasi), 2008, h. 2
8Imam S. Suwarno, Op, Cit, h. 54-55
no reviews yet
Please Login to review.