Authentication
388x Tipe PDF Ukuran file 0.31 MB Source: rp2u.unsyiah.ac.id
PRINSIP-PRINSIP ETIKA DAN HUKUM DALAM
PROFESI KEDOKTERAN*
Taufik Suryadi
Tim Bioetika dan Humaniora FK Unsyiah Banda Aceh
e-mail: abiforensa@yahoo.com
*Disampaikan pada Pertemuan Nasional V JBHKI dan Workshop III Pendidikan Bioetika
dan Medikolegal di Medan, 14-17 Desember 2009
Abstrak:
Prinsip dasar etika dan hukum dalam profesi kedokteran adalah adanya hubungan
kontraktual-profesional antara dokter dengan pasien. Kewajiban profesional diuraikan di
dalam sumpah profesi, etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur
operasional. Kewajiban-kewajiban tersebut dilihat dari segi hukum merupakan rambu-
rambu yang harus diikuti untuk mencapai perlindungan, baik bagi pemberi layanan maupun
bagi penerima layanan; atau dengan demikian untuk mencapai safety yang optimum.
Prinsip-prinsip etika dan hukum terutama dalam hubungan dokter-pasien harus selalu
dijunjung tinggi oleh setiap dokter. karena akan menyelamatkan dokter dari gugatan dan
tuntutan juga sekaligus merefleksikan pribadi dokter sebagai profesi yang luhur dan mulia
sepanjang masa.
(Kata kunci: prinsip etik, prinsip hukum, profesi kedokteran)
Pendahuluan
Tujuan utama pada pelaksanaan profesi kedokteran adalah untuk mengatasi
penderitaan dan memulihkan kesehatan orang yang sakit. Ada orang sakit (pasien, penderita)
dan dalam masyarakat yang sederhana sekalipun ada orang yang dianggap mampu
menyembuhkan penyakit (dukun, healer, dokter) dan obat diharapkan dapat menolong yang
sakit dengan cara apapun. Pada dasarnya, apa yang sekarang dinamakan hubungan dokter-
pasien dapat ditelusuri balik asal usulnya pada hubungan pengobatan seperti dalam
masyarakat sederhana itu, tentu ditambah dengan kerumitan-kerumitan yang dibawa oleh
perkembangan sosial, ekonomi, hubungan antar manusia, ilmu kedokteran, teknologi, etika,
hukum, bisnis dan lain-lain di zaman modern ini. Hal yang paling mendalam dari hubungan
dokter-pasien adalah rasa saling percaya. Pasien sebagai pihak yang memerlukan pertolongan
percaya bahwa dokter dapat menyembuhkan penyakitnya. Sementara itu, dokter juga percaya
bahwa pasien telah memberikan keterangan yang benar mengenai penyakitnya dan ia akan
mematuhi semua petunjuk dokter.
Pelayanan kedokteran yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,
bermutu dan terjangkau. Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran paripurna bermutu
(preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) bukan saja ditentukan oleh pengetahuan dan
keterampilan, melainkan juga oleh perilaku (professional behaviour), etik (bioethics) dan
.
moral serta hukum.
Membahas mengenai pelayanan kesehatan ditinjau dari aspek hukumnya maka
setidak-tidaknya ada beberapa issue yang perlu diangkat ke permukaan untuk difahami oleh
setiap tenaga kesehatan atau rumah sakit agar dalam melayani pasien tidak menjadi korban
ketidaktahuan. Dalam hukum kesehatan/kedokteran, pelayanan kesehatan memiliki unsur
Duty (kewajiban) yaitu kewajiban tenaga kesehatan untuk mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya untuk penyembuhan. Atau setidak-tidaknya meringankan beban pasiennya (to
cure and to care) berdasarkan standar profesi. Tenaga kesehatan dengan segala daya upaya
mencoba membantu kebutuhan pasien.
Pelayanan kesehatan juga sangat sarat dengan kemunculan dilema etik, atau sengketa
hukum. Nuansa hukum kesehatan/kedokteran juga sangat kental dalam pelayanan kesehatan
dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan.oleh orang-orang yang terlibat
didalamnya yang kalau tidak berhati-hati dalam bertindak akan sangat rawan terhadap
tuntutan dan gugatan. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman mengenai prnisip-
prinsip etika dan hukum dalam profesi kedokteran agar tuntutan dan gugatan tersebut dapat
dihindari.
Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan/kedokteran adalah suatu system yang kompleks dengan sifat
hubungan antar komponen yang ketat (complex and tighly coupled), khususnya di ruang
gawat darurat, ruang bedah dan ruang rawat intensif. Sistem yang kompleks umumnya
ditandai dengan spesialisasi dan interdependensi. Dalam suatu sistem yang kompleks yaitu
komponen dapat berinteraksi dengan banyak komponen lain, kadang dengan cara yang tak
terduga atau tak terlihat. Semakin kompleks dan ketat suatu sistem akan semakin mudah
terjadi kecelakaan (prone to accident). Oleh karena itu praktik kesehatan/kedokteran haruslah
dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi.
Pertumbuhan masyarakat sekunder dengan pola hidup menuju ke arah kehidupan
modern yang lebih mengutamakan kepentingannya dan mengikuti arus konsumerisme ikut
berperan dalam hal ini. Pada masyarakat sekunder segala sesuatu akan dilihat dari sisi
”untung rugi” bagi dirinya dengan perhatiannya yang semakin sedikit untuk kepentingan
pihak lain. Berbeda dengan masyarakat primer yang lebih mengutamakan kekariban dan
segala sesuatu harus dinikmati bersama, sehingga kadang-kadang tidak jarang
kepentingannya sendiri terabaikan oleh karena urusan pihak lain.
Dengan berkembangnya bioetika kedokteran maka mau tidak mau konsep dasar
”Hubungan dokter-pasien (HDP)” juga harus ikut berubah. Selama berabad-abad hubungan
dokter-pasien tidak setara, jarak sosial dan pendidikannya sangat jauh. Dokter sangat
paternalistik dan dominan, layaknya seorang ayah yang ”serba tahu” (father knows best), atau
bahkan ”sok tahu” terhadap anaknya yang dalam posisi tergantung, yang ”tak tahu apa-apa”
atau dianggap ”tak perlu tahu apa-apa” mengenai dirinya.
Demikian pula posisi pasien diwaktu lampau, dimana pasien hampir tidak mempunyai
hak apapun, tidak jarang bertanyapun ia tidak boleh. Ia tinggal menerima saja apa yang
dikatakan oleh dokter. Bahkan sering kali pasien ”dimarahi” jika dinilai ”sok mau tahu”.
Paternalisme ini dalam arti tradisional adalah proteksi oleh dokter yang serba ”perkasa”
terhadap pasien yang serba ”lemah”. Akar tradisi ini adalah ajaran Hipokrates yang
menyatakan bahwa dokter melakukan tindakan yang dianggap baik untuk pasien dan tidak
akan merugikannya. Lalu secara moral dokter bertanggung jawab terhadap tindakannya itu.
Begitu agungnya persepsi orang terhadap ajaran Hipokrates dan nilai-nilai etis dalam sumpah
dokter yang juga berasal darinya, sehingga tidak ada yang berani atau dianggap berhak dan
mampu ”mencampuri” dan mengatur pekerjaan dokter.
Asas-asas etika tradisional yang paling pokok dan masih berlaku sampai sekarang
adalah asas beneficence, dokter akan berbuat kebaikan atau kebajikan terhadap pasien, dan
asas non maleficence yaitu dokter tidak akan menimbulkan mudharat kepada pasien. Asas-
asas yang lain adalah ”turunan” atau terkait dengan salah satu asas atau kaidah dasar moral
diatas. Namun demikian, ”dokter juga manusia”, yang tidak luput dari segala kelemahan dan
godaan. Dari pengalaman diketahui bahwa banyak juga kasus-kasus pelanggaran moral dan
etika dalam hubungan dokter-pasien tersebut.
Etik Kedokteran
Etik kedokteran merupakan ”terjemahan” dari asas-asas etika menjadi ketentuan-
ketentuan pragmatis yang memuat hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang harus
dihindari. Aturan-aturan etika yang disusun oleh asosiasi atau perhimpunan keprofesian
sebagai pedoman perilaku bagi anggota-anggota profesi itu, umumnya dinamakan kode etik
(Inggris: code of ethics). Istilah ”kode” berasal dari kata latin codex yang antara lain berarti
buku, atau sesuatu yang tertulis, atau seperangkat asas-asas atau aturan-aturan.
Dari pengertian seperti inilah Kode Etik Kedokteran dapat diartikan sebagai
seperangkat (tertulis) tentang peraturan-peraturan etika yang memuat amar (apa yang
dibolehkan) dan larangan (apa yang harus dihindari) sebagai pedoman pragmatis bagi dokter
dalam menjalankan profesinya. Dapat juga dikatakan, Kode Etik Kedokteran adalah buku
yang memuat aturan-aturan etika bagi dokter.
Sebenarnya yang disebut sebagai etik (ethos) adalah suatu adat kebiasaan, namun
karena telah menjadi istilah umum dimana etik diartikan sebagai adat kebiasaan yang ”baik,
selayaknya, seharusnya”, maka sampai sekarang pengertian inilah yang dipakai.
Perkembangan Dalam pada itu, Profesor Kaiser Ali (Kanada) dalam presentasinya pada
Pertemuan Nasional Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) IV di
Surabaya 2006 menyatakan bahwa, bioetika kedokteran (medical bioethics) adalah aspek
moral dari ilmu kedokteran (Practice of Moral medicine). Saat ini sudah sangat lazim pula
kita dengar istilah ”Bioetika dan Humaniora kesehatan” atau Health bioethics and
humanities. Humaniora medik (medical humanities) mengandung pengertian aspek
kemanusiaan dari ilmu kedokteran (Practice of Humane medicine). Karena kita ketahui
bahwa antara ilmu kedokteran, moral dan kemanusiaan tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Perkembangan Etika
Etika kedokteran atau yang sekarang lebih banyak dikenal dengan istilah Bioetika
sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Setiap waktu diulas, dibahas dan dikembangkan
sampai kepada pengertian yang kita anut sekarang ini. Semuanya ini dilakukan agar profesi
kedokteran selalu siap untuk menjawab tantangan jaman. Mengapa kita sekarang harus
membahasnya lagi?. Karena perkembangan ini akan terus berlanjut, sesuai dengan
berkembangnya bio-teknologi, khususnya teknologi biomedis, dan perkembangan
masyarakat. Karena itu kita harus selalu memberi makna dan pengertian yang “up-to-date”
mengenai Bioetika ini. Untuk itu kita perlu mengkaji ulang paradigma-paradigma yang ber-
kaitan dengan Bioetika dan mempelajari isu-isu yang berkembang, baik di masya-rakat
umum, maupun di kalangan kedokteran sendiri
Dasar-dasar bioetika adalah etika tradisional, dimana asas etika tradisional tersebut
berupa asas beneficence (memberikan manfaat) dan non-maleficence (mencegah mudharat).
Kalau kita perhatikan kedua asas ini sebenarnya bersumber dari perintah Allah Swt untuk
”Amar ma’ruf Nahi munkar”. Etika terdiri dari dua jenis, yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika umum membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak dalam mengambil
keputusan etis. Penilaiannya adalah prinsip moral, yaitu baik dan buruk. Sementara etika
khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip dasar dalam bidang khusus atau disebut etika
terapan, misalnya etika kedokteran, etika kefarmasian, etika keperawatan dan lain-lain.
Seseorang dikatakan bahagia bila ia telah memiliki seluruh tatanan moral. Tatanan
moral tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: yang pertama Logika, dimana dasarnya
pikiran, tujuannya kebenaran, nilainya benar-salah, hasilnya ilmu. Manusia terdiri dari jiwa
dan raga. Secara filsafati jiwa terdiri dari unsur akal (intellect), rasa (emotion), dan kehendak
(will). Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain. Akal akan berusaha
untuk mendapatkan kebenaran yang paling dalam (the truth), dan dari sini akal manusia terus
berkembang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yang kedua Etika, dimana dasarnya kehendak, tujuannya kebaikan, nilainya baik-
buruk, hasilnya keserasian. Unsur ‘kehendak’ selalu mencapai kebaikan (goodness) didalam
tata kehidupan. Yang ketiga Etiket (Etiquette), dimana dasarnya kehormatan, nilainya sopan-
tidak sopan, hasilnya tata krama. Yang keempat Estetika, dimana dasarnya perasaan (feeling),
tujuannya keindahan, hasil ciptaannya seni (art). Unsur ‘rasa’ manusia selalu ingin mencari
keindahan yang paling dalam (the beauty), dari sini berkembang rasa estetika manusia.
Dalam kenyataannya unsur akal, rasa dan kehendak tersebut saling mendukung dan saling
mempengaruhi dalam setiap tindakan manusia.
Meskipun sebagai objek material, etik mempelajari manusia, tetapi objek formal yang
dipelajari adalah tindakan atau perilaku manusia. Sehingga etik tidak dapat dipisahkan
dengan beberapa istilah lain yang mirip-mirip dengan etik yaitu adab, akhlak, susila, etiket
dan moral.
Tabel 1. Perbandingan antara etika kedokteran tradisional dengan bioetika
kedokteran:
Etika kedokteran tradisional Bioetika kedokteran
o Hanya dikaji oleh disiplin ilmu o Dikaji oleh interdisipliner
kedokteran o Pendatang baru sekitar tahun 1960-an.
o Sudah membudaya sejak 2000 Di Indonesia malah berkembang tahun
tahun yang lalu. 2000-an.
o Cakupannya hanya lingkup o Cakupannya lebih luas (Skala makro)
kedokteran (Skala mikro) o Berurusan dengan profesi lain yang ada
o Hanya berurusan dengan masalah kaitannya dengan kelahiran, kehidupan,
hubungan dokter-pasien, dokter- kesehatan, penyakit, dan kematian
sejawat, dokter-masyarakat. Aspek manusia.
perilaku dan moral dokter. o Cakupannya menjangkau jauh ke masa
o Cakupannya statis, karena sesuai depan.
dengan asas etik tradisional. o Perkembangan bioetika kedokteran
o Terbatas pada kepedulian dokter, merupakan kepedulian kalangan
ahli falsafah, peminat etika kedokteran dan disiplin ilmu lain.
kedokteran.
Created by Taufik Suryadi@2009
Prinsip-prinsip Etika
Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam
kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang
berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang
bersumber pada 4 kaidah dasar moral (kaidah dasar bioetika-KDB) beserta kaidah
turunannya. Kaidah dasar moral bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang
memuat nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika profesi luhur kedokteran.
Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien (the rights to self determination),
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien;
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau
“above all do no harm”,
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).
no reviews yet
Please Login to review.