Authentication
402x Tipe PDF Ukuran file 0.14 MB Source: dewey.petra.ac.id
2. LANDASAN TEORI
2.1 Etika Bisnis
2.1.1 Definisi Etika Bisnis
Etika berasal dari kata Yunani ethos yang menurut Keraf (1998) adalah
adat istiadat atau kebiasaan. Perpanjangan dari adat istiadat membangun suatu
aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak dan tanduk mengikuti
aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah membentuk moral
masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku. Pengertian moral
menurut Velasquez (2005) bahwa moral memang mampu mempengaruhi
seseorang dalam mengambil keputusan. Sehingga etika dan moralitas berbeda,
etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Terdapat banyak versi dari definisi etika bisnis dari berbagai pihak, dan
berikut adalah beberapa definisi etika bisnis:
Menurut Laura Nash (1990), etika bisnis sebagai studi mengenai
bagaimana norma moral personal diaplikasikan dalam aktivitas dan tujuan
perusahaan (dalam Sutrisna, 2010).
Etika bisnis adalah istilah yang biasanya berkaitan dengan perilaku etis
atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer atau pemilik suatu organisasi
(Griffin & Ebert, 2007).
Menurut Velasques (2005), etika bisnis merupakan studi yang
dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Menurut Irham Fahmi (2013), etika bisnis adalah aturan-aturan yang
menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh bertindak,
dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari aturan tertulis maupun
aturan yang tidak tertulis. Dan jika suatu bisnis melanggar aturan-aturan
tersebut maka sangsi akan diterima. Dimana sangsi tersebut dapat
berbentuk langsung maupun tidak langsung.
7
Universitas Kristen Petra
2.1.2 Jenis-jenis Etika Bisnis
2.1.2.1 Etika Utilitarianisme
Etika Utilitarianisme menurut John S. Mill dalam buku kamus filsafat
mengatakan bahwa etika utilitarianisme merupakan teori etika yang mengatakan
bahwa hal-hal yang baik merupakan hal yang bermanfaat, berguna, dan
menguntungkan. Sebaliknya hal-hal yang jahat dan tidak baik merupakan hal-hal
yang merugikan, tidak bermanfaat dan tidak menguntungkan, dari karena itu baik
atau buruknya sesuatu ditentukan berdasarkan manfaat yang diperoleh, berguna
atau tidak berguna dan menguntungkan atau tidak menguntungkan (Bagus, 2000).
Etika Utilitarianisme mengungkapkan bahwa suatu tindakan dikatakan baik jika
mampu memberikan manfaat bukan kepada satu atau dua masyarakat saja
melainkan masyarakat besar. Perumusan etika utilitarisme yang terkenal adalah
the greatest happiness of the greatest number. (Bertens,2000).
2.1.2.2 Etika Hedonisme
Hedonisme berlaku kaidah, bertindaklah sedemikian rupa sehingga
mencapai kenikmatan yang paling besar bagimu atau hindari semua
ketidaknikmatan (Sutrisna, 2010). Menurut Sutrisna (2010), etika hedonisme
memiliki dorongan untuk mencari kenikmatan, kegembiraan, atau kesenangan dan
sebaliknya menauhi serta mencegah rasa sakit atau ketidaksenagan dalam hidup
manusia adalah sesuatu yang manusiawi.
2.1.2.3 Etika Evolusionisme
Etika Evolusionisme adalah suatu etika yang merupakan hasil dari suatu
evolusi (Sunoto,1992). Bapak dari gerakan evolusionisme adalah Herbert
Spencer. Menurutnya, manusia hanya mampu mengenal suatu gejala-gejala,
walaupun dibelakang gejala-gejala tersebut terdapat suatu dasar absolut. Namun
manusia tidak mampu mengenal dasar absolut tersebut. (Bertens, 1998). Sehingga
suatu etika yang berkembang di suatu tempat merupakan suatu evolusi pada
tempat tersebut. Kondisi ini menyebabkan kepastian dan kebenaran berbeda-beda
yang mengatakan secara tidak langsung semuanya benar yang pada hakikatnya
mengatakan semuanya salah. (Watloly, 2001). Evolusi sendiri merupakan suatu
8
Universitas Kristen Petra
pengintegrasian dari sesuatu, dimana selama pengintegrasian tersebut sesuatu itu
berpindah dari suatu kebersamaan yang tak tertentu, yang tanpa gabungan, ke
dalam suatu keanekaragaman tertentu, yang menampakkan hubungan dan di mana
gerak yang menyertainya juga mengalami perubahan yang sama (Hadiwijono,
2011).
2.1.2.4 Etika Pragmatisme
Etika Pragmatisme adalah aliran filsafat yang berprinsip bahwa
pengetahuan dicari bukan sekedar untuk tahu demi tahu, melainkan untuk
mengerti masyarakat dan dunia, sehingga dalam menilai pemikiran, gagasan,
teori, kebijakan, dan pernyataan tidak cukup hanya berdasarkan aspek-aspek logis
dan bagus suatu rumusan, tetapi juga harus berdasarkan dapat atau tidaknya
dibuktikan, dilaksanakan, dan apakah mendatangkan hasil atau tidak, jadi sesuatu
yang baik adalah yang dapat dilaksanakan, dipraktekkan, dan mendatangkan
sesuatu yang positif demi kemajuan hidup. (Wibowo,2009). Etika pragmatisme
adalah suatu prinsip dimana suatu tindakan dikatakan baik jika mudah, cepat,
memberikan hasil yang positif. (Darmaputera, 2008).
2.1.2.5 Etika Situasionisme
Etika Situasionisme adalah suatu etika yang mempertimbangkan keadaan
khusus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masing-masing situasi, dengan
tetap menggunakan prinsip-prinsip mendasar sebagai petunjuk atau pedoman,
sehingga tidak ada kebenaran dan kesalahan yang mutlak karena semuanya
berdasarkan dari kondisi saat itu (Parsons, 2004). Etika situasionisme menurut
Joseph Fletcher berarti saat berhadapan dengan masalah-masalah nyata, suara hati
merupakan variabel-variabel situasional yang perlu diberikan bobot sama besar
dengan tetapan-tetapan normatif yang dengan kata lain bisa menghilangkan etika-
etika lain (Magnis, 2006).
2.1.2.6 Teori Deontologi (Etika Kewajiban)
Teori deontologi menurut Keraf, merupakan suatu tindakan itu baik bukan
dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan tersebut,
9
Universitas Kristen Petra
melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri (dalam Fahmi, 2013). Atas dasar itu,
etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik, dan watak yang
kuat dari pelaku (Sutrisna, 2010). Atau sebagaimana dikatakan Immanuel Kant,
kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun juga
(dalam Sutrisna, 2010). Menurut Sutrisna (2010) Ada tiga prinsip yang harus
dipenuhi dalam menerapkan teori deontologi, yaitu:
a. Supaya suatu tindakan punya nilai moral, maka tindakan itu harus
dijalankan berdasarkan aturan, prosedur, atau kewajiban.
b. Nilai moral dari suatu tindakan tidak ditentukan oleh tujuan atau hasil
yang dicapai, melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakn tersebut.
c. Sebagai konsekuensi dari dua prinsip tersebut, kewajiban adalah hal yang
penting dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada
hukum moral universal.
Dalam uraian teori etika bisnis maka, dalam penelitian ini menegaskan
memakai teori deontologi. Hal ini terbukti bahwa deontologi memiliki banyak
kelebihan dibandingkan teori-teori etika yang lain. Dalam suatu perbuatan pasti
ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan
karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan
tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu
juga baik. Dalam hal ini, tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar
sesuatu yang dihasilkan itu baik. Misalkan tidak boleh mencuri, berdusta untuk
membantu orang lain, mencelakai orang lain melalui perbuatan ataupun ucapan,
karena dalam teori deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini
merupakan suatu keharusan dan memiliki pendirian yang teguh pada prinsip yang
taat.
2.1.3 Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Menurut Keraf (1998), prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam bisnis
adalah (dalam Sutrisna, 2010):
10
Universitas Kristen Petra
no reviews yet
Please Login to review.