Authentication
402x Tipe PDF Ukuran file 0.19 MB Source: media.neliti.com
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10 No. 1, Hlm. 143-152, April 2018
ISSN Cetak : 2087-9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
ISSN Elektronik : 2620-309X DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i1.21671
PENDEDERAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DENGAN TEKNOLOGI
BIOFLOK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN
THE NURSERY OF WHITE SHRIMP Litopenaeus vannamei WITH BIOFLOC
TECHNOLOGY (BFT) TO INCREASE THE GROWTH AND FEED EFFICIENCY
1* 1 1
T.M. Haja Almuqaramah , Mia Setiawati , Nur Bambang Priyoutomo ,
2
dan Irzal Effendi1
1Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor
2Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, LPPM-IPB, Bogor
*E-mail: tmmarcom.90@gmail.com
ABSTRACT
White shrimp Litopenaeus vannamei culture in floating cage in the sea have very good prospect to be
expanded. This culture requires good quality and quantity of juveniles. The juveniles can be obtained
from intensive system of nursery. However, this system has some limitations because the high stocking
density and amount of feed increases. Unconsumed feed and shrimp metabolite excretion
accumulated in the water, this caused the concentration of nitrogen compounds, especially ammonia
in the water increased. Currently, Bio-flocs technology (BFT) was developed to reduce waste shrimp
or fish farming activities. The purpose of this research was nursery of white shrimp L. vannamei with
bio-flocs technology to increase the growth and efficiency of feed. The design the research was
completely randomized design, consisted of two experimental treatments with three replications. The
result of this research showed that shrimps fed in BFT system (B) had growth (9.85%) and efficiency
of feed (37.33%) higher than that in the control (K). The nursery of white shrimp L. vannamei with
bio-floc technology resulted in significantly higher growth and feed efficiency than the control
(P<0.05).
Keywords: biofloc technology, feed efficiency, growth, Litopenaeus vannamei
ABSTRAK
Budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei di karamba jaring apung (KJA) laut mempunyai
prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan. Budidaya udang di laut membutuhkan tokolan yang
berkualitas dan berkuantitas. Tokolan tersebut diperoleh melalui tahap pendederan menggunakan
sistem intensif. Namun sistem tersebut memiliki beberapa kendala karena menggunakan padat tebar
tinggi dan pemberian jumlah pakan meningkat. Pakan yang tidak termakan dan hasil eksresi metabolik
udang, terakumulasi dalam air sehingga konsentrasi senyawa nitrogen terutama ammonia dalam air
meningkat. Saat ini, sistem bioflok (BFT-Bio-flocs technology) mulai dikembangkan untuk
mengurangi limbah kegiatan budidaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk pendederan udang vaname
L. vannamei dengan sistem bioflok untuk meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan sistem bioflok protein 40% memiliki laju pertumbuhan
yang lebih tinggi (9,85%) dan efesiensi pakan (37,33%) dibandingkan kontrol. Kegiatan pendederan
udang vaname dengan sistem bioflok dapat memberikan pertumbuhan dan efesiensi pakan yang lebih
baik dan berbeda signifikan dibandingkan kontrol (P<0,05).
Kata kunci: efisiensi pakan, pertumbuhan, teknologi bioflok, udang vaname
I. PENDAHULUAN untuk dikembangkan sehingga ketersedian
tokolan berkualitas dengan kuantitas yang
Budidaya udang vaname Litopenaeus berkelanjutan sangat diperlukan untuk
vannamei memiliki prospek sangat bagus kegiatan pembesaran. Saat ini, pemanfaatan
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB
@ ISOI dan HAPPI 143
Pendederan Udang Vaname Litopenaeus vannamei dengan Teknologi . . .
potensi laut untuk kegiatan marinkultur mikroba ini mengandung nutrisi seperti
sedang dikembangkan, salah satunya adalah protein (19,0-40,6%), lemak (0,46-11,6%),
terobosan membudidayakan udang vaname dan abu (7-38,5%) yang cukup baik bagi
menggunakan sistem keramba jaring apung ikan/udang budidaya (Tacon, 2000; Ekasari,
(KJA) di laut. Hal ini juga sebagai upaya 2008). Menurut Avnimelech (1999)
dalam mengatasi kondisi lahan darat yang menyatakan bahwa pada sistem bioflok
semakin kompetitif. Kondisi pemeliharaan terdapat bakteri heterotrof yang membentuk
udang di keramba jaring apung (KJA) flok dapat dimanfaatkan oleh hewan akuatik
membutuhkan benur yang berkualitas dan sehingga terbukti mampu mengurangi
memiliki daya tahan tubuh yang tinggi. nitrogen anorganik dan menggantikan protein
Dalam rangka menjamin ketersediaan pakan. Apabila dalam wadah budidaya udang
tokolan tersebut, dapat diperoleh dari vaname telah terbentuk flok, diharapkan
persiapan tokolan melalui tahap pendederan dapat menghemat pakan buatan yang di-
dengan menggunakan sistem intensif. Namun berikan, karena flok tersebut dapat digunakan
sistem tersebut memiliki beberapa kendala sebagai subsitusi pakan bagi udang vaname
karena menggunakan padat tebar tinggi yang dibudidayakan. Pendederan udang
sehingga meningkatkan jumlah pakan yang vaname untuk meningkatkan kinerja per-
diberikan. Dari sejumlah pakan yang tumbuhan yang baik melalui penggunaan
diberikan, sebagian tidak dikonsumsi oleh sistem bioflok ini perlu diketahui lebih lanjut.
udang, sementara pakan yang dikonsumsi Hal ini diharapkan, pemanfaatan limbah
sebagian dikonversi menjadi biomasa udang budidaya dan upaya penggunaan pakan lebih
dan sebagian lagi diekskresikan sebagai efisien sehingga dapat menurunkan biaya
ammonia atau dikeluarkan sebagai feses. produksi. Penelitian ini bertujuan untuk
Hasil limbah dari metabolisme dan sisa pendederan udang vaname L. vannamei
pakan yang tidak termakan, mengakibatkan dengan sistem bioflok dalam meningkatan
tingginya konsentrasi senyawa nitrogen pertumbuhan dan efisiensi pakan.
terutama ammonia dalam air sehingga dapat
menjadi toksik bagi udang (Avnimelech dan II. METODE PENELITIAN
Ritvo, 2003).
Saat ini, sistem bioflok (BFT-Bio- 2.1. Waktu dan Tempat
flocs technology) mulai dikembangkan untuk Penelitian ini dilaksanakan dari Maret
mengurangi limbah kegiatan budidaya sampai April 2015 dilakukan di Fasilitas
(Avnimelech, 2006; Avnimelech, 2007). Praktek Ilmu Perikanan, Program Diploma,
Sistem bioflok merupakan teknologi Kampus Gunung Gede, Instititut Pertanian
budidaya yang didasarkan kepada prinsip Bogor. Pengukuran parameter kimia di-
asimilasi nitrogen anorganik (amonia, nitrit, lakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan,
dan nitrat) oleh komunitas mikroba (bakteri Departemen Budidaya Perairan, Institut
heterotrof) dalam media budidaya sebagai Pertanian Bogor.
sumber nutrisi bakteri (De Schryver et al.,
2008). Bioflok merupakan suspensi yang 2.2. Prosedur Penelitian
terdapat di dalam air yang berupa 2.2.1. Persiapan Wadah dan Penyediaan
fitoplankton, bakteri, agregat hidup, bahan Bioflok
organik dan pemakan bakteri (Avnimelech, Penelitian dilakukan pada akuarium
2007). Tujuan dikembangkannya sistem berukuran 60x40x40 cm. Sebelum di-
bioflok ini adalah untuk memperbaiki dan gunakan, akuarium dibersihkan dan dilaku-
mengontrol kualitas air budidaya, biosekuriti, kan proses sterilisasi menggunakan klorin
membatasi penggunaan air, serta efisiensi dengan dosis 100 mg/L lalu dibilas
penggunaan pakan (Avnimelech, 2012). Flok bersih. Selanjutnya diisi air hingga ketinggi-
144 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Almuqaramah et al.
an 30 cm, dengan volume air yang diisikan Penempatan wadah penelitian dilakukan
yaitu 72 L, serta dilengkapi dengan 3 titik secara acak. Perlakuan yang dicobakan
aerasi. Bakteri Bacillus sp diberikan satu kali adalah perlakuan C = Pemberian pakan
pada hari pertama penelitian dengan dosis 20 dengan protein 40% menggunakan sistem
mL/m3 air dengan kepadatan 1x1010 bioflok, perlakuan K = Pemberian pakan
CFU/mL. Penambahan sumber karbon dengan protein 40% tanpa sistem bioflok
eksternal (molase) dilakukan secara langsung sebagai kontrol.
ke dalam akuarium pemeliharaan udang dan Perlakuan kontrol adalah perlakuan
diberikan sebanyak 1 kali dalam sehari yang tidak ditambahkan sumber karbon
dengan waktu 2 jam setelah pemberian pakan eksternal (molase) ke dalam wadah per-
pagi yakni pada pukul 08.00 WIB, dengan lakuan. Pada perlakuan kontrol juga di-
estimasi C/N rasio 10. Jumlah karbon yang lakukan penyiponan setiap tiga hari sekali.
ditambahkan untuk mendukung proses
pembentuk flok oleh bakteri heterotrof pada Tabel 2. Komposisi proksimat pakan per-
masing-masing perlakuan menggunakan lakuan yang digunakan pada
rumus (De Schryver et al., 2008). pemeliharaan udang vaname
Litopenaeus vannamei selama 28
2.2.2. Pemeliharaan Udang Uji hari masa pemeliharaan.
Udang vanname PL16 berbobot
0,03±0,04 g/ekor dan berukuran 1,60±1,69 Parameter Hasil Proksimat
cm/ekor ditebar dengan kepadatan 458 (%)
ekor/m2 atau 110 ekor/akuarium, dipelihara Kadar Abu 13,96
selama 28 hari. Selama pemeliharaan udang, Protein 39,90
frekuensi pemberian pakan diberikan 4 kali Lemak 5,20
sehari (06.00, 11.00, 16.00 dan 21.00 WIB) Serat Kasar 2,42
dengan tingkat pemberian pakan sebesar BETN* 38,51
25%. Penelitian terdiri dari 2 perlakuan
dengan 3 kali ulangan dengan menggunakan C/P Ratio (kkal GE/g ) 10,02
rancangan acak lengkap (RAL). Energi Total (kkal/g) 4020,60
Keterangan: BETN* = Bahan ekstrak tanpa
nitrogen.
Tabel 1. Formulasi bahan baku pakan bobot
kering pada pakan perlakuan yang
digunakan pada pemeliharaan udang 2.3. Parameter Uji dan Analisis Data
vaname Litopenaeus vannamei Pengumpulan data bobot dan panjang
selama 28 hari masa pemeliharaan. udang dilakukan saat sampling setiap 7 hari
sekali, sedangkan jumlah udang yang hidup
Bahan (%) dihitung pada sampling terakhir. Hasil
Tepung Kepala Udang 25,00 sampling bobot dan panjang menjadi dasar
Tepung Bungkil Kedelai 20,00 penentuan jumlah pakan yang diberikan
Tepung Pollard 12,50 setiap harinya dengan mengasumsikan
Tepung Tapioka 3,00 tingkat kelangsungan hidup pada minggu
Minyak Ikan 0,50 sampling tersebut. Parameter uji yang diukur
Minyak Jagung 1,00 meliputi total suspended solids (TSS),
Vitamin-Mix 5,00 volatile suspended solids (VSS), volume
CMC* 3,00 flok, nutrien flok, dan kinerja pertumbuhan
Jumlah 100,00 udang yang meliputi panjang relatif, laju
Keterangan: CMC* = Carboxy Methyl pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan,
Cellulose, Filler* = Bahan tanpa nutrisi tingkat kelangsungan hidup (TKH), retensi
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 145
Pendederan Udang Vaname Litopenaeus vannamei dengan Teknologi . . .
protein dan retensi lemak yang dihitung pada kasar dilakukan pada awal, tengah dan akhir
akhir pengamatan (pada hari ke 28). penelitian. Nutrien flok diukur dengan
menggunakan metode Takeuchi (1988).
2.3.1. Total Suspended Solid (TSS)
Kertas saring sejumlah sampel 2.3.5. Pertumbuhan Relatif
dikeringkan dalam oven selama 24 jam lalu Panjang relatif (PR) adalah presentase
didinginkan dalam desikator dan ditimbang pertambahan udang setiap hari selama
(X1). Sebanyak 50 mL air sampel disaring penelitian. Panjang relatif dihitung dengan
dengan millipore 0,45 μm kemudian cawan menggunakan rumus (Acarli and Lok, 2008):
keramik disiapkan dan dioven selama 24 jam
lalu didinginkan dalam desikator dan PR = lnLt−lnL0 ................................................. (4)
ditimbang. Kertas saring lalu ditempatkan ke t
dalam cawan keramik, dioven pada suhu Keterangan: PR = Panjang Relatif (%), Lt =
o
100 C selama 24 jam, kemudian didinginkan Panjang rata-rata ikan pada akhir penelitian
dalam desikator lalu ditimbang (X2). TSS (cm), Lo = Panjang rata-rata ikan pada awal
dihitung berdasarkan Metode Standar APHA penelitian (cm), T = Lama waktu pemelihara-
(2005) sebagai berikut : an (hari)
TSS (mg/L) = (í µí±‹2âˆ’í µí±‹1) x 1000......................(1) 2.3.6. Laju Pertumbuhan Harian
Volume Sampel Air
Laju pertumbuhan harian (α) adalah
2.3.2. Volatile Suspended Solid (VSS) presentase pertambahan udang setiap hari
Sampel dari pengukuran TSS yang selama penelitian. Laju pertumbuhan harian
sudah ditimbang (X2) dimasukkan ke dalam udang dihitung dengan menggunakan rumus
o (Huisman, 1987) sebagai berikut:
tanur pada suhu 600 C selama 2 jam. Masing
masing cawan lalu dikeluarkan dari tanur,
didinginkan dalam desikator kemudian
n Wt
( )
ditimbang (X3). VSS dapat dihitung α %/hari? =[√W0−1] x 100 ....................... (5)
berdasarkan Metode Standar APHA (2005)
sebagai berikut : Keterangan: α = Laju Pertumbuhan Harian
%, Wo = Bobot tubuh rata-rata pada awal
VSS (mg/L) = (í µí±‹3âˆ’í µí±‹2) x 1000 ................... (2) pemeliharaan (g), Wt = Bobot tubuh rata-
Volume Sampel Air rata pada akhir pemeliharaan (g), n = Lama
waktu pemeliharaan.
2.3.3. Volume Flok
Volume flok merupakan reprentasi 2.3.7. Efisiensi Pakan
dari kepadatan partikel flok dalam suatu Efisiensi pakan merupakan per-
kolom air Avnimelech (2012). Sebanyak 50 bandingan biomassa udang dengan jumlah
ml. sampel air diendapkan selama 30 menit pakan yang diberikan selama masa
dalam tabung conical bervolume 50 mL. pemeliharaan. Efisiensi pakan dapat dihitung
Volume flok yang mengendap dicatat dan dengan menggunakan rumus Takeuchi
selanjutnya dihitung dengan rumus : (1988):
Volume flok (mL/L) = Volume Endapan x 1000........(3)
(wt+wd)−w0
Volume Sampel Air EP= x 100 ................................... (6)
F
2.3.4. Komposisi Nutrien Flok Keterangan: EP = Efisiensi Pakan %, F =
Komposisi nutrien flok diketahui Jumlah pakan yang diberikan selama
melalui analisis proksimat bioflok yang pemeliharaan (g).
meliputi kadar protein, lemak, abu, dan serat
146 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
no reviews yet
Please Login to review.