Authentication
369x Tipe PDF Ukuran file 0.41 MB Source: repository.sb.ipb.ac.id
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Theory of planned behavior atau teori perilaku terencana merupakan
pengembangan dari theory of reason action atau teori tindakan beralasan. Teori
tindakan beralasan pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980
(Jogiyanto, 2007). Teori tindakan beralasan disusun menggunakan asumsi dasar
bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan
segala informasi yang tersedia. Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau
tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang
pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain
berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).
Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat
untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi teori
tindakan beralasan ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap
berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma
subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs).
Berbeda dengan teori tindakan beralasan, dalam teori perilaku terencana
Ajzen menambahkan variabel konstruk yang belum ada di teori tindakan
beralasan yakni kontrol perilaku yang dipersepsi. Seperti halnya teori tindakan
beralasan, faktor utama dalam teori perilaku terencana adalah niat (intention)
untuk menunjukkan perilaku yang diberikan. Niat tersebut diasumsikan untuk
merangsang faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Hal ini dapat
ditunjukan melalui usaha keras seseorang untuk mencoba, merencanakan, dan
menunjukkan perilakunya. Selain faktor motivasi, perilaku juga dipengaruhi oleh
faktor non-motivasi seperti adanya keharusan sumber daya dan kesempatan, dapat
berupa waktu, uang, keahlian, dan kerjasama dengan yang lainnya (Ajzen dalam
Ajzen (1991)).
Dalam pelaksanaannya teori perilaku terencana dibutuhkan kontribusinya
untuk mempelajari sikap dan perilaku di berbagai bidang seperti pemasaran,
kesehatan, pendidikan, politik dan lain sebagainya. Salah satu bidang yang
memerlukan peranan dari teori perilaku terencana adalah dalam hal kajian
kepatuhan. Beberapa penelitian terdahulu mencoba mengkaji mengenai perilaku
kepatuhan dalam melaksanakan suatu program maupun aturan. Dalam studi untuk
menganalisa kepatuhan para wajib pajak dalam membayar pajak, Benk et al.
(2011) mengatakan bahwa harapan normatif kepatuhan dan besarnya penalti yang
diberikan bagi para pelanggar ternyata memberikan pengaruh yang paling
signifikan terhadap niat seseorang untuk patuh. Pada kajian penelitian yang lain
terkait kepatuhan, Poulter et al. (2008) mencoba meneliti perilaku mengemudi
truk untuk patuh terhadap peraturan. Poulter et al. (2008) menemukan bahwa
perilaku mengemudi truk untuk patuh terhadap peraturan lebih dipengaruhi oleh
sikap, norma subjektif serta faktor pengendalian perilaku yang dirasakan. Namun,
faktor terakhir tersebut ternyata memberikan tingkat pengaruh yang lebih besar.
Dalam melakukan penelitiannya, Benk et al. (2011) dan Poulter et al.
(2008) menggunakan teori dasar berupa teori perilaku terencana (The Theory of
Planned Behavior), yakni teori yang diusulkan oleh Icek Ajzen pada tahun 1985
dari artikelnya yang berjudul “From Intentions to Actions: A Theory of Planned
2
Behavior”. Teori tersebut adalah teori mengenai keterkaitan antara sikap dan
perilaku. Teori ini menyatakan bahwa sikap terhadap perilaku, norma subjektif
dan pengendalian perilaku yang dirasakan secara bersama-sama membentuk niat
perilaku individu dan perilaku. Dalam identifikasi masalah penelitian, kontribusi
faktor-faktor lain biasanya juga memiliki peran terhadap niat. Oleh karena itu Kim
et al. (2007) dalam penelitiannya memasukkan variabel kepercayaan, risiko yang
dirasakan dan keuntungan. Kim et al. (2007) menyatakan bahwa kepercayaan
memiliki dampak yang kuat dalam keputusan pembelian konsumen situs online.
Omondi et al. (2010) memasukkan variabel pengetahuan yang dirasakan dalam
penelitiannya yang menelitian mengenai perilaku penderita diabetes dalam
praktek pengendalian pola makan (diet).
Pelayaran merupakan bidang usaha dan industri yang sangat penting di
dunia internasional saat ini karena mengangkut sekitar 90 persen barang-barang
perdagangan dunia melalui kapal-kapal yang besar secara aman, bersih dan
berbiaya relatif murah (IMO. 2013). International Safety Management (ISM)
Code merupakan salah satu aturan yang menjadi perhatian cukup penting oleh
khalayak dunia, terutama dunia pelayaran. Peraturan ini mulai dikembangkan
sejak 1 Juli 1998 oleh International Maritime Organization (IMO) sebagai reaksi
dari kenaikan jumlah kecelakaan dan tuntutan pada industri pelayaran dan
asuransi yang menjadi subjek perhatian masyarakat internasional. Tujuan aturan
ini adalah untuk memberikan standar internasional untuk mengelola dan
mengoperasikan kapal yang aman serta pencegahan polusi seperti yang tertulis
dalam preamble The International Safety Management (ISM) Code (Annex to
IMO Assembly Resolution A.741(18) – 1993): “The purpose of this Code is to
provide an international standard for the safe management and operation of ships
and for pollution prevention”. Oleh karena itu kepatuhan terhadap peraturan ISM
Code menjadi perhatian utama dalam mencegah polusi dan kecelakaan kapal.
ISM Code mengatur manajemen keamanan (safety management) bagi
suatu perusahaan pelayaran untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman bagi
kegiatan teknis pengoperasian kapal, menetapkan perlindungan terhadap seluruh
risiko yang telah diidentifikasi, dan secara terus menerus meningkatkan
keterampilan manajemen dari personil-personil baik di darat maupun di kapal
termasuk persiapan dalam keadaan darurat yang berkaitan baik untuk keselamatan
maupun perlindungan lingkungan. Sistem ini harus memastikan bahwa peraturan
dan regulasi yang diberlakukan dapat dipatuhi dan dipedomani serta menjadi
standar yang direkomendasikan oleh pemerintah, masyarakat, dan organisasi
maritim. Cakupan utama ISM Code adalah transportasi laut yakni kapal-kapal
berlayar dari satu tempat ke tempat lain dan kegiatan-kegiatan lainnya di laut
seperti unit pengeboran. Meskipun demikian, keamanan maritim bukan hanya
berfokus pada kegiatan di laut saja melainkan melibatkan kegiatan berbasis pantai
(shore-based) yang dapat memicu isu mengenai manajemen keselamatan yang
berhubungan dengan transportasi dan operasional maritim. International Harbour
Master’s Association pada tahun 2002 berpendapat bahwa kapal secara statistik
memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kecelakaan navigasi pada perairan
yang dekat dengan pelabuhan daripada di laut lepas, selain itu risiko dan
kerusakan jangka panjang terhadap lingkungan yang terbesar selalu berada dekat
dengan daratan.
3
Setiap tahun kecelakaan kapal terjadi diseluruh dunia termasuk di
Indonesia. Berdasarkan fakta beberapa peristiwa kecelakaan kapal di Indonesia
baik kapal barang maupun kapal penumpang selama tahun 2003 hingga 2013
membuktikan bahwa tata kelola keselamatan kapal masih lemah. Hal ini terlihat
pada tabel 1 yang merekam kecelakaan kapal dari tahun 2003 hingga 2011.
Tabel 1. Daftar kecelakaan kapal penumpang dari September 2003 hingga
September 2011
Tanggal Kejadian Nama Kapal Jenis Lokasi/Tempat Kejadian
Kecelakaan
28 September 2011 Kirana IX Kebakaran Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
26 September 2011 Marina Nusantara Kebakaran Pulau Kadap, Kalimantan Selatan
24 September 2011 Tunggal Putri Tenggelam Pulau Raas,Kangean, Sumenep, Madura
21 September 2011 Sri Murah Rejeki Tenggelam Nusa Lembongan, Klungkung, Bali
27 Agustus 2011 Windu Kursa Tenggelam Perairan Kolaka, Sulawesi tenggara
18 Maret 2011 MT. Gloria Sentosa - Tubrukan Selat Jaran, Alur Pelayaran
Kapal Jukung Irpansya Sungai Musi, Palembang Sumatra Selatan
8 Februari 2011 KM. Salvia Kebakaran Perairan Sebelah Timur, Sekitar Pulau
Damar, Kepulauan Seribu-DKI Jakarta
28 Januari 2011 KMP.Laut Teduh 2 Terbakar Perairan Sekitar Pulau Tempurung, Selat
Sunda Banten
4 Agustus 2010 KM. Indimatam V Tubrukan Sekitar 8,5 NMil sebelah Barat Pulau
Dengan KM. Trisal Pasitanete, Sulawesi Selatan
Pratama
2 Juni 2010 KM. Bosowa VI - KM. Tubrukan Perairan 18 NM Sebelah Utara Pelabuhan
Shinpo 18 Celukan Bawang Singaraja, Bali
19 Mei 2010 MT. Soechi Chemical Tubrukan 15 NM Sebelah utara Pelabuhan Tanjung
XIX - KM. Dian No. 1 Priok, DKI Jakarta
12 April 2010 KM. GEMILANG Ledakan Kade 103 Pelabuhan Soekarno Hatta,
Makassar, Sulawesi Selatan
6 Maret 2010 KM. Ammana Gappa Tenggelam 27 NM Sebelah Barat Tanjung Rangkas,
Mamuju, Sulawesi Barat
22 November 2009 KM. Dumai Express 10 Tenggelam Perairan Pulau Iyu Kecil, Tanjung Balai
Karimun Kepulauan Riau
30 Mei 2009 Km. Mandiri Nusantara Tenggelam Perairan Keramian, Bawean, Jawa Timur
22 Mei 2009 KM. Tanto Niaga Dengan Tubrukan Perairan Pelabuhan Tanjung Perak,
KM. Mitra Ocean Surabaya
11 Januari 2009 KM. Teratai Prima Tenggelam Perairan Tanjung Batu Roro, Sulawesi
Selatan
9 November 2009 Perahu Motor Koli-Koli Terbalik Perairan Teluk Kupang- NTT
18 Mei 2008 KMP. Dharma Kencana 1 Terbakar Sungai Mentaya Hilir Selatan Kota
Waringin Timur Kalimantan Selatan
17 Mei 2008 KM. Samudra Makmur Tenggelam Perairan Sekitar Buoy 14 Pelabuhan
Jaya Tanjung Perak, Surabaya
5 Maret 2008 MT. Candrawasih Terbakar Perairan Laut Selatan, Yogyakarta
27 Januari 2008 MT. Pendopo Terbakar Balongan, Indramayu, Jawa Barat
18 Desember 2007 MT. Kharisma Selatan Terbalik Dermaga Mirah, Tanjung Perak,
Surabaya
18 Oktober 2007 KM. Acita – 03 Terbalik Pesisir Pantai Lakeba, Bau-Bau, Sulawesi
Tenggara
10 Juli 2007 KM. Wahai Star Tenggelam Pulau Tiga Nusa Telu, Ambon
25 April 2007 MT. Maulana Meledak Tikungan Telepung, Sungai Siak, Riau
22 Februari 2007 KMP. Levina 1 Terbakar Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta
13 Januari 2007 KMP. Nusa Bhakti Terbakar Pantai Bug-Bug Karangasem, Bali
26 September 2003 MV Unichart Dengan KM Tubrukan 2 Cable Selatan Bouy No. 8, Alur
Mandiri Nusantara Pelayaran Barat Surabaya
7 September 2003 KMP. Wimala Dharma Tenggelam 4.5 Mil Laut Sebelah Timur Pulau Gili
Tepekong Selat Lombok
Sumber : Accident Report KNKT (2012)
4
Dari hasil Kajian Analisis Trend Kecelakaan Transportasi Laut Tahun
2003 – 2008 oleh KNKT, diperoleh data bahwa persentase kecelakaan laut
berdasarkan jenis kapalnya adalah Kapal Cargo 17%, Kapal Penumpang 3%,
Kapal Container 1%, Kapal Ikan 2% dan Kapal Tradisional / KLM 56%.
Sementara persentase kecelakaan laut berdasarkan faktor penyebab adalah
manusia 37%, teknis 23%, alam 38% dan lainnya 2%. Dari data tersebut ternyata
faktor manusia dalam menimbulkan kesalahan sehingga terjadinya kecelakaan
cukup dominan. Menurut data statistik dari 37% kecelakaan disebabkan oleh
kesalahan manusia, sehingga ada suatu pendapat, bahwa akhirnya langsung atau
tidak langsung semua adalah karena faktor manusia. Kalau dibatasi pada lingkup
perusahaan (segi mikro), tampak bahwa terjadinya kecelakaan dikarenakan
adanya ketimpangan diantara ketiga unsur utama produksi (sub sistim manusia,
lingkungan phisik dan manajemen) sehingga mengakibatkan terjadinya tindakan
dan keadaan tidak aman. Secara langsung terjadinya kecelakaan dapat
dikelompokan secara garis besar menjadi dua penyebab, yaitu :
1. Tindakan tidak aman dari manusia (Unsafe Acts). Seseorang melakukan
tindakan tidak aman atau kesalahan yang mengakibatkan kecelakaan
disebabkan karena :
a. Tidak Tahu;
Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan
dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahayanya sehingga terjadi
kecelakaan.
b. Tidak Mampu/Tidak Bisa;
Belum mampu/kurang terampil atau kurang ahli, akhirnya melakukan
kesalahan dan gagal.
c. Tidak Mau;
Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja/peraturan dan bahaya-
bahaya yang ada serta yang bersangkutan mampu/bisa melakukannya,
tetapi karena kemauan tidak ada, akhirnya melakukan kesalahan atau
mengakibatkan kecelakaan.
2. Keadaan tidak aman (Unsafe Condition). Tindakan tidak aman dan keadaan
tidak aman inilah yang selanjutnya akan menimbulkan insiden/kecelakaan
dalam bentuk :
a. Kapal tenggelam
b. Kapal terbakar
c. Kapal tubrukan
d. Kapal kandas
e. Kapal bocor, hanyut, terbalik
f. Orang jatuh ke laut
Menanggapi kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di tanah air, Komite
Nasional Kesalamatan Transportasi (KNKT) seperti yang dituangkan pada
laporan investigasi kecelakaan kapal laut KM Salvia (2001) dan tubrukan antara
MT. Soechi Chemical XIX dengan KM Dian No.1 (2010) memberikan
rekomendasi serta mengedepankan peningkatan pengawasan terhadap penerapan
ISM Code dalam menjaga keselamatan pelayaran. Pada pasal 6.4 di dalam ISM
Code juga menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus memastikan seluruh
personil yang terlibat dalam sistem pengelolaan keselamatan memiliki
no reviews yet
Please Login to review.