Authentication
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai sejarah perkembangan sastra, tidak dapat dilepaskan dari
pembicaraan mengenai upaya penyusunan periodisasi sejarah sastra sebagai salah satu
kegiatan dalam pengkajian sejarah sastra. Periodisasi sastra adalah penggolongan
sastra baik berupa karya sastra itu sendiri maupun pengarangnya. Penggolongan sastra
tentunya didasarkan pada waktu kemunculan karya sastra tersebut, sehingga
menghasilkan karya yang sesuai dengan kondisi sosial maupun budaya yang ada pada
saat itu.
Dalam perkembangan periodisasi sastra, sastra yang muncul setelah sastra
Melayu lama atau sastra klasik adalah sastra modern. Kata ”modern” dalam tataran
sastra Indonesia, merupakan simbol yang digunakan untuk mengukur seberapa
intensifnya pengaruh Barat dalam perkembangan dan kehidupan sastra pada masa itu.
Sedangkan sastra Indonesia modern sendiri menurut Dermawan (1986:2) adalah
sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia dan isinya memancarkan sikap
watak bangsa Indonesia. Jadi, suatu karya dapat digolongkan ke dalam sastra
Indonesia jika ditulis dalam bahasa Indonesia dan corak isinya mencerminkan sikap
watak bangsa Indonesia.
sastra Indonesia berarti sastra berbahasa Indonesia yang sudah berkembang
sejak awal abad ke-20 sebagaimana tampak pada penerbitan pers (surat kabar,
majalah) baik dari usaha kalangan swasta maupun pemerintahan Kolonial Belanda.
Dan selanjutnya berkembang marak bersama sastra daerah (Melayu, Sunda, Jawa,
Bali, dan lain-lain).
Dimana tradisi Indonesia pada tahun 1920-an erat hubungannya dengan
penerbit Balai Pustaka yang merupakan hasil kebijakan politik pemerintahan kolonial
Belanda di bidang pengajaran. Dan perkembangan sastra itu pastilah tidak dapat
dilepaskan dari faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial.
Sedangkan novel atau roman Indonesia sudah dimulai pada tahun 1920-an
dengan terbitnya Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar. Inilah karya pertama
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Dan masalah-masalah yang bermunculan dalam
setiap masa itu tertumpu pada peristiwa-peristiwa historis yang sudah dikenal atau
1
populer di kalangan publik sastra Indonesia, seperti Pergerakan Nasional, Balai
Pustaka, Pujangga Baru dan sebagainya.
munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka hati para penulis
untuk mau memperlihatkan hasil karyanya yang dulunya menggunakan bahasa daerah
kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia sebagai ungkapan rasa bangga
berbangsa Indonesia. Saelain itu, dengan munculnya angkatan Balai Pustaka maka
telah membuka semangat dan kesadaran para penulis untuk mempersatukan daerah-
daerahnya demi keutuhan bangsa Indonesia.
Disisi lain Balai Pustaka juga dikenal sebagai nama suatu penerbit besar yang
berdiri pada sekitar tahun 1920an yang pada tahun tersebut beriringan dengan
munculnya angkatan Balai Pustaka. Munculnya angkatan Balai Pustaka memang
disesuaikan dengan karya-karya besar yang terkenal pada waktu itu yang sebagian
besar diterbitkan dari penerbit Balai Pustaka Jakarta.
Berbicara mengenai periodisasi sastra khususnya Balai Pustaka maka tidak
menutup kemungkinan kalau meninjau tentang keadaan sosial pada tahun 1920an,
dimana menurut Teeuw (1980: 15) pada tahun tersebut merupakan tahun lahirnya
kesusastraan Indonesia modern. Pada waktu itu para pemuda indonesia mulai
menyatakan perasaan dan ide yang berbeda dengan masyarakat setempat. Perasan itu
dituangkan dalam bentuk sastra namun menyimpang dari bentuk sastra melayu, jawa,
dan sastra-sastra lain sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud sastra angkatan 20?
2. Mengapa sastra angkatan 20 di sebut angkatan balai pustaka?
3. Mengapa sastra angkatan 20 di sebut sebagai sastra modern.
C. Tujuan Penelitian
1. Agar mengetahui tentang sastra angkatan 20.
2. Agar mengetahui nama lain dari sastra angkatan 20.
3. Agar mengetahui penyebab angkatan 20 di sebut sebagai sastra modern.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Balai Pustaka
Dalam sejarahnya awal mula Balai Pustaka terbentuk ketika pemerintahan
Kolonial Belanda mendirikan komisi untuk bacaan sekolah pribumi dan bacaan
rakyat, pada 14 September 1908 melalui keputusan Gubernemen dengan nama awal
yaitu Commissie voor de inlandsche school en volkslectuur diketuai oleh Dr. G.A.J.
Hazeu. Dan Balai Pustaka baru menghasilkan bacaan pada tahun 1910 yang dipimpin
oleh Dr. D.A. Rinkes sampai tahun 1916 dengan tugasnya adalah memajukam moral
dan budaya serta meningkatkan apresiasi sastra. Kemudian pada tahun 1917
pemerintahan Kolonial Belanda mendirikan Kantoor voor de volkslectuur atau Kantor
Bacaan Rakyat yaitu Balai Pustaka.
Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa –
bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu tinggi dan bahasa Madura.
Serta mencegah pengaruh buruk dari bacaan yang banyak menyoroti kehidupan
pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra
Melayu Rendah.
Tujuan inti didirikannya Komisi Bacaan Rakyat adalah meredam dan
mengalihkan gejolak perjuangan bangsa Indonesia lewat media tulisan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Belanda. Tujuan lainnya adalah menerjemahkan
atau menyadur hasil sastra Eropa hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap
informasi yang berkembang di negaranya sendiri.
Adapun usaha – usaha positif yang dilakukan yaitu mengadakan perpustakaan
di tiap – tiap sekolah, mengadakan peminjaman buku – buku dengan tarif murah
secara teratur, dan memberikan bantuan kepada usaha – usaha swasta untuk
menyelenggarakan taman bacaan.
Jadi, beberapa faktor berikut inilah yang menjadi penyebab perjalanan
kesusastraan Indonesia berkembang mengikuti idiologi kolonial :
3
1. Pendirian Balai Pustaka telah menafikan keberadaan karya – karya terbitan swasta
yang secara sepihak dituding sebagai “bacaan liar”. Karya – karya sastra yang
dipublikasikan lewat surat kabar dan majalah, dianggap tidak ada.
2. Pemberlakuan sensor melalui Nota Rinkes menyebabkan buku – buku terbitan
Balai Pustaka, khasnya novel – novel Indonesia sebelum perang, cenderung
menampilkan tokoh – tokoh yang terkesan karikaturs.
3. Penetapan bahasa melayu mendorong munculnya sastrawan – sastrawan yang
menguasai bahasa Melayu. Dan mereka datang dari Sumatera. Maka, sastrawan
yang berasal dari Sumatera itulah yang kemudian mendominasi peta kesusastraan
Indonesia.
Sastra Balai Pustaka adalah sastra rakyat yang berpijak pada kultur Indonesia
abad 20. Hal ini dengan jelas nampak dari roman – roman Balai Pustaka dalam bahasa
jawa, sunda, dan melayu tinggi.
Sastra Balai Pustaka sebenarnya adalah “sastra daerah”, bukan saja dalam arti
menggunakan bahasa daerah tetapi juga menggarap tema – tema kedaerahan, bisa
dilihat dari karya – karya yang lahir pada saat itu.
Saat itu buku – buku yang diterbitkan Balai Pustaka dapat dibagi tiga;
pertama, buku untuk anak – anak. Kedua, buku hiburan dan penambahan pengetahuan
dalam bahasa daerah. Ketiga, buku hiburan dan penambahan pengetahuan dalam
bahasa melayu dan kemudian menjadi bahasa Indonesia.
Pada masa pendudukan jepang (1942-1945) Balai Pustaka masih tetap eksis
namun menggunakan nama lain yaitu, Gunseikanbo Kokumin Tosyokyoku yang
artinya Biro Pustaka Rakyat Pemerintah Militer Jepang.
Zaman keemasan Balai Pustaka sekitar tahun 1948 hingga pertengahan tahun
50-an ketika dipimpin oleh K.St. Pamoentjak dan mendominasi penerbitan buku –
buku sastra dan sejumlah pengarang Indonesia bermunculan seperti H.B.Jassin, Idrus,
M.Taslim, dan lain – lain.
B. Karakteristik Karya – karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
4
no reviews yet
Please Login to review.