Authentication
262x Tipe PDF Ukuran file 0.32 MB Source: ireyogya.org
POLICY MEMO Februari 2019 Kepada Presiden Republik Indonesia Dari Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Perihal Pelaksanaan UU Desa yang Memperkuat Kedaulatan Desa Tanggal 1 Februari 2019 PENGANTAR program pembangunan sesuai harapan masyarakat. Kebijakan pemerintah yang mengarahkan penggunaan utir 3 Nawa Cita yaitu ‘membangun Indonesia dana desa (top-down) telah mempersulit desa untuk dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan mengembangkan program inovasi sesuai dengan Bdesa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik tantangan ke depan, dan masih ada desa yang tidak Indonesia’ yang diikrarkan Pemerintahan Joko Widodo dapat mengembangkan program pro-job dan pro-poor – Jusuf Kalla adalah pijakan praksis penerjemahan UU karena kebijakan pemerintah lebih mengarahkan No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menempatkan penggunaan dana desa untuk pembangunan fisik yang desa sebagai subyek pembangunan. cenderung dinikmati oleh kelas menengah ke atas Saat ini tidak sedikit desa yang telah menjelma sebagai yang telah mapan secara sosial ekonomi (Tim Kajian subyek dan berdaulat dalam mengatur maupun Implementasi Dana Desa 2017). mengurus kepentingan masyarakatnya. Hasil riset Temuan riset tersebut sejalan dengan refleksi yang yang dilakukan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dilakukan oleh beberapa organisasi masyarakat sipil Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Institute for 1 (OMS) yang bergabung dalam Mitra KOMPAK . Dari Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Pusat kegiatan riset, advokasi, dan pendampingan yang Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK UGM), dan Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK UGM) pada 1 akhir tahun 2017, menemukan sejumlah capaian Program Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk penting penggunaan dana desa dalam implementasi Kesejahteraan (KOMPAK) adalah program kemitraan antara UU Desa. Riset yang dilakukan di 20 provinsi tersebut Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia. Adapun lembaga yang menjadi Mitra KOMPAK antara lain adalah menemukan; 1) kegiatan pembangunan sarana dan Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, prasarana desa (infrastruktur desa), meningkat secara The Asia Foundation (TAF), Yayasan Pemberdayaan signifikan, 2) pembangunan fasilitas pelayanan sosial Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), SEKNAS FITRA, PUSKAPA UI, PENABULU, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Lembaga dasar, seperti fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD), Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus posyandu, dan MCK juga meningkat secara pesat, 3) Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM PBNU), Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM), kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat desa Center for Civic Engagement Studies (CCES), Mitra Wacana, semakin semarak dan mampu menumbuhkan lapangan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), pekerjaan baru di desa. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Forum Masyarakat Sipil (FORMASI) Kebumen, Perkumpulan INISIATIF Bandung, Namun riset tersebut juga memberikan catatan masih Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi, Solidaritas Masyarakat serta Sipil untuk Transparansi (SOMASI) untuk adanya sejumlah persoalan fundamental. Di antaranya mitra tingkat lokal (demand side), dan Pusat Kajian Pendidikan adalah masih ada desa yang tidak dapat memprioritaskan dan Masyarakat (PKPM) Banda Aceh, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan POLICY MEMO FEBRUARI 2019 telah dilakukan, secara umum ditemukan sejumlah 2. Adanya dua kementerian yang mengatur dan kebingungan yang dihadapi oleh desa dalam melaksanakan mengurusi desa menyebabkan implementasi UU peran dan fungsinya ketika mereka merujuk peraturan Desa tidak bisa berjalan secara optimal. Apalagi yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah. Kami secara faktual sering kali kedua kementerian menemukan masih adanya regulasi teknis yang lemah yang sekarang ini mengatur dan mengurus desa secara koherensi, tidak sinkron antara satu dengan memiliki cara pandang yang berbeda dalam lainnya, bersifat one-size-fits-all dan mengatur secara memposisikan dan mendudukkan desa dalam rigid. Situasi ini pada akhirnya membuat desa tidak relasi struktural pemerintah (negara) dengan bisa leluasa mengembangkan inovasi, terbatas ruang desa. geraknya, dan menghambat upaya-upaya desa untuk merespons kepentingan masyarakatnya. REKOMENDASI Adanya 2 Kementerian yang mengurus desa, berdasarkan Berpijak pada masalah di atas, kami merekomendasikan Peraturan Presiden No. 11 tahun 2015 dan No. 12 tahun agenda kebijakan sebagai berikut: 2015, menjadikan permasalahan di desa dan daerah semakin kompleks. Peraturan teknis yang dibuat kedua 1. Presiden penting untuk segera membentuk kementerian tersebut ada yang tumpang tindih, bahkan tim yang bertugas melakukan review secara saling bertentangan. Akibatnya implementasi UU Desa komprehensif terhadap semua regulasi teknis menghadapi tantangan dan kendala yang berpotensi turunan UU Desa. Tim tersebut dibentuk dan membenamkan kesempatan besar bagi desa untuk bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. berdaulat dalam mengatur dan mengurus pelayanan 2. Presiden menerbitkan peraturan pemerintah dasar maupun mengurangi kemiskinan berdasarkan (PP) baru sebagai pengganti PP yang sekarang asas rekognisi dan subsidiaritas. ada. PP No. 43 jo Peraturan Pemerintah No. 47 Berdasarkan uraian di atas kami memandang, sejumlah tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun persoalan tersebut terjadi karena: 2014 tentang Desa, dan PP No. 60 Tahun 2014 1. Adanya dua peraturan pemerintah (PP), yaitu jo PP No. 22 Tahun 2015 jo PP No. 8 Tahun 2016 PP No. 43 Tahun 2014 jo PP No. 47 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diganti 2014 tentang Desa, dan PP No. 60 Tahun 2014 dengan satu PP baru yang lebih komprehensif jo PP No 22 Tahun 2015 jo PP No 8 Tahun dan bersifat memberikan pedoman pelaksanaan 2016 tentang Dana Desa yang Bersumber dari UU Desa yang norma substansi dan hukumnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mematuhi asas rekognisi dan subsidiaritas. Dalam (APBN), beberapa ketentuan pasalnya justru pelaksanaan PP ini tidak perlu lagi ada peraturan mendistorsi pemahaman asas rekognisi dan teknis di tingkat menteri, namun diatur dalam subsidiaritas yang seharusnya konsisten bentuk peraturan presiden yang merangkum digunakan dalam merumuskan norma yang semua peraturan pedoman pelaksanaan teknis dimuat dalam peraturan teknis. Ada beberapa dalam satu Perpres. pasal dalam dua PP tersebut yang norma 3. Pemerintah pusat penting untuk melakukan substansi dan hukumnya menggunakan asas reformasi kelembagaan kementerian agar lebih otonomi dan tugas pembantuan. Implikasinya optimal dalam melakukan pembinaan dan pihak supra desa masih mendominasi arah dan pengawasan sebagaimana mandat Pasal 112 tujuan dalam kehidupan berdesa. dan 113 UU Desa. Institute for Research and Empowerment (IRE) KOMPAK Jalan Palagan Tentara Pelajar Km. 9,5 Jalan Diponegoro No.72 Jakarta 10320 Indonesia Dusun Tegalrejo RT 01/RW 09 Sariharjo Ngaglik Sleman T: +62 21 8067 5000 F: +62 21 3190 3090 Yogyakarta 55581 E: info@kompak.or.id T: +62 274 867 686 F: +62 274 867 686 www.kompak.or.id E: office@ireyogya.org www.ireyogya.org
no reviews yet
Please Login to review.