Authentication
498x Tipe DOCX Ukuran file 0.02 MB
Surat Pengantar
Medan, 12 Januari 2016
Yth.
Redaktur Harian Waspada
Di tempat
Assalamualaikum wr.wb. Dengan hormat,
Semoga Saudara dalam keadaan baik dan lancar dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sisi Rosida
Alamat : Jl. Karya Gg.Ampera No.11 Sei Agul Medan
Status : Mahasiswi Semester V Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU
No. Hp : 081265777630
Mengirimkan sebuah cerpen yang berjudul “Demi Mario” ke rubrik yang saudara
pimpin. Saya menyatakan bahwa tulisan tersebut adalah orisinil dan belum pernah di publish
ke media manapun juga. Jika dalam tiga bulan tulisan saya tidak di muat di rubrik Saudara,
maka saya berhak mengirimkannya ke media lain.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Besar harapan saya,
Saudara bersedia menerima karya saya, Atas perhatian saudara, saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Sisi Rosida
Demi Mario
Oleh : Sisi Rosida
Jika aku diwajibkan memberi sebuah alasan tentang perbuatanku. Maka, bibirku
akan tertutup rapat. Se-rapat aku menyimpan rahasia hidup yang membunuhku ditengah cinta
yang sederhana.
Kringggg….
Bel berbunyi nyaring. Aku bergegas membereskan semua buku-bukuku. Pikiranku
ingin segera meninggalkan kelas ini. Sial. Entah apa lagi pengumuman dari guruku setiap
pulang sekolah, selalu memperlambat kegiatan rutinku. Masa bodo, pikirku. Aku pun permisi
dengan alasan sakit perut.
Seperti biasa, aku tidak akan melewatkan pukul 14.20. Sebab, aku selalu
menyaksikan Pak Mario pulang dengan sepeda motornya. Pak Mario adalah guru biologiku.
Beliau mengajar di kelas X, sayangnya ia tidak berkesempatan mengajar di kelasku. Aku
sangat mengenalnya. Ia guru yang sangat ramah, baik, dan humoris. Wajahnya yang tampan
membuat aku sering merindukannya.
Aku sangat menyukai Pak Mario. Entah dari mana awal mulanya, yang paling
teringat di benakku adalah pada saat ia menghukumku, aku terlambat upacara. Saat itu, Pak
Mario sedang piket. Namun, saat memandang keteduhan wajahnya dan pahatan rahangnya
membuatku lupa sudah berdiri satu jam menghormat tiang bendera. Aku merupakan anak
yang sangat berambisi, maka timbullah rasa untuk memiliki Pak Mario.
Memasuki semester II, aku mulai tidak bisa berfikir secara logis. Aku tidak ingin
hanya sekadar melihat Pak Mario dari kejauhan. Aku ingin Pak Mario berada disisiku. Aku
juga ingin menjadi pacarnya, bahkan istrinya. Walaupun umur kami terpaut berjarak 15
tahun. Pak Mario berusia 31 tahun, cukup dewasa, tetapi ia belum juga menikah. Mungkin
hal ini yang mendasariku sebagai siswi SMA yang berambisi memilikinya.
Suatu ketika aku bertekad menjalankan niatku untuk menjadi gadis dewasa agar
dapat mendekati Pak Mario. Targetku adalah sebagai karyawati yang berumur 25 tahun.
Dengan bermodal tubuh yang jangkung dan rambut yang panjang, ku dandani diriku agar
terlihat 9 tahun lebih tua, ditambah polesan dari make-up ibu ku. Alhasil, aku dapat terlihat
seperti umur 25 tahun, wajahku yang tergolong muka tua juga sangat membantu.
Sewaktu liburan tiba, aku tertarik atas komentar Pak Seno. Pak Seno berprofesi
sebagai tata usaha di sekolahku. Dilihat dari komentar mereka, sepertinya ia ingin
mengenalkan beberapa wanita pada Pak Mario yang masih lajang. Hal ini aku ketahui saat
membaca komentar dari status FB Pak Mario yang sedang galau. Lalu, aku mengelabui Pak
Mario. Aku pun muncul dan mengaku sebagai wanita yang di jodoh-jodohkan oleh Pak Seno
untuknya lewat telpon. Ia pun percaya.
Kami merencanakan untuk saling bertemu disalah satu tempat makan. Sepertinya
Pak Mario sangat tertarik dengan paras dan penampilanku. Kala itu aku memakai baju
kemeja berwarna merah bata dan rok sepan selutut. Tak lupa aku memakai High-hills dan
menggerai rambutku. Ia sangat senang dengan dandananku. Beberapa kali, ia sempat memuji
kecantikanku. Walau diantara kami terdapat perbincangan yang tidak nyambung.
Tak terasa hubungan kami pun sudah sebulan terjalin. Meski sebulan berselang aku
berpura-pura menjadi karyawati, di Kantor Advokat milik ayahku sendiri.
Tak terasa liburan pun sudah mulai usai. Aku tentu merasaka takut jika identitasku
ketahuan oleh Pak Mario. Maka, aku pun memutuskan untuk memakai jilbab ke sekolah dan
menghindar setiap berpapasan dengannya.
Malam ini Pak Mario mengajakku makan malam. Kali ini ia tampak berbeda. Ia
terlihat lebih rapi dari biasanya. Kami pergi ke tempat yang belum pernah aku kunjungi.
Tempat ini cukup mewah, pikirku. Ia mempersilahkanku duduk. Sikapnya pun lebih romantis
dari biasanya.
Tak lama kami selesai makan malam, aku pun memintanya untuk segera pulang.
Namun, ia menahanku. Pak Mario mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sejenak, aku terdiam.
Ia memasang cincin di jari manisku. Aku merasa wujud dari ambisiku terkabulkan. Guruku
telah jatuh cinta padaku. Tak henti aku tersenyum di malam panjang itu, tanpa memikirkan
besok ada ujian matematika.
“Mario, aku sangat senang kau hadiahi cicin di malam ini. Tapi, apakah aku boleh
bertanya satu hal?”
“Boleh. Aku akan mendengarkanmu.”
“Mengapa sampai detik ini engkau belum juga menikah?”
Pak Mario terdiam. Matanya memandang ke arah berlawanan, tak jelas tujuan.
“Aku memiliki banyak kekurangan, San.” Jawabnya.
“Aku juga, semua manusia memiliki banyak kekurangan masing-masing.”
“Ini berbeda.” Kali ini ia menjawab sambil membentak.
“Mario?”
“Aku mengidap penyakit azoospermia. Jika kita menikah, kita tidak akan bisa
mempunyai keturunan. Apa kau bisa menerima lelaki sepertti itu?”
“Aku bisa! Namun, sebaliknya. Apakah engkau bisa menerima kekuranganku?”
“Maksudnya?”
“Besok temui aku di depan gerbang di SMA tempat kamu mengajar. Jika engkau
menerima kekuranganku, maka kau akan mengajakku untuk pulang bersamamu.” Tantangku.
Ia pun tertawa, seolah menganggap ini lelucon. Namun, ia masih menuruti apa yang
ku katakan. Setiba saat pulang sekolah. Aku berjalan menyusuri gerbang. Aku menuggu
kedatangan Pak Mario. Aku mendengar seperti suara sepeda motornya dari belakang. Lalu, ia
berhenti di bawah pohon. HP-ku pun berbunyi, ia mengirim pesan bahwa sudah sampai di
tempat yang ku janjikan.
“Pak Mario…!”
Ia menoleh ke arah belakang. Tampak tubuhnya beku dan terpaku melihatku.
Ternyata wanita yang selama ini dicintainya adalah Susanti, murid kelas X-5.
“Saya duluan ya,nak”
(UMSU, 2015)
Sisi Rosida, mahasiswa UMSU. Bergiat di
komunitas sastra dan teater (Labsas) dan
komunitas menulis Fokus UMSU.
no reviews yet
Please Login to review.