jagomart
digital resources
picture1_Buku Agenda Deschooling Untuk Indonesia Abad 21


 140x       Filetype PDF       File size 0.93 MB       Source: danielrosyid.com


File: Buku Agenda Deschooling Untuk Indonesia Abad 21
belajar bukan bersekolah agenda deschooling untuk indonesia abad 21 kembali ke rumah oleh daniel mohammad rosyid pengantar kata buku kecil di tangan pembaca ini adalah kumpulan tulisan lepas saya di ...

icon picture PDF Filetype PDF | Posted on 02 Oct 2022 | 3 years ago
Partial capture of text on file.
      
      
     Belajar, bukan 
     bersekolah  
     Agenda Deschooling untuk Indonesia 
     Abad 21 : Kembali Ke Rumah 
      
      
     Oleh 
     Daniel Mohammad Rosyid 
      
      
                   PENGANTAR KATA 
                   Buku kecil di tangan pembaca ini adalah kumpulan tulisan 
                   lepas saya di media masa, seminar, hasil penelitian dan blog 
                   pribadi  saya.  Jadi  ini  bukan  buku  yang  sengaja  ditulis  
                   secara komprehensif. Pembaca akan menjumpai beberapa 
                   pengulangan di sana- sini. Temanya boleh dikatakan satu, 
                   yaitu  deschooling.  Mungkin  tidak  berarti  deschooling 
                   sebagaimana dipikirkan oleh Ivan Illich 40 tahun lebih silam 
                   saat internet belum ada. Internet saat ini memungkinkan 
                   deschooling.  
                   Setelah menjadi ayah dari beberapa anak saya, lalu menjadi 
                   ketua  Ikatan  Walimurid  SD  Muhammadiyah  Pucang, 
                   Surabaya, mengajar di kampus, bertemu dengan para guru, 
                   kepala sekolah dan orangtua murid, bahkan menjadi kepala 
                   sekolah  di  sebuah  SMP  khusus  putri  di  Batu,  saya 
                   berkesimpulan  bahwa  saat  ini  sekolah  justru  banyak 
                   menimbulkan  masalah.  Bahkan  sekolah  bisa  menjadi 
                   tempat  yang  paling  buruk  bagi  anak.  Alih-alih  anak-anak 
                   belajar  kejujuran,  kemandirian  dan  keberanian,  serta 
                   kreativiti,    yang  dipelajari  di  banyak  sekolah  justru 
                   kecurangan,        ketergantungan,        dan     ketakutan,      serta 
                   kejumudan. 
                   Desain      sekolah      telah    pula     memungkinkan  model 
                   industrialisasi  yang  eksploitativ  yang  membentuk  sebuah 
                   peradaban industri  yang  kita  kenal  saat  ini.  Model  inilah 
                   yang  mengantarkan  kita  pada  keruntuhan  ekonomi  dan 
                   lingkungan  melalui  pengembangan  gaya  hidup  yang 
                   konsumtiv dan tinggi-energi. 
                  Tulisan-tulisan  ini  mencerminkan  juga  keprihatinan  saya 
                  semenjak saya diminta Pak Imam Utomo, Gubernur Jawa 
                  Timur  waktu  itu,  sebagai  Ketua  Dewan  Pendidikan  Jawa 
                  Timur. Keprihatinan itu dimulai sejak saya mencermati Ujian 
                  Nasional  sebagai  kezaliman  nasional.    Keberatan  saya 
                  terhadap kebijakan UN sudah saya nyatakan secara terbuka 
                  sejak  zaman  Mendiknas Bambang Soedibjo. Dua minggu 
                  sejak  Pak  Nuh  diangkat  jadi  Mendikbud  saya  diundang 
                  untuk mereview Renstra Depdiknas era pak Bambang. Saya 
                  sudah minta pak Nuh agar menghentikan UN. 
                  Ternyata UN hanya  puncak schoolism kronis yang mendera 
                  pendidikan  nasional.  Jalan  keluarnya  jelas  bagi  saya  : 
                  deschooling. Selama 10 tahun terakhir ini semakin terbukti 
                  bahwa sekolah dalam banyak kasus justru menjadi sumber 
                  masalah.  Kesalahan  terbesar  sekolah  adalah  berusaha 
                  terlalu keras untuk memberi pesan dan kesan sebagai satu-
                  satunya  tempat  belajar.  Di  zaman  internet  saat  ini, 
                  kesalahan tersebut semakin kentara.  
                  Di era digital baru ini, untuk memastikan akses pendidikan 
                  yang     relevan     dengan      warga     belajar,    pendekatan 
                  persekolahan harus kita tinggalkan. Yang penting adalah 
                  belajar, bukan bersekolah. Tidak mengapa tidak bersekolah 
                  asalkan anak-anak tetap bisa belajar sesuai dengan bakat 
                  dan minat mereka dengan penuh kegembiraan.  
                  Misi  sekolah  tidak  selamanya  suci  dan  mulia.  Bahkan 
                  sekolah sebagai institusi layanan pendidikan telah menjadi 
                  sebuah  industri  dengan  kaidah-kaidahnya  sendiri,  dan 
                  dengan kapitalisasi  yang  semakin  tidak  bisa  diremehkan.  
                  Banyak  sekolah,  seperti  mobil,  hanya  tempat  untuk 
                  menyombongkan diri.  
       Ke  depan  ini  pendidikan  akan  semakin  non-formal, 
       sementara pendidikan informal terutama oleh keluarga di 
       rumah  akan  semakin  penting.    Kecenderungan  banyak 
       pesantren  untuk  semakin  formalistik  patut  disesalkan 
       karena  justru  tidak  sesuai  dengan  perkembangan  zaman 
       dan tuntutan masyarakat belajar.  Jejaring belajar seperti 
       pernah dibayangkan Ivan Illich akan menjadi kenyataan dan 
       pesantren berpotensi untuk menjadi simpul yang penting 
       dalam  jejaring  itu.  Menarik  untuk  mencatat  bahwa  Ki 
       Hadjar  Dewantara  sendiri  membayangkan  pesantren 
       sebagai model pendidikan yang terbaik. 
       Saya ucapkan terimakasih pada Mas Nanang Martono dan 
       Gus  Lutfi  yang  sudi  memberi  pengantar  bagi  buku  ini. 
       Selamat membaca ! 
       Surabaya, akhir Nopember 2013 
        
       Daniel Mohammad Rosyid 
        
        
        
        
The words contained in this file might help you see if this file matches what you are looking for:

...Belajar bukan bersekolah agenda deschooling untuk indonesia abad kembali ke rumah oleh daniel mohammad rosyid pengantar kata buku kecil di tangan pembaca ini adalah kumpulan tulisan lepas saya media masa seminar hasil penelitian dan blog pribadi jadi yang sengaja ditulis secara komprehensif akan menjumpai beberapa pengulangan sana sini temanya boleh dikatakan satu yaitu mungkin tidak berarti sebagaimana dipikirkan ivan illich tahun lebih silam saat internet belum ada memungkinkan setelah menjadi ayah dari anak lalu ketua ikatan walimurid sd muhammadiyah pucang surabaya mengajar kampus bertemu dengan para guru kepala sekolah orangtua murid bahkan sebuah smp khusus putri batu berkesimpulan bahwa justru banyak menimbulkan masalah bisa tempat paling buruk bagi alih kejujuran kemandirian keberanian serta kreativiti dipelajari kecurangan ketergantungan ketakutan kejumudan desain telah pula model industrialisasi eksploitativ membentuk peradaban industri kita kenal inilah mengantarkan pada ker...

no reviews yet
Please Login to review.